Fire And Dust

104 13 6
                                    

[Saya sangat menyarankan untuk membaca sambil diiringi musiknya]

—————

Saya sangat menyarankan untuk membaca sambil diiringi musiknya]

—————

Ruby membuka matanya, lalu melihat seluruh tubuhnya, kalau kalau ada luka.
Ruby kembali meluruskan pandangannya ke depan. Mata merahnya terpaku pada seekor rubah ynag terkapar di lantai.


"Dust..."     

Ia tak bergeming.

"DUST!"

Berapa kali pun Ruby berteriak, Dust tidak menjawabnya. Bahkan ketika Ruby mulai meneteskan air mata, rubah itu tetap tak bergerak sama sekali.

"DUST! DUST! JAWAB AKU!"

Apa yang dilakukan Dust di sini? Ruby pikir rubah itu masih jauh tertinggal dibelakang, yang merupakan tempat aman baginya.

Tapi disinilah ia berada.

"Ruby, awas!"

Shapphire menarik Ruby ke belakang, yang nyaris saja tertimpa langit langit yang runtuh karena guncangan tadi.

"Sadarlah! Apa kau mau mati juga?!"
Teriak Shapphire kemudian.

Ruby terdiam membeku, menatap Shapphire dingin.
Shapphire mendesah.

"Kau sahabatku. Aku sahabatmu. Kami sahabatmu. Dust sahabatmu. Apa kau mau kami sedih karena kematianmu juga?"

Kata kata Shapphire terhenti ketika tangannya mulai mengeluarkan uap, tanda kalau ia tak bisa bersentuhan lama dengan api.

Pemuda itu menarik napas panjang, lalu menatap Ruby dalam rangkulannya.

"Shapphire, kurasa kau harus melepaskanku sekarang" kata Ruby. "Tanganmu mulai beruap"

Shapphire lalu melepaskannya.

Citrine lalu merangkak mendekati mereka dengan terantuk batuk.

"Mana orang tua itu? Aku tidak bisa melihat!" Ujarnya, sambil melihat ruangan yang kini dipenuhi abu karena reruntuhan tadi.

"Kalian baik baik saja?!"

Hematite muncul bersama Shapphire.
Keduanya tampak membawa sekumpulan senjata di tangan mereka.

"Dari mana saja kalian?"

"Kami mengambil senjata kita. Ternyata mereka meletakkannya di balik singgasana" jelas Hematite.

"Apa yang baru saja terjadi?"

"Langit langit nya runtuh, dan Dust..."
Ucapan Shapphire terhenti ketika matanya bertemu mata Ruby.

"Lupakan saja"

Kelima orang itu mengambil senjata mereka masing masing.
Ruby dan Hematite mengambil pedang mereka, Citrine dengan busur panahnya, Emerald meraih tombaknya dan Shapphire mengambil pisaunya.

Sementara itu, Raja Faust berusaha berdiri. Ia lalu melihat panglimanya, Aberlem, terkapar di sudut ruangan. Darah membasahi wajah pria malang itu. Sepertinya ia sudah mati.

Sialnya, tak ada satupun prajuritnya yang tersisa. Sekeras apapun ia berteriak, tak akan ada yang datang dan membantunya.

Sang Raja menggeram, meratapi kekalahannya yang menyedihkan.
Namun ia tersadar ketika sebuah pedang berkilauan di sisi kanannya. Ia meraih pedang tersebut, lalu dengan sisa tenaganya ia berdiri dan menantang lawan lawannya.

"Kalian mungkin berpikir inilah akhirnya" Raja Faust menyeringai.
"Karena jika aku kalah, aku akan membawa dunia bersamaku"

Sang Raja berteriak marah. Otot otot tubuhnya membesar, menembus Jubah nya yang terkoyak. Tubuhnya membesar dua kali lipat, matanya berubah menjadi hitam sepenuhnya. Kini ia benar benar terlihat seperti monster.

Yang mana merupakan wujud aslinya.

"Ruby" Citrine berbisik lirih sebelum mereka maju. Ruby menoleh.
"Ingat, kami bersamamu" sambung Citrine lagi. Ia tersenyum lebar.

Angin menerpa mereka dari sisi ruangan yang telah hancur ketika kelima orang itu berlari mengincar musuh mereka. Citrine segera mengambil posisi.

"Hematite! Ayo lakukan seperti saat kita latihan!" Pekik Ruby.

Hematite mengangguk.

Keduanya berlari berlawanan satu sama lain. Setelah jarak mereka cukup dekat dengan Raja Faust, kedua orang itu mengayunkan pedang mereka bersamaan, membentuk sayatan ganda di tubuh Raja Faust yang mengamuk. Keduanya lalu mundur beberapa langkah, mempersilakan Shapphire dan Emerald menyerang, disertai panah dari Citrine yang membidik jauh dibelakang mereka.

"Bagaimana? Apakah berhasil?" Teriak Emerald, keringat membasahi tubuhnya.

Mereka kini menatap 'monster' dihadapan mereka.

"APA?!" Teriak Ruby.

monster itu menyeringai, menampakkan darah di sela sela giginya.

"Kalian pikir kalian bisa mengalahkanku?"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Arraya

ELECTUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang