14 - Sandiwara Labirin

1.8M 96.6K 8.7K
                                    


Iqbal naik kedalam bus, ia hampir telat karena kakaknya yang ribut pagi-pagi ngidam minta bebek 5 warna!.

Keadaan bus sudah sangat ramai, supir-nya juga telah duduk manis di belakang stir. Pandangan Iqbal menyapu setiap penujuru kursi, mencari duduk yang tersisa. Riuh-riuh teman-teman dan adik kelasnya begitu nyaring.

Kedua mata Iqbal terhenti disatu titik, di kursi nomer 4 dari depan, Iqbal dapat melihat jelas Acha sedang memakan sandwich ditanganya sembari mengobrol akrab dengan pria disampingnya, Juna!

Desahan berat tanpa disadari keluar dari bibir Iqbal.

"Lo nggak dapat duduk?"

Iqbal terkejut dengan pertanyaan dari belakangnya, ia melihat pemilik suara itu. Dino.

Iqbal tersenyum kecil, setelah itu ia berjalan ke belakang, hanya kursi disana yang tersisa. Kedua mata Iqbal menatap lurus ke depan, tak mempedulikan apapun yang ada disamping kanan dan kirinya. Walau, Iqbal dapat merasakan bahwa ada seorang gadis yang tengah mengikuti tubuhnya.

Iqbal tersenyum dalam hati. Gadis itu masih menyukainya!.

Di sisi lain, Acha hanya bisa melengos, Iqbal bersikap acuh tak acuh dengan dirinya lagi, tidak mempedulikannya sama sekali. Acha merasa semakin tak ada harapan. Ya... Mungkin seharusnya ia menyerah sepenuhnya.

Acha menatap Juna, pria itu sibuk mengusapi mulutnya dengan tissue, Juna tersenyum merekah ke dirinya. Acha memaksa untuk membalas senyum itu.

"Apa Acha harus belajar mencintai Juna?"

Acha merasakan matanya memanas lagi, dengan cepat ia memutar kepalanya, menghadap ke luar jendela. Tak mempedulikan Juna yang terus mengajaknya mengobrol. Acha sedang tidak mood melakukan apapun.

"Apa Iqbal sama sekali nggak pernah ada rasa ke Acha?"

"Acha harus beneran nyerah?"

"Meskipun menyukaimu sesakit ini, aku tidak pernah menyesal! Karena aku sudah menyiapkan sakit itu dari awal!"

****

Acha mendecak sebal, dari turun dari pembagian kelompok, pembagian materi sampai outbond yang namanya Tesya tak pernah lepas di sisi Iqbal. Mereka berdua kemana-mana bersama layaknya orang pacaran.

Belum lagi, Iqbal yang terlihat terus tersenyum ke Tesya. Membuat Acha terbakar api cemburu.

Acha menghentakkan kakinya kesal! Ia lebih baik menjauh tak memberikan asupan panas untuk kedua matanya, pemandangan yang tidak enak dilihat! Membuat hati dan matanya sepat!.

Acha membalikkan badan, ia setengah berlari untuk ke tenda yang disediakan oleh anak-anak osis. Lebih baik dirinya menemui Juna. Acha menghela berat, kekesalanya semakin bertambah.

Acha menarik kursi yang tak jauh darinya, ia duduk disana. Acha memilih menunggu Juna kembali saja. Daripada diluar ia akan melihat Iqbal dan Tesya lagi!.

Namun, ketika Acha membuka gorden yang digunakan sebagai pintu tenda, Acha tak menemukan siapapun disana. Tak ada kehidupan sama sekali. Sepertinya anak-anak osis sedang sibuk membereskan peralatan outbond yang digunakan siang tadi.

Acha mengeluarkan ponsel, membuka aplikasi youtube, ia menonton film BayMax yang belum diselesaikanya tadi malam. Menghilangkan kejenuhannya.

MARIPOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang