BAB 14

230 31 2
                                    

GILANG bukan tipe orang yang senang curhat alias cerita tentang hidupnya, apalagi ke Aira dan Angkasa. Jika di tanya perihal keluarganya, Gilang hanya berdeham kalau lagi kepepet ya cuman bilang, " B aja nothing's special."

Gilang bukan tipe orang yang open-minded apalagi open-hearted , sudah lama Gilang tidak memiliki hubungan spesial dengan siapa-siapa, saking keasikan berteman dengan Angkasa dan Aira juga berteman dengan guru BK ( ya, ulahnya suka berkeliaran di koridor di jam pelajaran, atau kabur ), Aira tahu Gilang hanya memiliki satu mantan; Naira, teman kecil Gilang. Tapi gak semua pelabuhan terakhir itu teman kecil, itu pandangan Gilang, walau di novel-novel yang biasa Aira baca mostly awalnya mereka berteman sejak kecil, dan Gilang masih belum ngerti apa itu friendzone sebenarnya, ya sekedar ingin lebih dari sekedar status pertemanan, keluar dari zona nyaman, ya hanya itu, selebihnya tidak.

Dia akui, Angkasa jagonya cinta. Kalau di minta jujur gantengan siapa juga pasti Gilang jawab dirinya sendirinya emang dirinya kegantengan.

Laki-laki itu mengusap peluh lalu kembali memantulkan bola ke lantai, memainkannya dan membuat lawannya terkecoh dan pandangannya teralihkan. Gilang butuh waktu untuk bersantai, hidupnya kini berubah setelah bertemu Aira dan Angkasa, dan menjadi ketua tim basket.

Gilang memasukkan bola basket tersebut ke dalam ring, lalu meminta pelatih basketnya untuk menggantikan dirinya dengan juniornya.

" Kamu bagus, Lang. Maaf ya kalau coach sering bikin kamu kecapean karena kompetisi sana-sini," Gilang menggeleng pelan, " gak apa-apa kok, bentuk kecintaan saya terhadap basket udah gak bisa ada yang halangin," aku Gilang dengan nada yang sebenarnya di buat-buat.

Gilang tidak mood melakukan apa-apa, sama sekali. Gilang hanya ingin mengistirahatkan diri, atau sekedar menatap kamarnya, mendengar suara Payung Teduh yang lagu-lagunya sukses membuat Gilang di buat baper, bahkan menjadi soundtrack hidupnya saat ini.

Apalagi beberapa hari ini ia melihat Angkasa dan Aira terus pulang bareng. Otak Gilang ruwet, tidak bisa diajak ngapain-ngapain, di tambah perutnya keroncongan karena sejak pagi ia belum makan.

" Pak. Saya pulang duluan."

***

Aira sama sekali tidak ada gairah dalam masa ia berpacaran dengan Bagas. Hanya dirinya sendiri yang berjuang, di tambah ia di palak terus oleh sahabat Bagas dan Bagas diam saja, tidak membelanya. Untung sayang, untung Arya baik ngasih duit jajan lebih.

Bego di pelihara. rutuk Aira kesekian kalinya, entah untuk Bagas atau dirinya yang terlalu naif yang mau saja di permainkan.

Klise.

Namun yang membuat Aira kepikiran ialah, mengapa ia tetap mencintai Bagas? Sudah sebegitu brengseknya tetap saja, hatinya memilih lelaki itu. Aira memukul bantalnya kesal sebagai pelampiasan. " Argh!" desahnya frustasi. Aira butuh me-time. Kegiatan FLSN yang beberapa hari yang lalu membuatnya sebegini lelahnya. Beruntung, semua terbayarkan karena ia mendapatkan peringkat kedua. Jujur, Aira bingung dengan hatinya.

Angkasa begitu peduli terhadap dirinya, melebihi seorang sahabat. Mau nanya tapi jika ia ada di depan Angkasa, seolah lidahnya kelu untuk bertanya tentang cinta. Bungkam bila di tanya cinta, resah bila di tanya rindu.

Hanya satu yang perlu Aira tanyakan.

Apakah dirinya jatuh cinta pada Angkasa?

Di suruh jawab, ya Aira nyengir doang, senyam-senyum sendiri. Aira masih tidak mengerti apa jalan cerita hidupnya, terutama jalan percintaannya yang ujungnya bakal kemana, mungkin melenceng.

Airisya,Where stories live. Discover now