Setelah aku mengungkapkan isi hatiku sore itu. Aku memutuskan untuk berusaha mengingat Ben perlahan namun pasti, tapi sebelum aku mengingatnya kembali untuk sementara aku akan berperan sebagai layaknya seorang istri.
"Hmm.. Gimana aku mau tau pekerjaan seorang istri itu seperti apa. Untuk Searching Aja aku nggak tau mau pakai apa." Aku menghela nafas.
Saat ini aku duduk diatas tempat tidur menunggu giliranku untuk memakai kamar mandi Ben. Yah sebenarnya ada kamar mandi lain. Tapi aku lebih nyaman pake yang ada dikamar ini, entah kenapa. Aku merasa sudah terbiasa dikamar ini.
"Mungkin memang aku pernah hidup disini dimasa lalu, tapi kapan yah?." Ucap ku mencoba mengingat kembali.
Aku merasa sesuatu membungkus ku. Rasanya hangat. Dan nyaman.
Aku mencari asalnya. Ternyat ini ulah tubuh Ben yang duduk dibelakangku sambil mendekap ku dari belakang.
"Apa yang kau pikirkan. Sampai tak menyadari kehadiran ku?." Ucapnya yang memejamkan mata.
"Tidak. Aku hanya berfikir. Kenapa kau seperti bebek saja. Selalu berbicara seenaknya, bertindak seenaknya tanpa memberi orang lain kesempatan."ucapku kesal.
Tapi yang ku ejek malah, tersenyum lebar dan tambah mengeratkan dekapannya. Aku sesak kan jadinya.
"Menjauhlah dariku. Aku kan belum mandi. Apa kau tak mencium bau aneh dariku?." Ucapku meronta-ronta dalam dekapannya.
"Bagiku kau itu selalu harum. Karena setiap kepingan tubuh mu adalah kesukaan ku begitu juga bau mu." Ucapnya. Mencium leherku yang terekspos karena aku menyanggul rambutku ke atas.
Ya Tuhan. Apa ini akan jadi hari pertamanya menjadi istri seseorang.
"A-apa yang kau lakukan. Aku bilang aku belum mandi, dan ini sudah malam. Bi-bisa kah kau menghentikan tingkah mu ini?." Ucapku. Terbata karena merasa Gugup.
"Hmm.. Ya sudahlah. Jika itu mau mu. Tapi dengan satu syarat!." Ucapnya antusias. Awalnya ia merenggangkan dekapannya. Kemudian mempererat nya lagi.
"Cepat katakan. Aku harus mandi dengan cepat, tubuh ku benar-benar butuh mandi setelah dua minggu ini." Ucapku.
"Kau harus tidur dengan ku sambil berpelukan sampai pagi. Tenang saja hanya sebatas itu, tak lebih kok." Ucapnya. Dia menyadari tatap ku yang sempat berfikiran jauh.
"Baiklah-baiklah. Kalau begitu lepaskan aku." Kataku. Pasrah saja. Satu hal yang aku ketahui tentang Ben saat ini. Dia itu keras kepala.
Dia melepaskan ku setelah ia mencium bahuku.
Lalu aku bergegas masuk kekamar mandi. Ah hampir saja.
"Ben! Dimana aku bisa mendapatkan baju?!." Kataku berteriak dari dalam kamar mandi. Tak ada jawaban. Akhirnya kuputuskan untuk keluar.
Tapi aku mendapati Ben yang malah tertidur diatas tempat tidur itu. Ia ternyata cepat sekali tidurnya. Baru juga semenit ia tinggal, sudah tidur dia.
"Dimana yah, kira-kira." Aku memutuskan untuk mencarinya sendiri. Lalu mengedarkan pandangan ku kesekeliling.
Seketika sebuah banyangan adegan menyelusup masuk dalam Ingatanku.
Aku tersentak kaget dengan ingatan yang tiba-tiba ini. Dengan cepat aku menahan badanku pada tembok.
"Tunggu aku pernah mengalami ini."
Ku kuatkan Ingatanku lagi. Kemudian aku perlahan membayangkan diriku saat itu.............
............Ah Disana ada pintu.
Bukan-bukan ini pintu kamar mandi.
"Gila! Besar banget! Ini Permandian kayaknya Deh."Mungkin itu pintunya.
"Gila-gila!! Ini Mall kali yah.. Banyak banget baju-baju bermerek. Sepatu. Ah pengen jadi pencuri gue rasanya."
Tapi itu bukan gayaku.Sebaiknya aku bergegas Deh. Ini pintu terakhir diruangan ini. Dan lumayan besar juga untuk ukuran pintu kamar.......
..........Hanya sebatas itu. Aku melihat bayangan diriku keluar dari kamar ini.
"Ok. Mungkin pakaian yang aku cari ada diruangan itu. Mungkin. Hanya mungkin." Kataku yang masih tidak yakin apa Ingatanku itu betul.
Dan seperti sengatan listrik. Benar.
Diruangan ini sama seperti waktu itu. Tak ada yang berubah. Masih sama, dan aku mengambil beberapa pakaian untuk ku pakai setelah mandi, lalu aku berjalan menuju kamar mandi.
Walau masih dengan pikiran yang blank.
Original Story By;
Sheriligo
KAMU SEDANG MEMBACA
Retisa Arabella [Jefferson] ✔️
Sonstiges[COMPLETED] what that you think about distant past? Entahlah. Semuanya terjadi begitu saja. Dan aku tak tahu harus apa. Pujian-pujian itu membawa suka disekilingku, tapi malah berakhir menjadi sebuah duka kala itu. Terus seperti itu. Hingga aku ber...