[COMPLETE]
#224 in Fantasy (25-05-2017)
Pada suatu masa, tersebutlah sebuah kerajaan sihir bernama Encastia, yang dijaga oleh lima pengendali elemen terpilih dari masing-masing klan mereka; klan Redwood, Evergreen, Skyfall, Minerva, dan Chaos.
Dibaw...
Raja Faust membuka matanya lebar lebar. Sepucuk surat di tangannya terlihat lusuh; sepertinya surat itu sudah lama ingin dikirimkan, tetapi selalu tidak jadi.
Di pojok kiri nya tertulis:
Untuk FaustBrackery, anakku tersayang.
-Dari kerajaan Forevermore
Sang Raja mengambil pisau, lalu membuka amplop itu. Sebuah kertas kekuningan yang ditulisi dengan tulisan indah dari arang, menatapnya balik dengan penuh tanda tanya.
Ia lalu membaca surat itu.
My Dear Little Faustie
Apa kamarmu, sayang? Ibu sangat senang ketika mendengar kalau kau telah berhasil menaklukkan kerajaan Encastia.
Kami sangat bangga padamu!
Faust, Ayah mu menunggunya di sini. Ekonomi kerajaan yang menurun membuat Ayah mu sakit keras.
Kakakmu, Arthur telah kabur meninggalkan kami dengan utang utangnya yang membebani rakyat. Ada yang bilang kalau ia tewas karena dibunuh oleh sekelompok penyamun di gurun selatan.
Ketahuilah anakku, disini kami bahkan tak mempunyai pena untuk menulis. Ladang gandum dan padi semuanya telah dijual dan sisanya telah mati di makan hama. Beberapa warga telah mengungsi ke kerajaan tetangga.
Maukah kau kembali, anakku? Kami sangat membutuhkanmu disini dengan kerajaan barumu.
Ibumu, Queen Clarion
Raja Faust merobek surat itu dan melemparinya keluar jendela.
"Kini kalian membutuhkanku?" Raja Faust menatap cap kerajaan orangtuanya di amplop.
Pandangannya lalu beralih ke lukisan Ratu Prisma di dinding, membuat kemarahannya semakin meningkat.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ratu Prisma
"Pelayan! Singkirkan gambar itu! Aku benci melihat wajah orang yang sudah mati!"
Seorang pelayan berbaju lusuh, masuk dan dengan tergesa gesa ia mencabut lukisan tadi dari dinding.
Bersamaan dengan masuknya si pelayan, seorang pemuda datang menghadap. Seorang gadis berambut ikal dan bertanduk, memeluk tangan pemuda itu dengan manja.
"Mau apa kau kemari? Bukankah Brain sudah bilang kalau kau dapat bagian di Kota Sihir?" Tanya Sang Raja.
"Aku belum menyelesaikan upacaranya. Hanya Aries yang baru muncul. Sisanya belum datang" jawab Sard, menatap gadis di sisinya.
"Lagi pula, aku masih punya urusan lain di sini. Aku kemari hanya untuk melapor" sambungnya.
"Terserah kau saja. Cepat pergi dari sini!" Tukas Raja.
"Aku senang kalau hanya berdua dengan Sard-sama" bala sang gadis, yang ternyata bernama aries itu.
"Lepaskan aku!"
Sate menarik tangannya dengan kasar. Aries cemberut.
"Kalau begitu, segera kumpulkan roh yang lainnya. Rencana kita bisa gagal kalau sadar saudarimu itu dan teman temannya tahu"
Sard mendelik. Tatapannya menajam.
"Ingat, Faust. Dia itu bagianku. Jangan harap kau bisa mengambilnya dari ku" kata Sard.
Raja Faust hanya tertawa merendahkan.
"Perang saudara, ya? Makanya aku benci keluarga"
Tiba tiba rombongan Aberlem dan anak buahnya masuk bersama Ruby, Citrine, Emerald, Shapphire dan Suar yang terikat oleh sebuah rantai berkarat yang panjang dan dingin.
"Sungguh kebetulan. Lihat, saudarimu ada di sini"
Ruby yang kaget, menatap Sard. Namun kini ia menatapnya dengan tatapan antara marah dan kecewa. Mata merah Ruby kemudian beralih dan menatap Aries di dekatnya.
"Oh, ho. Saudaramu luar biasa, Ruby. siapa sangka dia bekerja sama dengan tua bangka itu" bisik Emerald, mendekatkan bibirnya ke telinga Ruby.
"Lain kali aku bertemu dengannya, aku akan memotong lehernya" geram Citrine. Tentu saja ia tak bersungguh sungguh.
Namun Sard hanya membuang muka.
"Yang mulia, kami berhasil menangkap mereka di tepi Hutan Tanpa Batas" lapor Aberlem.
"Bagus. Bawa mereka semua ke sel yang sama"
Aberlem mengangguk. Ia lalu menyeret paksa tawanannya.
"Cepat jalan, dasar bodoh!" Bentak salah satu prajurit.
Sebelum pintu menutup, Ruby sempat bertatap mata dengan Sard. Manik merahnya berair.
Namun lagi lagi, Sard hanya membuang muka.
"Baik, Sard. Kembali ke rencana awal. Segera selesaikan tugasmu di sini. Aku tak suka ada pengganggu di wilayahku" ujar Raja Faust. "Tenang saja, aku akan menyimpan yang satu itu untukmu"
Sard tak menjawab, lalu berbalik menuju pintu keluar, meninggalkan Aries yang berusaha menyusulnya.