21 - Acha bukan seperti itu!

1.7M 85.8K 25.1K
                                    


"Ayo naik"

"Gue anterin pulang"

Acha menangkat kepalanya, melihat wajah orang yang menawarinya tersebut. Acha terdiam cukup lama.

"Ayo" ajak pria itu dengan tak sabar.

Acha mendecak pelan, memberikan penampakkan raut muka tak enak.

"Katanya tadi nggak mau nganterin, sekarang nyuruh-nyuruh!" cerca Acha masih sebal.

Ya... Pria yang berhenti dengan motornya di depan Acha tak lain dan tak bukan adalah Iqbal. Entah apa yang membuat pria itu merubah pikirannya, Acha sendiri tidak tau.

Jujur, Acha senang dengan kehadiran Iqbal, tapi mengingat kejadian tadi, masih terasa kekesalanya yang membekas di hatinya.

"Mau gue anterin nggak?" tanya Iqbal masih bersabar. "Kalau nggak mau, gue balik duluan"

Acha buru-buru menggelengkan kepalanya, ia segera menarik helm yang ada dibelakang motor Iqbal dan memakainya. Bodo amat sama harga diri dan gengsinya! Daripada pulang sendirian!.

Iqbal menatap Acha yang dari kaca spion, gadis itu heboh sendiri menaiki motornya. Iqbal tersenyum kecil.

"Ayo. Acha sudah naik" ucap Acha dengan nada sok dingin.

Iqbal tak menyahuti apapun, ia segera menjalankan motornya, meninggalkan sekolah yang masih ramai dengan warga sekolah yang juga ingin cepat-cepat pulang.

Selama perjalanan pulang tidak ada yang mereka bicarakan, Iqbal fokus ke depan jalan yang ramai dan lumayan macet. Keadaan yang tidak bisa terhindari.

Sedangkan Acha sibuk dengan pikiranya sendiri, ia mencoba menikmati angin sore bercampur polusi.

****

Acha turun dari motor Iqbal, mengembalikkan helm yang sudah ia lepaskan beberapa detik yang lalu. Acha masih memasang wajah cemberutnya.

"Besok nggak usah jemput Acha. Acha bisa berangkat sendiri"

"Emang gue nawarin?" balas Iqbal dingin dengan kedua mata sibuk menaruh helm yang diberikan Acha kepadanya.

Acha mendesis sebal sembari menghentakkan kaki kananya ke tanah. Melampiaskan kemarahanya yang bertambah parah.

Setelah selesai mengaitkan helm di belakang motornya, Iqbal kembali menatap Acha, sedikit terkejut melihat sorot wajah kesal gadis berparas putih itu. Iqbal tertawa pelan.

"Besok gue baru datang ke sekolah jam 8 pagi. Gue harus nemenin Pak Bambang sama Tesya ke Dinas pendidikan, nyerahin formulir olimpiade Fisika" jelas Iqblal.

"Kenapa harus Teysa?" nada Acha tiba-tiba meninggi. Ia sensi berat mendengar nama adik kelas satu itu.

"Dia yang lomba" jawab Iqbal seadanya.

"Kenapa Iqbal harus ikut juga? Kenapa nggak Pak Bambang sama Tesya aja?" tanya Acha semakin berbondong.

Iqbal mengangkat kedua bahunya.

"Nggak tau. Pak Bambang pinginya gitu"

Acha melipat kedua tanganya, bibirnya semakin maju ke depan.

"Kenapa Iqbal nggak nolak aja? Kenapa nggak nyuruh Dino aja yang nemenin?"

"Kenapa harus Iqbal?" sentak Acha sebal.

MARIPOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang