chapter 20

781 113 0
                                    

Saat mencoba mengubah diri ke wujud manusia, rasa sakit itu menyebar, menghujam seluruh indera tubuhnya bagai ratusan belati kecil.

Setiap bagian tubuhnya mengerang protes setiap kali dia mencoba bergerak. Tidak ada yang bisa dilakukannya.

Jacob pasrah, membiarkan seluruh tenaganya menguap begitu saja.

Tidak pernah sekalipun transformasi tubuhnya bisa sesakit ini. Dia hanya ingin rasa sakit ini segera hilang. Rasa sakit itu terus datang dan datang lagi.
Jacob tidak berdaya. Semakin lama dia semakin merasa sulit untuk bernapas. Setiap kali melakukan itu, paru-parunya seakan memberontak; menolak memberi pasokan udara bersih.

Sesekali dia terbatuk saat darah di dalam tubuhnya mencoba keluar melalui mulut. Jacob tidak tahu berapa lama waktu yang sudah terlewati. Dia tidak menghitungnya apalagi peduli.

Tidak adakah seseorang di luar sana yang bisa menolongnya?

Sungguh, dia tidak tahu.

Coba ditahannya rasa sakit itu sebisa mungkin. Dia menggigit bibir bagian bawah dengan begitu keras, tidak peduli walau sampai robek dan mengeluarkan darah sekalipun.

Kedua matanya terpejam erat di tengah napasnya yang berat. Waktu berlalu. Detik demi detik terlewati.

Jacob tidak tahu apakah dirinya masih tetap sadar atau sempat tidak sadarkan diri. Dia hanya tahu satu detik yang lalu, rasa sakit itu sangat tidak tertahankan sebelum semuanya menghilang begitu saja.

Ada sesuatu yang membuat rasa sakit tersebut tidak lagi dirasakannya.

Apakah karena pengaruh obat bius?

Entah. Jacob tidak peduli. Dia hanya berterimakasih kepada siapa pun yang sudah menolongnya.

Perlahan-lahan, Jacob mampu memfokuskan perhatian. Indera tubuhnya perlahan menajam. Dia mulai bisa mendengar percakapan samar di luar sana. Tubuhnya mulai berada di bawah kendalinya lagi.

Mata yang sejak tadi terpejam coba dibukannya. Dia mengerjap beberapa kali. Otaknya mulai memproses apa yang dia lihat.

Jacob mengenali atap rendah dan dinding-dinding yang mengelilingi tempat itu dengan sangat baik. Dia tengah berada di kamarnya, berbaring di atas tempat tidur kecil.

Tempat tidur itu tidak lagi cukup bagi Jacob. Kedua kakinya bahkan sudah melewati ujung tempat tidur.

Jacob mengerjap lagi. Erangan tanpa sadar meluncur dari mulutnya. Setiap otot tubuh melayangkan protes; seperti tidak ingin digerakkan.

Dia tahu kalau shape-shifter memiliki daya regenerasi yang hebat. Namun tetap saja, ada batas dimana tubuhnya bisa menahan semua itu.

Dan sekarang Jacob berada di batas tersebut.

Tubuh kembali dihempaskan pada permukaan tempat tidur saat Jacob tidak mampu untuk bergerak lebih dari itu. Dia bisa mendengar percakapan dari lantai satu, mengenali suara ayahnya di antara suara-suara lain.

"... Jangan memaksakan dirimu."

Sebuah suara dari sisi kanan membuat Jacob terkejut; sama sekali tidak sadar jika ada orang lain di ruangan itu.

Lehernya menoleh ke arah asal suara.

Walau suara itu sangat familier di telinganya, Jacob hanya ingin memastikan kalau itu bukan hanya halusinasinya semata.

Harry Potter memang ada di sana. Duduk di kursi tua di dekat dinding. Postur tubuhnya merosot di sandaran kursi. Jacob bisa melihat tongkat sihirnya diletakkan di atas meja.

A Path We Will Take By synchromeshade✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang