..........Jam itu sama persis dengan jam tangan milik Ben.
"....tisa!!."
Apa Ben adalah pangeran bebek ku?
"Retisa!!!."
Aku langsung terbangun mendengar suara Ben.
Dan langsung memeluknya.
"Apa kau baik-baik saja?."katanya.
"Ben... Hiks..."aku menangis.
"Sudahlah. Aku ada disini. Kau akan baik-baik saja my Queen."katanya dengan mengusap-usap punggung ku.
Tunggu... My Queen?
Itu sebutan yang pangeran bebek berikan untukku.
Mengapa aku baru menyadarinya sekarang.
"Ben... Apakah kau pangeran bebek itu?."tanyakku.
Tapi tak ada jawaban dari Ben.
Aku melonggarkan pelukan ku, lalu berusaha menatap wajahnya.
Ben menangis!
"B-Ben.... Kenapa kau menangis?." Aku menjauhkan diriku darinya.
Tapi ia malah memeluk dengan sangat erat. Hingga aku sesak.
"Aku sangat bahagia Retisa! Sungguh sangat bahagia!" Kata Ben.
"Kukira kau menangis karena khawatir Aku tenggelam. Ternyata kau bahagia karena aku tenggelam."aku mengerutkan bibir bawah ku. Mengecewakan.
"Tidak!! Bukan begitu. Aku bahagia karena kau sudah mengingat ku."katanya sambil mengusap-usap wajahku.
Aku kaget.
"Jadi kau benar pangeran bebek itu?."kataku.
"Iya.. Aku pangeran bebek mu. Dan kau adalah My Queen ku."katanya, lalu memeluk ku lagi.
"Aku tak percaya. Pantas saja rasanya tempat ini tak asing lagi buatku."kataku
Kami saling peluk. Hingga matahari meninggi.
"Retisa. Dari mana kau tau kalau pangeran bebek itu adalah aku? Padahal saat itu kau bahkan tak tau nama asliku?."tanya Ben.
Aku membuka mataku. Lalu menatap lurus pemandangan pantai didepan sana,"jam tangan."
"Jam tanga?."Ben melepaskan pelukan kami.
Aku mengangguk,"iya. Jam tangan orange yang kau bilang adalah jam favoritku mu."
Aku mengangkat tangannya yang di pergelangan itu telah bertengger jam tangan orange milik Ben.
"Ah.. Jadi hanya karena jam. Bukan karena wajah tampan ku?."tanyanya seperti tak puas dengan apa yang aku katakan berusan.
"Memangnya untuk apa kau mengingat wajah orang yang cerewet nya minta ampun seperti bebek."kataku berusaha mengejeknya.
Tapi ia hanya tersenyum. Lalu mencium dahiku.
"Ayo kita pulang. Kau sudah basah kuyup."katanya lalu menyampirkan rambutku kesamping.
Aku baru saja mau berdiri. Tapi Ben malah mengangkat ku. Menggendong ku ala bridal stlye.
"Aku kan masih bisa jalan."ucapku bergumam. Lalu menenggelamkan kepalaku dibahunya.
Sepertinya Ben sedang tersenyum.
Aku mendongak. Dan benar saja, pria itu tersenyum.
"Apakah sebahagia itu dirimu?."tanyakku bingung.
"Tentu saja. Walau kau tak ingat yang lain. Asal kau ingat aku sebagai pangeran bebek mu saja aku sudah bahagia. Ditambah kehadiranmu aku tambah bahagia. Mendengar suaramu, detak jantungmu, hembusan nafas mu, aroma tubuhmu, kelembu-..."katanya. Aku dengan cepat menutup mulutnya. Karena sudah tau apa yang ingin ia kata kan lagi.
"Ok.ok.. Kau benar-benar seperti bebek. Tapi kau juga seperti pangeran."kataku, sedikit memujinya.
Dia terus saja cengengesan.
Yah biarkan saja.
"Apa kau tak capek menggendong ku? Apalagi kita jalan kaki kerumah besar mu itu. Mengapa kita tak naik mobil orange mu saja?."
"Mobil VW buggy maksud kamu?."
"Iya... Kau paham maksudku kan."
"Hmm.. Aku hanya ingin menghabiskan waktu dengan mu lebih lama."katanya.
"Hahh... Sudah ku duga."kataku memejam kan mata sesaat.
Kami terus berjalan dengan posisi ini dalam diam. Entahlah.
Jika aku mengajaknya bicara. Pasti jawabannya hanya satu. Dan itu pasti tentangku semua.
Sungguh dia ini mungkin tipe suami yang fanatik dengan istrinya.
Ya sudahlah.
Original Story By;
Sheriligo
KAMU SEDANG MEMBACA
Retisa Arabella [Jefferson] ✔️
Random[COMPLETED] what that you think about distant past? Entahlah. Semuanya terjadi begitu saja. Dan aku tak tahu harus apa. Pujian-pujian itu membawa suka disekilingku, tapi malah berakhir menjadi sebuah duka kala itu. Terus seperti itu. Hingga aku ber...