Milka memutuskan untuk berjalan kaki saja menuju tempat di mana ia biasa membeli permen kapas. Jalanan terlihat sangat sepi, ya karena hujan memang sangat deras. Hal itu kontan membuat Milka ingin melepaskan jas hujan dan payung yang ia pegang, ia benar-benar ingin untuk bermain di bawah hujan. Tapi, mengingat pesan dari Monika, niat itu kembali ia urungkan. Ia tidak boleh menghilangkan kepercayaan mamanya. Karena Monika adalah sosok terpenting dalam hidup Milka.
Milka berulang kali menghindari kubangan air yang ada di jalan. Karena ia sedang melewati jalan yang sedikit rusak, maka dari itu ada beberapa kubangan air di jalanan. Meskipun hujan cukup deras, untungnya tidak ada bunyi petir yang terdengar. Jika ada, bisa-bisa Milka pingsan di jalan karena ketakutan.
Dari kecil, Milka memang takut sekali dengan petir. Kata orang, kalau ada suara petir, pertanda Tuhan sedang marah. Itu alasannya kenapa Milka takut dengan suara petir. Meskipun begitu, Milka juga suka bermain dengan hujan, tapi ya saat hujan tidak mengeluarkan petirnya. Kalau di rumah, saat suara petir menyambar, dia bisa berlari menghampiri Monika dan segera memeluknya. Sedangkan kini ia di jalanan yang sepi, ia akan memeluk siapa? Begini hasilnya karena terobsesi untuk segera mendapat permen kapas, ia tidak sadar saat hujan turun biasanya mengajak petir. Ah, semoga saja petir sedang sibuk. Sehingga petir tidak perlu repot-repot turun bersama tetes air hujan.
Di ujung sana, gerobak yang biasa menjual permen kapas sudah terlihat. Milka sedikit mempercepat langkahnya, agar ia segera mendapat permen itu.
"Ya, ampun Neng Milka, hujan-hujan gini kenapa keluar rumah? Mendingan juga tidur di kamar sambil narik selimut, Neng."
Milka tidak mendengarkan celotehan penjual permen kapas yang biasa ia panggil Mang Juki itu. Matanya sudah berbinar menatap beberapa permen kapas yang tergantung di sana. Pasti sangat enak.
"Mang, saya beli semua," ucap Milka seraya memberikan uang yang baru ia ambil dari sakunya.
"Semua? Benaran, Neng?"
"Iya, Mang. Gak pakek lama, ya!"
"Siap, Neng."
Sembari menunggu permen kapasnya, Milka merogoh saku jas hujan yang ia pakai. Hal tersebut bermaksud untuk mengambil ponselnya. Tetapi, ia terlupa. Bahwa ponselnya tertinggal di rumah. Karena tadi ia terlalu excited untuk membeli permen kapas. Ah, sialan. Padahal Milka ingin sekali berselfie ria di antara permen kapas. Huft.
Milka berdecak pelan. Ia menghembuskan nafas dengan sedikit kasar. Kemudian ia berjalan untuk mengambil satu permen kapas yang sudah terbungkus rapi dengan plastik. Dengan semangat, Milka langsung memakan permen kapas tersebut.
"Mamang hari ini gak jadi sedih. Semua gara-gara Neng Milka," ucap Mang Juki di sela-sela ia membuat permen kapas.
"Sedih kenapa, Mang? Pacar Mamang selingkuh lagi sama tukang sayur?" tanya Milka menyahuti. Mang Juki memang biasanya sering cerita dengan Milka. Bercerita tentang kisah cinta yang sering ditikung dengan teman-temannya. Menyedihkan. Apalagi diusianya yang sudah menginjak usia hampir tiga puluh lima tahun, Mang Juki belum juga menikah.
Mang Juki terkekeh lirih saat mendengar respon Milka. "Pacar saya mah gak selingkuh, Neng. Cuma Kang sayur itu aja yang genit," balas Mang Juki.
"Iyain aja deh. Kalau kita lagi suka sama seseorang, apapun yang dia lakukan pasti akan terlihat benar di mata kita, dan yang terlihat salah pasti orang lain."
"Ya, seperti orang bilang, Neng. Cinta itu buta."
"Aduh, Mang. Jangan bicara cinta sama saya, ya. Saya teh, masih kecil. Nggak ngerti cinta-cintaan," balas Milka setelah memasukkan permen kapas ke dalan mulutnya.
"Nanti kalo Neng Milka udah ngerasain jatuh cinta, pasti Neng Milka bakalan ngerti apa yang Mamang rasain. Semua orang pasti akan merasakan indahnya jatuh cinta. Termasuk Neng Milka."
"Iya, Mang. Tapi, saya gak mau mikir cinta-cintaan, mikir sekolah aja masih belum bener, Mang."
"Semuanya udah ada yang ngatur, Neng. Sekarang mah, Neng bisa bilang gak mau mikir cinta-cintaan, tapi setelah Neng Milka tau apa arti cinta itu, pasti Neng Milka akan membutuhkan cinta itu. Jalani aja Neng. Terkadang apa yang keluar dari mulut, belum tentu sama dengan apa yang ada di hati, Neng."
"Iya, Mang. Tapi, Milka bener-bener mau fokus ke sekolah dulu. Ngebuat Mama bahagia, karena itu udah kewajiban Milka, Mang," ucapnya seraya berjalan untuk mengambil permen kapas lagi.
"Harus itu, Neng. Ngebahagiain orangtua juga penting," sahut Mang Juki membenarkan ucapan Milka.
"Hampir lupa, dari tadi keasikan ngomong ngalur-ngidul sama Neng Milka. Ini udah selesai semua permen kapasnya," ucap Mang Juki memberikan dua plastik besar berisi banyak permen kapas.
"Kalo gitu, Milka permisi, ya, Mang," ucap Milka seraya keluar meninggalkan kedai kecil itu.
🐥🐤🐥🐤🐥
So, bagaimana dengan part 1 ini? Semoga banyak yang suka, ya.❤
Don't forget to Vomment.- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Ambulu, 19 November 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
A N T I D O T E
Teen FictionMilka baru saja menyadari. Ternyata, ada yang lebih manis dari permen kapas yang biasa ia beli setiap hari. Milka paham betul, resiko apa saat ia terus-terusan mengonsumsi permen berasa manis itu setiap hari. Pasti suatu saat ia akan sakit gigi. Dan...