"Aku sudah sehat. Sungguh."kataku lalu berlari kecil keluar kamar. Meninggalkan Ben.
Tiap tangga Kuturuni dengan cepat. Hingga tiba diruangan besar yang penuh perabotan masak.
Ada seorang wanita parubaya yang sedang sibuk memasak. Rambutnya sudah didominasi dengan warna putih.
Tapi siapa pun tau, bahwa dia dulunya adalah seorang wanita cantik.
"Nenek!,"teriak ku lalu menghambur dalam pelukannya.
Nenek kaget. Tapi tetap membalas pelukan ku dengan sama eratnya.
"Kapan kau siuman?."tanyanya.
"Baru juga semenit yang lalu."kataku.
Nenek melepaskan pelukannya,"kenapa kau turun dari tempat tidur. Kau kan belum sehat."katanya khawatir.
"Saat mendengar nenek disini, saat itu juga aku sembuh."kataku kembali memeluknya.
Kami saling peluk hingga suara bas yang merdu mengintrupsi kami berdua.
"Nenek aku ingin menanyakan sesuatu. Bisa kita bicara sebentar?," tanya Ben.
"Kenapa tidak bicara disini saja? Aku kan juga mau dengar." Kataku yang sedikit marah.
"Tapi nanti kau akan merasakan duka itu lagi." Kata Ben mendekati ku. Lalu mengelus rambutku.
"Tenang saja. Itu tidak akan membuatku terluka, kau dan nenek kan ada untuk menguatkan ku."kata ku dengan tekat yang kuat.
"Baiklah."kata Ben pasrah.
"Bagaimana jika kita ngobrol ditempat duduk sana. Agar suasananya mendukung..," kata nenek menunjuk beberapa deretan kursi merah bulat kecil dibawah tangga.
"Baiklah."kata Ben lagi.
Kami bertiga menuju tempat duduk itu, lalu memposisikan diriku didekat nenek dan merangkulnya.
Aku senang bisa bertemu nenek setelah sekian lama.
"Nenek bagaimana reaksimu saat tau aku mengalami kejadian pesawat yang sama dengan tujuh tahun yang lalu?," kataku dengan mengenggam tangan nenek.
"Tentu saya aku syok, dan hampir kena jantungan. Apalagi diTV dikatakan korban telah ditemukan dalam keadaan luka berat dan luka ringan, d-dan ada satu orang pe-penumpang meninggal kehabisan nafas ju-juga satu pilot meninggal karena jantung, juga satu orang dinyatakan hilang." Kata nenek, dia meneteskan airmata.
"Lalu nenek mencari nama cucu nenek dikorbankan yang luka-luka. Tapi nenek tidak melihat ada namamu Disana. Nenek saat itu hampir pingsan. Nenek pikir kau adalah korban meninggal itu, tapi saat mencari namamu. Ternyata itu bukan kau, karena yang meninggal adalah seorang bapak-bapak dan satunya lagi pilot pesawat." Sambung nenek menjelaskan.
"Jadi aku ada didaftar hilang?," tanyakku.
Ben juga terlihat serius dengan alur tiba-tiba percakapan ini.
"Iya. nenek sedikit lega ketika tau kau didaftar hilang, tapi juga sedih." kata nenek."selama tak ada kabar lagi tentang mu, nenek mengurung diri. Hingga seseorang membunyikan bel rumah nenek dan mengatakan kau pingsan."
"Ah itu pasti orang yang aku kirim," kata Ben. Aku melirik ke padanya.
"Nenek dibawah dengan mobil yang keren. Tapi yang nenek pikirkan hanya tentang mu, sampai nenek melihatmu terbaring diatas tempat tidur, dipulau yang sama dengan saat tragedi Hercules dulu." Kata nenek tersenyum.
"Satu hal yang aku syukuri dari yang nenek sampaikan ini."kataku menangis,"masih ada penumpang yang selamat. Walau satu orang yang tewas."
Ben berpindah duduk menuju didekatku. Memeluk ku, mencium puncuk kepalaku.
"Tapi nenek juga bersyukur. Berkat kejadian ini kau telah menemukan ingatanmu dan orang yang sangat berharga bagimu." Kata nenek tersenyum kepada kami yang sedang berpelukan.
Aku langsung mendorong Ben menjauh. Dan dia terjatuh dengan wajah merintih kesakitan dibagian asinusnya.
Nenek tertawa kecil melihat tingkah kekanakan kami.
Dan Ben juga melakukan hal yang sama.
Kecuali aku dengan wajah memerah. Mengapa aku selalu saja bisa luluh didepan pangeran bebek ini.
Ah bukan. Dia adalah raja Jefferson.
Original Story By;
Sheriligo
KAMU SEDANG MEMBACA
Retisa Arabella [Jefferson] ✔️
Diversos[COMPLETED] what that you think about distant past? Entahlah. Semuanya terjadi begitu saja. Dan aku tak tahu harus apa. Pujian-pujian itu membawa suka disekilingku, tapi malah berakhir menjadi sebuah duka kala itu. Terus seperti itu. Hingga aku ber...