BAB 7

226 25 2
                                    

Yang membuat Angkasa tersenyum ialah senyuman Aira. Sedari tadi Aira bercerita bahwa ia merindukan sosok Angkasa, sampai Aira menjelma menjadi seorang manusia gabut.

" Jalan-jalan yuk, itung-itung maaf karena gue udah jutek banget," ajak Angkasa sambil menyeruput sisa kopi di gelasnya. Aira mengangguk lalu segera berjalan menuju parkiran, meninggalkan Angkasa yang membeli biji kopi dulu. " Di rumah mau di giling trus dibuat V60," kata Angkasa sambil memakaikan Aira helm hitamnya.

Aira terlihat lucu mengenakan helm hitam tersebut. Rasanya Angkasa ingin menyubit pipi gadis itu.

Aira segera duduk menyamping di belakang Angkasa, memeluk pinggang Angkasa. Meskipun tadi pagi Angkasa menjemputnya namun Aira tidak berani memeluk Angkasa. Aira bersyukur pada Tuhan masih menyelipkan rasa kemanusiaan dan rasa kasihan pada jiwa Angkasa. Kalau tidak, Aira sudah di benci seumur hidup sampai ia berada dalam alam baka.

Angkasa tahu dirinya tidak akan bisa berlama-lama jauh dari sosok Aira. Sosok penenang, murah senyum, dan penyejuk hatinya itu adalah malaikat kedua setelah almarhumah Yanti.

Aira menatap ponselnya yang menampilkan bahwa ia sedang memutar lagu Dive dari Ed Sheeran. Sementara Angkasa fokus pada jalanan Jakarta, rasanya indah setelah damai. " Mau kemana sih?" tanya Aira menggerutu. Angkasa tersenyum samar, " Nanti juga tau."

***

Aira menatap sekeliling. Mengapa dirinya saat ini ada di pantai utara Jakarta? Sedari tadi Aira tertidur di punggung Angkasa, pantas ia sekarang masih kebingungan ia berada dimana.

" Turun." Angkasa membuka helmnya lalu membuka isi jok motornya. Terlihat kantong kresek yang terisi banyak snack di dalamnya. " Judulnya ini ngedate tapi kita kan temen, trus di ganti apa?" Angkasa melirik Aira dengan senyumannya lalu menjawabnya, " Anggap aja kita berdua anak muda SMA yang lagi sedang jatuh cinta dan kita nge date," Aira mengutuk dirinya dalam hati. Kata-kata Angkasa membuat pipinya bersemu, di tambah matahari terbenam yang terlihat tenggelam di laut. Warna jingga kini menghiasi pantai dan menghasilkan pantulan di air laut yang asin.

Angkasa duduk di pasir, dan Aira duduk berdampingan di sisi Angkasa. Kakinya tertekuk, keduanya kini menikmati sore senja di pantai utara Jakarta. Aira melepas tasnya, melepas sepatu dan kaos kakinya, serta menggerai rambutnya. Angkasa mengernyitkan dahinya ketika Aira berjalan menuju bibir pantai.

" Mau ngepain?"

Aira tertawa kecil, " Jail sedikit boleh dong." Air laut kini membasahi baju Angkasa setelah Aira mencipratkannya pada Angkasa. Dengan cepat, Angkasa melepas sepatunya lalu berjalan mendekati Aira.

Aira menjerit ketika Angkasa mengangkat tubuh Aira, membiarkan kaki gadis itu melilit di pinggangnya dan memeluk lehernya. " Ternyata lo enteng juga ya," kata Angkasa membuat Aira seketika memukul bahu Angkasa pelan.

" Lucu ya, kita sahabatan tapi kayak orang pacaran."

Angkasa menarik ujung bibirnya hingga senyuman kini terbit di bibirnya, terlihat manis. Namun terasa pahit karena kini jantungnya tertohok sesuatu. Apa yang Aira katakana itu setengah menohoknya, setengah membuat kupu-kupu berterbangan bebas di perutnya.

Angkasa melihat, kini sang surya meninggalkan bumi, di gantikan oleh bulan. Aira bisa merasakan dinginnya angin malam, angin kini membuat rambutnya yang tergerai melambai-lambai dan dinginnya menusuk tulang. Ketika Angkasa menyadari wajah Aira memucat, ia segera melepas jaketnya dan memberikannya pada Aira, " Nih."

Aira mengangguk pelan, membasahi bibirnya karena merasa bibirnya memucat.

***

Aira memangku dagunya, matanya terfokus pada laptop yang layarnya menampilkan foto dirinya bersama Angkasa dan Gilang. Hari ini Aira kembali mendapat kejutan, di pintu rumahnya, terdapat satu buket bunga mawar putih dan melati, dengan sepucuk surat tanpa nama.

Airisya,Where stories live. Discover now