Kedua remaja itu kini saling terdiam, sibuk dengan pikiran yang memenuhi kepala mereka. Si perempuan, memainkan jemari tangan sambil sesekali melirik ke arah laki-laki itu.
Sejak ia selesai mengobati luka di wajah laki-laki itu, tak ada obrolan di antara mereka. Devo masih terdiam, sorot matanya lurus ke depan. Bila Sadira tak mengetahui bahwa Devo itu dingin, ia hampir mengira kalau Devo tiba-tiba mengalami hal yang berhubungan dengan mistis. Cukup lama suasana hening dan ... mencekam, akhirnya Sadira berani mengeluarkan suaranya.
"Gue ke dapur dulu mau ambil es krim," kata Sadira.
"Jangan makan es," larang Devo.
"Loh, kenapa?" heran Sadira. Ia mengernyitkan kening.
"Lagi sakit. Gak boleh makan es krim," sahut Devo santai. Namun berhasil membuat pipi Sadira memerah.
"Ngidam, Vo."
Devo melongo untuk beberapa saat dengan pandangan menuju ke perut Sadira. Ia tersenyum kikuk, "h-hamil?"
Pipi Sadira menyembul seketika karena menahan tawa, dan selanjutnya tawa itu menyebar hingga terdengar begitu keras. Sadira terbahak melihat ekpresi Devo yang kelewat serius, bikin Devo makin unyu dan menggoda untuk dicubit.
"Lo percaya?" selidik Sadira.
Devo menggeleng, "gak."
"Tampang lo serius banget," Sadira tertawa lagi. Dan setelah ia lihat Devo menampilkan wajah jengkelnya, Sadira berhenti tertawa. "Gue bercanda, yakali gue tekdung. Emang gue anuan sama siapa."
"Kucing kali," sahut Devo cuek.
Sadira bergidik. "Ih, boro-boro deh. Megang kucing aja gue gak berani."
"Masa?"
"Iya."
"Bodo." Kemudian Sadira melempar bantal sofa ke arah Devo.
Setelah itu, ia beranjak dari sofa ke dapur untuk mengambil es krim. Pilihannya terjatuh pada es krim rasa Cokelat dengan taburan biskuit favoritnya yang sejak kemarin ia dambakan.
Baru saja Sadira meraih sebuah gelas kaca, tiba-tiba ia terkejut dengan datangnya Molly yang langsung menyerang kakinya. Untung saja, gelas itu tidak terlepas dari genggamannya.
"Molly ngagetin, ih," decak Sadira.
Cewek itu lalu mengambil sekotak es krim dari dalam kulkas dan segera memindahkan es krim ke dalam gelas sebanyak lima sekop.
"Devo mau gak, ya?" gumam Sadira.
Ia menggedikan bahunya yang menganggap cowok cool seperti Devo, tidak menyukai es krim. Karena sifatnya aja, udah dingin. Apalagi, ditambah es krim bisa-bisa rumah Sadira berubah jadi kutub seketika.
Setelah mengambil es krim, Sadira meletakkan kembali kotaknya ke dalam kulkas. Ia berbalik badan hendak berjalan menuju ruang tamu, namun langkahnya terhenti ketika sosok cowok tinggi berdiri tepat di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cappucino
Teen Fiction"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, bukan? Namun apa aku salah jika aku berharap pertemuan kita tidak bertemu dengan perpisahan?"