18 - Kesempatan Terakhir

1.6M 84.7K 6K
                                    


Glen menyingkirkan kursi di sebelahnya, ia berjalan ke arah Iqbal dan Rian yang sedang berdiskusi entah tentang apa, Glen juga tidak tau. Tapi perkiraan Glen mereka sedang merundingkan alasan harga Cireng Mbak Wati yang naik setiap minggunya!.

Mbak Wati sungguh kejam!

"Guys!" panggil Glen tiba-tiba duduk diatas bangku Rian, membuat dua sahabatnya itu terkejut.

"Monyet! Lo sekolah nggak bawa otak?" sunggut Rian sedikit kesal.

"Hehehe. Iya tadi gue loundry masih di jemur di rumah. Biar otak gue clean gitu" jawab Glen ngaco.

Rian mendesis pelan.

"Ke lapangan utama yuk" ajak Glen.

"Ngapain? Males ah. Paling bazar biasa buku kayak tahun kemarin" balas Rian ogah-ogahan.

"Loh jangan salah! Siapa tau kita nemu bolpoint ber-jatuhan disana!" sahut Glen ber-positif thingking.

Iqbal menendang Glen dengan kakinya yang sengaja ia angkat!

"Gue heran sama lo berdua! Tuh bolpoint lo apakan? Hah?" tanya Iqbal sembari geleng-geleng.

"Kita punya itikad baik dengan bolpoint-bolpoint itu Bal" ucap Rian memberikan klarifikasi.

"Itikad baik apaan? Wajah lo berdua itu penuh dosa semua!"

Rian dan Glen saling bertatapan sebentar, kemudian mereka menoleh ke Iqbal dengan tatapan sinis.

"Yang penuh dosa itu lo!" sentak Rian dan Glen bersamaan sembari mengarahkan jari telunjuk mereka ke wajah Iqbal.

Iqbal sedikit memundurkan tubuhnya.

"Kok bisa gue! Nggak lah!" timpal Iqbal tak mau disalahkan.

Glen kembali duduk diatas bangku, mendekati Iqbal.

"Gue tanya ke lo!" ucap Glen dengan wajah serius. "Udah berapa kali lo buat nangis Mbak Wati?"

"Acha bego! Acha! Bukan mbak Wati!" timpal Rian gemas.

"Oh iya. Maksud gue si Acha!" ralat Glen dengan cepat. "Sudah berapa kali lo buat nangis Acha?"

"Berkali-kali kan?" desis Glen sinis. "Dasar pria tidak tau malu!Cihh...."

Iqbal diam saja, tak ingin menjawab pertanyaan itu karena dia juga tidak tau harus menjawab apa. Ia memilih mengambil ponsel dan earphone dibawah kolong mejanya.

"Lo ikut gue apa enggak ke Lapangan utama?" tanya Glen ke Rian.

Rian berpikir sebentar.

"Lo nggak ngajak Iqbal juga?" tanya Rian balik.

"Nggak usah. Gue udah tau jawabanya!" ucap Glen dramatis. "Acha aja di tolak gimana gue!"

Rian mengangguk-angguk membenarkan ucapan Glen barusan.

"Gue disini aja deh. Males keluar juga. Panas!" ucap Rian menolak ajakan Glen.

Glen mendengus, kecewa dengan jawaban Rian. Ia segera turun dari atas meja dan berjalan keluar kelas.

"Gue ke lapangan duluan!" teriaknya dari luar.

Rian dan Iqbal tak berniat membalas teriakan orang setengah tak waras itu. Setidaknya dengan tidak adanya Glen kelas semakin sepi, hening dan tenang. Ya... Kini hanya cuma ada Rian dan Iqbal saja di kelas.

MARIPOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang