Dua bulan kemudian...
LIBURAN pertengahan tahun ini tidak seindah tahun kemarin. Sama sekali. Selama beberapa hari ini, Aira terus menemani Angkasa.
" Ra, lo kayaknya kecapean. Gue aja ya, lo istirahat aja di rumah," ujar Lena seraya menepuk bahu Aira. Lena menatap wajah Aira yang kelelahan, bisa di lihat dari bawah matanya yang terdapat kantong mata yang mulai menghitam.
Gak salah gue menitipkan Angkasa ke perempuan ini.
Aira membangunkan dirinya, menatap tangan Angkasa yang masih di genggam olehnya. Semalaman Aira tertidur di bangku sambil menggamit tangan Angkasa. Lena menghembuskan napasnya kasar, " Ra, mau gue anterin?" Aira menggeleng, " Naik grab udah cukup, titip Angkasa ya. Sore gue balik lagi." Lena mengangguk, dia berganti posisi dengan Aira, gadis itu segera memakai hoodie abu-abunya dan pergi meninggalkan Lena.
Mata Aira menatap ponselnya, sesekali melirik ke arah masuk rumah sakit, takut driver ojek online tersebut lewat. Untung Aira memesan kategori mobil, jadi ia bisa tertidur selama beberapa menit.
" Mbak Aira ya?" tanya sang driver.
Aira mengangguk sambil menaruh ponselnya di slingbag hitamnya.
***
Aira tertidur pulas di kasur, sementara Arga sedari tadi berkutat pada laptopnya di sebelah Aira. Gadis itu sebelum tidur memaksa Arga agar menemaninya tidur. Jadi Arga menemani Aira tidur sambil mengerjakan skripsi akhirnya.
" Ra-ra, lo tuh emang udah takdirnya di kejar sahabat lo, dan saatnya juga lo milih salah satunya."
Dan benar, Aira bangun dan Arga sudah mengacaukan istirahatnya, " Ih ngepain speech tentang sahabat gue sih, ganggu tau gak," gerutu Aira lalu kembali tertidur, sementara Arga hanya mendengus geli lalu kembali mengerjakan skripsinya. Aira bangkit dari tidurnya, lalu memposisikan dirinya duduk di samping Arga, " Temanya paan bang?"
Arga menjulurkan lidahnya, " Kepoo," ucapnya membuat Aira langsung melemparkan bantalnya ke wajah Arga membuat lelaki itu terbahak puas karena sudah menghancurkan waktu istirahat Aira, juga meledek adiknya itu. " Ya Allah, gue di aniaya sama adek sendiri," gumam Arga menggerutu.
Aira tertawa kecil, " Biarin."
Wajah Aira menyiratkan rasa bahagia. " Bang, lega ya kalau kita udah kasih tau perasaan kita ke orang yang kita sayang," Arga mengangguk setuju, dan kini ia merasa inilah waktu yang tepat untuk mengobroli perihal cinta.
Arga menutup laptopnya dan meletakkan di nakas, " Lo sayang Angkasa?" Aira tersenyum seraya mengangguk, " And perasaan ini harfiah banget, alami. Gue awalnya biasa aja, dan sampai sekarang gue udah lega. Dan ternyata Angkasa juga sayang sama gue."
" Tapi gue nyesel, Angkasa koma dan sampai sekarang perkembangannya sama sekali gak ada," Aira menopang kepalanya di bahu Arga. Namun anehnya Aira tidak menangis, biasanya setahu Arga hal yang tidak begitu mellow saja Aira nangis. Cengeng. Mata Aira membulat kala dirinya melihat Angkasa di depannya, " Bang, lo liat Angkasa di depan kita kan?" Arga tertawa geli. " Dih, lo ngayal bukan? Kagak ada apa-apa, Ra."
Aira kekeuh, " Bang! Tapi gue liat!" serunya.
" Eh coba liatin dong ada Peter Cs gak? Gue mau kenalan sama mereka, gak ada doi gue yang bisa hibur gue nih," Aira memukul lengan Arga kesal, " Beneran Bang!!" kata Aira menggerutu. " Ra, gue pergi ya, gue sayang sama lo. Maaf gue belum bisa jadi yang terbaik."
Sa, jangan bilang...
Tangan Aira langsung menghempas selimut yang menutupi kakinya lalu kakinya kini berjalan mencari baju, dadanya bergemuruh. Akhirnya pilihannya jatuh pada celana hitam dan manset hitam, dan hoodie abu-abunya. Dengan gerakan tercepatnya, Aira mengganti bajunya di kamar mandi, bahkan dirinya tak sempat memakai lipbalm. "
YOU ARE READING
Airisya,
Teen Fiction( Proses Revisi Alur Selanjutnya) Airisya, Aku berterima kasih pada senja yang mempertemukan kita, dan Tuhan yang mempersatukan kita. Kini aku membiarkan senja membiru, tenggelam tergantikan oleh bintang yang menyinari wajahmu. Jika ini jalan...