BAB 5

304 22 0
                                    

Langit dan Bumi, Minyak dan Air bagaikan kita. Kita yang gak bisa saling memiliki, tapi kita masih bisa melengkapi satu sama lain.
🌹

          

Aira menyampirkan tali tasnya di bahu kanannya, menatap Angkasa yang sedang membuka helmnya, memastikan ia memarkirkan motornya dengan baik.

" Yuk."

Aira merasakan keadaan keduanya sedikit canggung sejak kejadian di rumah Gilang. Apa Aira saja yang terlalu drama atau memang ia terbawa suasana? Ah pikirannya kacau saat ini.

Aira menggigit bibirnya sepanjang perjalanannya menuju gedung bahasa, dan di sampingnya Angkasa yang juga menutup mulutnya. Namun saat ini pandangan Aira berpaling, matanya tertuju pada seseorang yang sedang menutup lokernya, mengambil buku paket Fisika dan Biologi.

Adito Bagaskara.

Orang yang meluluhkan hatinya, membuat dunianya lebih berwarna, meskipun dia hanyalah seorang secret admirer. Aira tersenyum menatap Bagas yang juga menatap matanya dengan teduh, " Hei, Aira," sapanya.

Aira menggigit bibirnya sedang, " Juga, gas," Angkasa menautkan satu alisnya, tidak mengerti. Tumben Aira salah tingkah jika disapa seseorang. Aira merasakan pipinya memanas, setelah Bagas menatapnya dengan senyum cemerlangnya. " Mati gue," gumam Aira melirik jam.

" Gue ke kelas ya, sa. Mau pelajaran matematika soalnya bye."

Dan Angkasa merasa kini ia punya saingan. Nyalinya semakin menciut.

***

Aira melambaikan tangannya pada Gilang yang sedang men-dribble bola di garis setengah lapangan. Lalu ia mengoper kepada Pierre. Sementara Audra, Fernan, Rama duduk di tribun sambil mengobrol yang tidak Aira mengerti.

" Mantan itu adalah achievement, you know?" kata Audra sambil menggerakkan tangannya. Rama mendengus, " Itu mulu, anjir."

Fernan menutup botol minuman isotoniknya. " Gak ngerti lagi gue sama Audra," ia membuka bungkus snacknya, lalu tangan Audra kini sudah berada di dalam bungkusan snack tersebut membuat Fernan mengernyitkan dahinya. " Gue lama-lama bisa bangkrut gara-gara makanan gue direbut mulu."

" Ra, ketawanya jaim banget," Aira menatap Rama tajam, " Raden Ramadhan kok ketawanya lepas banget, gak sopan," balasnya membuat Audra dan Fernan sontak tertawa terbahak-bahak.

" Kalah lo sama cewek, bro," Audra mengelus punggung Rama diselingi tawanya yang terus meledak.

Angkasa datang, membuat ketiganya diam. Bisa-bisa diceramahin ketua osis, kata Rama. " Kabur yuk," bisik Audra membuat kedua temannya setuju. Tanpa ancang-ancang, ketiganya kabur sementara Aira tertawa kecil melihat tingkah teman sahabatnya.

Angkasa tertawa, " Itu pada kabur kenapa sih," Aira tersenyum samar menatap Angkasa yang juga bingung mengapa Audra, Fernan, dan Rama kabur tanpa sebab. " Ada ketos soalnya, daritadi emang bertiga itu kayak orang gila. Gak jelas," balasnya.

Gilang dan Pierre berjalan ke tribun, dan kini Pierre bingung. Kemana teman-temannya pergi. " Lah gila mana temen gue," Pierre memijat pelipisnya, bingung kemana teman-temannya pergi.

" Paling juga ke kelas," ujar Aira sambil terkikik. Pierre mengangguk dan pamit pada ketiganya.

Aira menggigit bibirnya, menggenggam tangan kedua sahabatnya. " Kenapa, ra?" Aira menaikkan kedua alisnya, " Lo semua berhak tau gue suka siapa, ya gak?" Angkasa saat ini tidak bisa menelan ludahnya, tidak mungkin Aira memberitahu ia menyukai salah satu sahabatnya, kalau Aira memang suka dirinya atau Gilang pasti ia akan merahasiakannnya.

Airisya,Where stories live. Discover now