39 - GGN

1.5M 79.5K 24.2K
                                    


Selama perjalanan pulang, Acha tetap diam, ia asik dengan dunia dan pikirannya sendiri. Ia berusaha menikmati pemandangan malam dan lalu-lalang kendaraan yang sangat ramai.

     Acha tak berani menatap kesamping sedikitpun, ia tak mau bertambah sakit hati ketika melihat wajah Iqbal yang sangat tenang, seolah tak merasa bersalah sama sekali.

Menyebalkan!

*****

     Iqbal menghentikan mobilnya di depan rumah Acha, macetnya jalanan tadi membuat mereka berdua membutuhkan waktu 30 menit lebih lama untuk sampai di rumah. Iqbal menoleh kesamping, mendapati Acha sudah membuka pintu mobil.

"Acha masuk rumah dulu," ucap Acha dan keluar dari mobil begitu saja tanpa melihat Iqbal sedikit pun.

     Iqbal menghela berat, masih tidak mengerti dengan sikap Acha. Iqbal pun segera ikut keluar dari mobil, ia menghampiri Acha.

     Iqbal menghentikan Acha yang sedang berusaha membuka kunci gerbang rumahnya. Iqbal berdiri dihadapan Acha.

"Kenapa sih?" tanya Iqbal

"Apanya?" tanya Acha balik.

"Lo marah?"

          Acha menggelengkan kepalanya lemah,

"Nggak kok, Acha nggak marah," jawab Acha setenang mungki.

     Iqbal memperjelas pandanganya, memperhatikan baik-baik raut wajah Acha.

"Beneran?" pancing Iqbal,

     Acha menghela napas pelan, menatap ke arah lain sebentar. Acha menenangkan dirinya agar tidak gugup. Detik berikutnya, Acha memberanikan diri membalas tatapan Iqbal kembali.

"Acha cuma kecewa aja, " jujur Acha mulai terbuka.

"Karena?" tanya Iqbal tak tau.

     Acha ragu untuk menjelaskannya apa tidak, ia takut Iqbal menganggapnya sangat kekanak-kanakan, dan menyebabkan pria itu jadi ilfeel kepadanya. Acha menurunkan pandanganya sebentar,

"Karena apa?" tanya Iqbal lagi.

"Ka..Karena jawaban Iqbal ke Glen," jawab Acha. "Kenapa Iqbal nggak jawab aja tadi kalau kita memang pacaran."

     Acha mengangkat kepalanya, memandang Iqbal.

"Iqbal malu ya pacaran sama Acha?" tanya Acha menahan rasa gejolak kekhawatiran dan ke gugupan yang begitu besar.

     Tatapan Iqbal berubah lebih dingin. Ia menyorot Acha lekat dengan bibir masih terbungkam.

"Ah...Hanya karena itu lo marah?" tanya Iqbal sedikit sinis.

"hanya ya..." batin Acha semakin kecewa. Namun Acha berusaha menahan rasa sesak di dadanya.

            Acha dengan cepat menggelengkan kepalanya, tidak mau Iqbal salah paham. Acha tidak mau membuat Iqbal membecinya.

"Acha nggak marah! Seriusan." ucap Acha meluruskan. "Acha minta maaf, Acha yang salah." lanjutnya dengan kepala tertunduk, takut dengan tatapan Iqbal.

            Terdangar helaan napas berat yang dikeluarkan Iqbal,

"Gue besok berangkat ke Prancis seminggu, gue mau hubungan kita baik-baik saja." ucap Iqbal.

"Iya, maafin Acha."

"Masuk sana," suruh Iqbal.

            Acha menganggukan kepalanya beberapa kali, Acha memaksa untuk tersenyum, tak mau membuat Iqbal khawatir lagi. Toh, ini hanya masalah kecil tidak perlu di besar-besarkan.  Walau masih terbesit rasa kecewa di hatinya.

MARIPOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang