Kami saling diam. Memandang laut yang indah, suara ombak menjadi latar suasana disekitar kami.
Aku tak lagi dipangku olehnya. Yah.. Setelah aku memperlihatkan seberapa marahnya aku, dia baru mau menyetujui permintaan sederhana ini.
Kami duduk berdampingan disebuah ayunan yang tergantung dibatang pohon yang kokoh.
Didepan sana sangat indah. Membuatku lupa sejenak akan semua kejadian dua minggu yang lalu.
Aku juga bisa merasakan tatap Ben disampingku. Dan itu membuat ku risih.
Sekarang memang aku sudah tidak memakai handuk. Aku memakai dress selutut. Entah dari mana ia mendapat pakaian ini. Karena saat ku tanyak ia hanya bilang "pakai saja".
Aku menghela nafas dalam."bisakah kau melihat kedepan sana. Aku malu jika terus ditatap seperti itu, tenang saja aku tidak akan Kemana-mana." Ucapku memejamkan mata. Lalu membukanya dan balik menatap pria disampingku.
"Wow... Sepertinya kau mulai menerimaku sekarang." Ucapnya cengengesan,"bagaimana jika aku berhenti memandangmu. Tapi sebagai gantinya aku memangku mu sambil mendekap badan mu?." Katanya. Bernegosiasi.
Ya Tuhan. Kenapa sih cowok ini. Apa dia sefanatik itu padaku?
"Bagaimana jika kita berpegangan tangan saja. Dari pada kita jatuh jika kau memangku ku, karena tempat duduk ayunan ini kecil. Apa kau sadar ?." Kataku menatap dengan raut wajah kesal.
Dia hanya menatapku. Lalu mengulurkan tangannya ke belakang kepalaku. Menarik ku lembut mendekatinya. Dan mencium dalam dan lama, dahiku. Entah kenapa aku jadi damai.
Dia menjauh, dan mengusap wajahku. Kemudian beralih ke rambutku menuntun helai-helai rambutku ke samping.
"Hmm... Baiklah. Walau itu tak cukup buatku. Tapi aku tak masalah. Selagi aku bisa merasakan kehadiran mu." Ucapnya menggenggam tanganku.
Lalu ia memposisikan kepalanya dibahu ku yang terekspos karena ia menyampirkan rambutku tadi.
Aku kan masih lemah."aku tak kuat. Badanmu berat, dan aku masih lemah." Ucapku.
Dia menegakkan kepalanya. Lalu menukar posisi kami, dia memposisikan kepalaku ke bahunya.
Karena merasa nyaman dengan posisi ini. Aku tak mengambil pusing. Dan terus memandang kedepan Sana.
"Ben.." Lirih ku.
"Ada apa My Queen? Apa ada yang sakit?." Katanya khawatir.
"Tak ada yang sakit. Hanya saja aku masih bingung dengan keadaan ini. Aku baru saja mengalami duka, kemudian tiba-tiba kau datang dan berkata kita sudah menikah. Semuanya terjadi begitu cepat seperti cuplikan film. Aku bingung harus bagaimana. Bisakah kau menuntun ku." Aku menangis sambil mengatakan semua isi hatiku.
Ben mengusap air mataku."tenanglah. Apapun yang terjadi aku akan selalu ada untukmu. Walau dunia terbalik pun aku akan selalu jadi orang pertama yang menerima imbasnya. Kau tak perlu cemas, semuanya akan baik-baik saja jika kita bersama." Ucapnya memeluk ku. Mencium puncuk kepalaku.
Dia sangat baik. Apa aku layak bersanding dengannya sebagai istrinya? Apa aku sanggup menghilangkan dukanya? Apa aku layak menjadi sosok yang memberi dia "suka" dalam hidupnya?
Aku mengulurkan tanganku. Mencoba membalas pelukannya. Ku erat kan pelukan ku, begitu juga dengannya.
Ini sudah sore. Tapi pemandangan senja itu tak bisa mengehentikan sesi peluk memeluk kami.
Sekarang aku sadar. Walau otakku tak mengingatnya, tapi jiwa dan raga ini sangat mengenal sosok Ben. Suami ku yang entah sudah berapa tahun lamanya menyandang status itu. Pria yang saat ini membuatku berfikir."mungkin semua duka hanya pengantar agar aku dapat merasakan suka ini bersamanya."
Layak kah aku bersamamu Johnson Bennett Jefferson.
Aku harus bisa membuat diriku layak. Karena dalam cinta tak ada kata mustahil. Karena cinta adalah alasan itu sendiri agar kita menjadi layak.
Original Story By;
Sheriligo
KAMU SEDANG MEMBACA
Retisa Arabella [Jefferson] ✔️
De Todo[COMPLETED] what that you think about distant past? Entahlah. Semuanya terjadi begitu saja. Dan aku tak tahu harus apa. Pujian-pujian itu membawa suka disekilingku, tapi malah berakhir menjadi sebuah duka kala itu. Terus seperti itu. Hingga aku ber...