MAKANAN yang terjajar di beberapa kios kantin tampak membosankan bagi Aira. Mengingat hari ini hari yang berat, dan sudah tujuh hari Aira menjadi siswi kelas dua belas dan pr yang guru beri padanya tak lagi terhitung alias bejibun.
Gilang nyengir menatap Aira yang hanya mengaduk kuah mie instan dengan sendok. Dirinya tahu, bulan ini adalah bulan yang cukup berat bagi Aira, terutama hubungannya yang merenggang dengan Angkasa. Gilang bingung, dirinya harus ada di pihak Aira atau Angkasa?
" Ra, Maafin gue," Angkasa meraih tangan Aira dari belakang, sementara Aira terdiam, menahan malu setengah mati karena semua mata tertuju pada meja yang ia tempati. " Cape gue hadepin lo, sumpah."
Angkasa mengangguk ngerti, " Tapi gue sayangnya sama lo, Ra." Semua bersorak ceria ketika Angkasa mengatakan satu kalimat itu dengan lantang, dan menatap iris mata hitam Aira.
" Lo mau kan jadi pacar gue?"
Aira menahan malunya, apa ini luka baru apa kebahagiaan yang selama ini Tuhan siapkan untuknya? Untuk saat ini Aira tidak bisa menjawabnya, karena lidahnya kelu. Di tambah ratusan siswa-siswi sibuk menatap keduanya. Ada yang tersenyum, ada yang dendam, ada yang juga baper.
Raut wajah Aira memucat, " Kenapa harus sekarang sih?" tanya Aira setengah berbisik, gemas. Sementara mata binar Angkasa memancarkan semua jawaban yang selama ini Aira butuhkan jawabannya.
" Demi cinta, gue siap melakukan apa aja, untuk penggenggam terakhir hati ini."
***
" Yang udah resmi nih, gue kapan ya allah," goda Gilang yang juga di selingi rutukan untuk dirinya. Angkasa dan Aira saling bertatap, " Ya resmiin dong si Valerie," ucap keduanya membuat semburat merah kini muncul di wajah Gilang.
" Cie blushing." Aira dan Angkasa menunjuk-nunjuk Gilang.
" Kagak," sergah Gilang cepat, menahan malu.
Mata Aira tak lepas menatap kedua sahabatnya, ralat, sahabat dan kekasihnya. Angkasa terbahak sambil memegang perutnya, merintih sakit. " Azab tuh, ngetawain orang sih," rutuk Gilang membuat Aira menatapnya sinis. " Halah, azab nih makanya lo jomblo diantara kita bertiga."
" Astagfirullah," ucap Gilang pelan, mengelus dadanya sabar. " Iya deh, yang taken mah beda," Gilang menghembuskan napasnya kasar, lelah diledek sebagai satu-satunya spesies jomblo di persahabatan ketiganya.
Setidaknya gue bahagia melihat lo berdua bahagia, gumam Gilang tersenyum tipis menatap kemesraan Aira dan Angkasa. Setidaknya dirinya sudah berpindah ke lain hati, Valerie.
" Kapan mau nembak Val?"
Gilang memijit dahinya tanda ia sedang berpikir, " Di Raja Ampat aja, supaya gue gak berasa jomblo. Eh si Valerin gimana atuh." Aira mendengus kesal, " Lah si Valerin bukannya udah punya pacar? Anak sini kan? Si...," Angkasa melirik Aira sejenak. " Kenneth. Eh, si Val anak sini kan? Apa pas MOS gue gak merhatiin Valerie sama Valerin?" Gilang bergumam, " Bego."
" Curhat aja ke kembarannya, nanti juga dia ngerti ngape kagak diajak kesana." Angkasa menyahut santai. Aira menepuk bahu Gilang. " Kita bantu kok."
" Ngepain lo bantu dia sih?" keluh Angkasa bercanda.
" Najisun lo, gak pas sahabatan pas pacaran tetep aja sok receh."
***
Valerin menatap rooftop gedung apartemen Gilang yang di isi oleh tanaman hidroponik, tempat duduk untuk bersantai menjamu makanan dan minuman dari restoran sembari menunggu sunset.
YOU ARE READING
Airisya,
Teen Fiction( Proses Revisi Alur Selanjutnya) Airisya, Aku berterima kasih pada senja yang mempertemukan kita, dan Tuhan yang mempersatukan kita. Kini aku membiarkan senja membiru, tenggelam tergantikan oleh bintang yang menyinari wajahmu. Jika ini jalan...