4 [II] - Ben POV|Apa kau Bercanda

341 26 0
                                    

"Apa kau sungguh tak mengingat ku?." Ucapku yang kesekian kalinya. Saat memposisikan meja kecil khusus didepannya untuk posisi makan ditempat tidur.

"Huft... Berapa kalipun ku katakan, kau pasti tak akan percaya. Aku tidak mengingat mu sama sekali tuan." Ucap Retisa ku. Dan sepertinya ia mencoba agar aku mau mengiyakannya saja apa yang ia katakan.

Tapi aku sungguh ingin ia menggingat kebersamaan kami yang dulu,"Aku ini pangeran bebek mu. Apa kau sungguh lupa?." Ku dekatkan wajahku. Ku harap posisi ini dapat membuatnya ingat.

Dia hanya menghela nafas. Sendok ditangannya ia simpan kembali dipinggir sup yang tadi aku bawa.

"Baiklah aku akan coba mengingatnya." Katanya sambil bergerak seolah seperti peramal."Ok.. Aku tidak mengingat mu. Kau tak pernah ada dalam kehidupan nyata ku. Apa kau puas sekarang. Aku butuh ruang untuk makan. Jadi menjauhlah." Katanya. Bahkan aku kaget saat ia langsung mendorong ku kebelakang.

Untung saja aku dapat menyeimbangkan tubuhku. Apa ia sungguh lupa padaku?! Aku gelisah. Ini adalah mimpi buruk. Jika saat seperti ini pasti aku akan bolak-balik untuk meredakan kegelisahan ku.

Dapat kulihat ia menikmati makanan yang aku bawa tadi. Dia sesekali melirik alat makan itu. Dia masih sama seperti dulu. Selalu memperhatikan segalanya  secara detail. Senyumku merekah menatap wanita yang asik makan diatas tempat tidur itu.

Dan jika ia sedang makan. Dia tak pernah fokus pada apa yang ia makan. Retisa selalu melihat sekelilingnya sebelum ia menyuap makanan ke mulutnya. Masih sama seperti dulu.

Dia menatap pemandangan Dibalkon yang memang khusus ku buat mengarah ke laut. Aku suka pemandangan laut biru. Yang warnanya sama seperti mata abu-abu kebiruan milik Retisa.

Ah dia meminum jus buatan ku dengan cepat. Selalu seperti itu. Aku senang melihat dirinya yang lahap makan seperti itu. Membuat hatiku damai.

Dia kembali serius pada makanannya. Dan disaat itu ide gila melintas diotak ku.

Aku berjalan perlahan disamping kiri tempat tidur. Dan lihatlah dia itu. Sama sekali tak menyadari sosok ku yang sudah sangat dekat dengannya.

"Apa aku tak merepotkan mu tuan?." Tanyaknya. Sambil menyesap sup nya.

Retisa mengangakat kepalanya. Mungkin ia mengir aku sudah pergi, karena aku diam saja tak menjawab petanyaannya.

Dia kebingungan dan mulai mencari-cari sosok ku.

Dia berbalik ke kiri.

Kemudian kanan.

Ini kesempatan ku. Mencium bibir indah ini.

Cup. Ah lihat ekspresi kagetnya. Dia imut.

Entah ini sudah ciuman yang ke berapa. Haha... Jangan salahkan aku. Walau sekaya apapun diriku. Aku tetaplah pria normal. Dapat bernafsu juga.

"Kau gila ya?!." Dia membentak ku. Dan menghapus kasar bibirnya. Aku sakit hati melihat nya seperti ini.

"Kau tak perlu semarah itu. Aku hanya membersihkan cairan sup yang belepotan dibibir mu itu." Katanku beralasan dengan cuek.

Dengan cepat ia menghabiskan Makanannya.

Dan menatap kearah ku tajam.

"Pertama-tama. Aku ingin mengucapkan terima kasih Padamu."
Katanya. Tegas.

"Kedua. Maaf karena telah merepotkan dirimu dan keluargamu, karena kehadiran tiba-tiba ku ini."
Katanya lagi.

"Dan ketiga. Tolong jawab pertanyaanku ini, tanpa basa basi. Dimana ini?... Siapa namamu?.... Dan mengapa kau bersikap aneh pada ku?." Ucapnya menatap lurus langsung ke mataku. Sungguh indah pemandangan Dimata abu-abu itu. Luar biasa.

Aku menyadari satu hal. Saat ini dia masih menganggap ku pria asing.

"Bisa kau ulangi." Kataku. Dengan menggaruk belakang kepala yang tidak gatal. Karena aku tak fokus dengan pertanyaannya. Aku fokus pada wajahnya.

"Hah.. Baiklah. Pertama jawab dulu. Siapa namamu tuan?." Katanya.

Tuan?.. Dia menyebut aku tuan?. Oh ini membuatku syok."Kau sungguh tak tau aku?." Apa dia sungguh sudah melupakan ku.

"Jawab saja." Katanya yang sibuk mendorong meja makan didepannya kesamping tempat tidur.

"Johnson Bennett Jefferson." Kataku.

"Dan mengapa kau memperlakukanku dengan aneh Johnson Bennett Jefferson?." Katanya.

Dia masih sama polosnya seperti dulu. Aku tak kuat menahan tawa ku. Caranya menyebut nama panjang ku dengan cepat dan kaku, sangat lucu.

Oh dia terlihat kesal. Baik aku akan meluruskan hal ini.

"Panggil saja aku Ben. Nama itu terlalu panjang jika kau gunakan." Kataku lalu tertawa lepas.

"Jawab saja." Katanya dingin. Dan geram.

Wow. Dia masih sama seperti dulu. Cepat marah.

"Ok.. Ok. Kau tak perlu semarah itu. Bukankah seharusnya kita saling berpelukan. Apa kau tak merindukan aku?." Kataku. Mungkin sedikit menambah kekesalannya tak masalah. Ini salahnya sendiri yang sudah lupa dengan ku.

"Apa kau ingin ku pukul saja? Atau kau akan menjawab?." Katanya mengambil ancang-ancang ingin memukul.

Dia masih sama seramnya seperti dulu. Tapi mustahil dia dapat memukulku sekarang. Badannya saja masih rapuh begitu. Tapi tak masalah membuatnya sedikit merasa senang.

Pura-pura percaya sajalah.

"T-tidak. Aku benar kan aku memperlakukan mu tidak aneh karena ini sudah sewajarnya. Sebagian pasangan suami istri tentunya." Kata Ku dengan mata yang mengintimidasinya. Sekarang saat nya serius.

Dia speechless dibuatnya.

Aku sedang tak bercanda. Dia memang istriku, aku tak peduli jika memang Ia tak mengingat ku sama sekali. Dan itu membuatku berkecil hati. Sedalam apakah duka yang Retisa telah alami, hingga dapat melupakan kisah suka kami yang dulu?

Original Story By;
Sheriligo

Retisa Arabella [Jefferson] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang