Score

86 5 0
                                    

Warning : Jangan baca chapter ini jika hatimu mudah tersinggung serta yang berpikiran sempit. Melewati chapter ini tidak akan mengurangi kualitas hidupmu. Tolong indahkanlah peringatan ini, karena aku telah memperingatimu.

Just have fun.

.

.

.

Kalau diberikan soal ulangan oleh guru, seperti yang pernah aku katakan sebelumnya, setidaknya ngarang kalau benar-benar tidak bisa. Kali ini kami dihadapi kembali dengan soal yang super fenomenal, yaitu soal agama yang isinya : "Bagaimana pandanganmu terhadap Gereja yang ada di Indonesia."

Karena agama ku juga bukan agama yang beribadah di gereja, maka wajar bila aku jarang kesana, tapi bukan berarti tidak pernah. Setidaknya pernah lah berkunjung sesekali. Jadi ngak rempong-rempong bangetlah istilahnya.

Lagipula maksud dari soal ini bukan mengenai penampilan Gereja namun sesuatu yang lain, jadi pernah atau tidaknya kita mengunjungi Gereja tidak akan mempengaruhi. Tentu saja model soal seperti ini tidak sulit untuk dikarang.

Masalah yang sebenarnya adalah guru ini mengharuskan kami untuk menyelesaikannya dalam 5 menit. Guru ini pasti lapar, ia mulai rese. Demi dewa, untuk merangkai kata-kata, berimajinasi, dan menulis diperlukan waktu 5 hari layaknya aku mengetik cerita-cerita. Lah ini 5 menit doang.

Sepanjang mata memangdang banyak sekali aura-aura keputusasaan yang menguap keluar dari raga anak-anak. Seperti Rachel yang meditasi, Doni yang berdoa, Nicholas yang melamun, Richard dan Aby mulai bernyanyi.

.

.

.

Besoknya ketika hasilnya selesai diperiksa dan dikembalikan saat istirahat dimana dikelas tidak banyak penghuni yang tersisa. Yang ada hanya aku, Nael, Jessica, jane, Fredo, Richard, Marcelino, dan Doni.

"Aku dapat 75 nih," ujaku setelah berhasil berebutan kertas yang berisikan karangan dan nilai.

"Aku dapat 85," ujar Doni sambil memberikan senyuman meremehkan.

"Kenapa nilaiku Cuma 10?!" teriak Fredo membahana.

"Sini pinjam lihat," Richard merebut kertas Fredo.

"Hei, kalian tahu ngak apa yang Fredo isi disini?" Tanya Richard ang dibalas gelengan oleh kami, "Apaan emang?"

"Jawabannya saya belum pernah pergi Gereja."

The hell. Nyalinya patut dipuji, dia ngak takut nilai kelakuannya dikurangi apa? Hebatnya lagi sang guru masih rela memberi nilai.

Datanglah Mercellino dan merebut kertas Fredo dari tangan Richard. Setelah didapatkannya ia mulai membaca layaknya seorang paskibra yang gaya membacanya tangan menjulur kedepan dan cara berbicara yang aneh (menurutku) dan bergebu-gebu.

"Pembukaan!!

Bahwa sesungguhnya saya belum pernah pergi ke Gereja. Oleh sebab itu saya tidak bisa menjawab soal ini. Adapun beberapa hal dibawah ini yang mempengaruhi.

1. Ketidakpernahan saya memasuki Gereja.

2. Ketidaktahuan saya tentang Gereja.

3. Pengetahuan yang tidak cukup yang berarti saya bodoh.

Oleh sebab itu saya telah berdosa dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian."

Kami tercengang dengan pembukaan yang di lanturkan Marcellino.

"Dengan ini bendera illuminati siap dikibarkan," lanjut Marcellino setelah jeda sesaat.

"Siap laksanakan," jawab Fredo tanpa mempertimbangkan dan mencurigai apa yang akan dikibarkan berhubung disini tidak ada tiang bendera dan bendera itu sendiri.

Srek

Mari kita mengheningkan cipta atas gugurnya kertas Fredo akibat dikibarkan -dirobek- Marcellino dengan tidak manusawinya. Semoga ia tenang disisi-Nya dan semoga guru agama tidak meminta kembali kertas itu.

"Woi, aku menemukan yang lain." Richard melambai-lambaikan selembar kertas lainnya.

"Huh?"

"Lihat jawaban milik Bryan, 'karena setiap Gereja beribada pada Tuhan.'"

Aku sudah tidak mengerti lagi. Maklum jika Fredo yang menjawab yang tidak-tidak, tapi ini Bryan yang notabenenya kristiani. Selain itu dari kalimat tidak bearti milik Bryan dihargai 60 point.

Ini tidak adil, punyaku sudah dikarang dengan indahnya tdak tanggung-tanggung hingga satu halaman dan hanya mendapat 75 point.



Serius, ini tidak adil!

.
.
.

###########################################


Tidak ada unsur menghina dan menjelekan agama yang bersangkutan, tolong jangan dihayati terlalu dalam mengenai chapter ini, karena ditulis dengan tujuan membagi pengalaman yang menghibur. Bukan untuk menjelek-jelekan.

Ngomong-ngomong cerita ini sudah lama sekali tertulis di catatan, sejak 2016 yang lalu dan aku lupa ketik ulang kedalam wattpad, sekarang yang kami hadapi bukan lagi karang-mengarang tapi ujian yang cara mengisinya dengan menghitamkan bulat-bulatan kecil yang menentukan keluar atau tidaknya diriku dari sekolah ini.

P.S.: Be a smart reader and vote if you love the story.

16-04-17

~SaeSelvia~

Crazy But Elite !?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang