Cappucino - 13

1.4K 75 0
                                    

Kicau burung di pagi hari menyambut datangnya mentari. Segelintir dedaunan dipenuhi oleh embun pagi. Di bawah pohon yang tumbuh besar itu, seekor anak kelinci terlihat sedang asik melompat-lompat di atas rumput. Sadira duduk di bangku panjang sembari tertawa melihat tingkah Molly.

Sadira melirik keadaan sekitar, menyadari bahwa pagi ini taman terlihat sepi. Mungkin dinginnya udara karena habis diguyur hujan semalam, orang-orang jadi malas untuk keluar rumah.

"Molly...," panggil Sadira. "Sepi banget ya di sini."

"Pulang aja, yuk?" ajak Sadira yang dijawab oleh lirikkan mata Molly.

Cewek itu segera membawa Molly ke dalam gendongan. Ia pun berjalan menuju rumahnya yang terletak tak jauh dari taman komplek.

Hanya menghabiskan waktu sepuluh menit berjalan sampai di depan rumah. Alis Sadira tertaut kala melihat sebuah mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Mobil itu terlihat asing oleh indera penglihatannya. Sadira membawa Molly masuk ke halaman rumah, membiarkan hewan itu bergerak sesuka hati.

Tepat ketika Sadira hendak mengunci pagar rumahnya, suara bernada berat yang terdengar asing bagi kedua telinganya membuat Sadira berhenti bergerak. Laki-laki berjaket hitam dengan topi yang hampir menutupi wajahnya berdiri di depan Sadira. Terhalang oleh pagar rumah.

"A-ada apa ya?" tanya Sadira gugup.

Laki-laki itu memasang wajah paling ramahnya. Ia mengulas senyuman, "bisa ngobrol sebentar?"

Kening Sadira mengernyit. Ia menatap sejenak laki-laki itu, menimang-nimang ajakkan itu. Namun, kepala Sadira akhirnya mengangguk. Menerima tawaran mengobrol dengan laki-laki yang baru bertemu sekali dengannya. Bahkan Sadira tidak mengetahui siapa nama laki-laki tinggi ini.

Sadira keluar dari area rumahnya, dan menutup pagar rumah.

"Mau ngobrol di mana?"

"Kafe?" jawab Satria—lebih seperti sebuah tawaran. "Gue tau kafe yang asik di dekat sini," lanjutnya.

"Oke."

Satria tersenyum, melalui sorot matanya ia mengajak Sadira untuk masuk ke dalam mobil hitamnya. Setelah mobil bergerak pergi, Sadira melirik Satria berulang kali. Karena penampilan laki-laki di sebelahnya ini sangat berbeda dari sebelumnya—ketika pertama kali bertemu. Sadira menghela napas, lalu menghempaskan punggungnya ke jok mobil. Memikirkan apakah menerima ajakkan dari seseorang yang tidak dikenalnya ini adalah, pilihan tepat?

Beberapa menit kemudian, mobil yang ditumpangi oleh Sadira berhenti di depan sebuah kafe. Kedua remaja itu lantas keluar dari mobil dan memasuki kafe.

Sadira sibuk menatap ruangan kafe. Interior yang diusung nampak sangat cocok untuk para remaja. Kenapa Sadira tidak mengetahui kafe senyaman ini? Ah, Sadira main kurang jauh nih.

Cowok berjaket hitam itu memesankan menu favorit untuk dirinya dan Sadira. Meja yang dipilih tepat di tengah ruangan. Cewek dengan kaos putih itu membenarkan rambut cokelatnya yang sedikit berantakan. Kemudian jemari Sadira mengetuk-ngetuk permukaan meja, menunggu Satria membuka percakapan.

"Gue Satria," mulai cowok itu. Wajahnya nampak lebih santai dari dua menit sebelumnya.

"Sadira," balas Sadira menjulurkan tangan. Bermaksud berkenalan dengan Satria secara umum.

Tetapi cowok itu justru terkekeh seraya berkata, "gue udah tau nama lo." Sadira akhirnya menarik kembali uluran tangannya. Memasang senyum kecil.

"Eum...," Sadira mendengung. "Gue gak tau darimana lo tau nama gue. Sebenarnya gue agak ragu nerima tawaran lo buat ngobrol sebentar ini."

CappucinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang