Milka baru saja turun dari mobil milik Monika. Ia berdiri di depan gerbang seraya memandang banyak murid yang berlalu lalang di dalam sana. Sekolah ini sekarang sudah menjadi tempatnya untuk belajar. Semoga Milka dapat merasakan kenyamanan untuk kedepannya.
Saat sebuah klakson memekak kan telinganya, Milka dengan refleks langsung menggeser tubuhnya agar tidak terserempet motor yang melaju dengan kencang. Milka tidak sempat melihat siapa orang yang mengendarai motor itu. Tetapi, dari deru knalpot, seperti Milka pernah mendengarnya.
Ternyata di sekolah ini, juga ada murid bandelnya. Seperti seseorang yang membawa motor dengan ugal-ugalan tadi.
"Untung gue nggak punya penyakit jantung," ujar Milka sembari mengelus dadanya. Ia benar-benar kaget. Para siswi yang melihat kejadian itu, hanya memandang Milka sekilas. Lalu, mereka kembali pada aktivitas sebelumnya.
Milka sedikit merapikan penampilan dirinya. Karena ia harus memberikan kesan di hari pertamanya masuk sekolah. Tentunya kesan yang baik. Bukan masalah yang Milka harapkan.
"Oke. Selamat datang di sekolah baru, Milka." gadis itu bermonolog seraya merentangkan tangannya. Kemudian, barulah ia masuk ke dalam halaman sekolah yang sudah dipenuhi para murid.
Karena waktu sebelum jam masuk masih cukup lama, Milka memilih untuk berjalan-jalan seraya melihat-lihat keadaan sekolah ini. Cukup bersih. Tetapi, mengapa tidak ada murid yang terlihat ramah? Semuanya jutek. Kelihatannya begitu.
Tapi, don't judge books by cover, kan? Sepertinya rumus itu berlaku.
Milka terus berjalan mengikuti ke mana langkah kakinya. Hingga ia berdiri di sebuah dinding besar yang penuh dengan corat-coret tangan kreatif para murid sekolah ini.
"Kok jalannya buntu?" tanya Milka lebih kepada dirinya sendiri. Ia celingukan ke sana ke mari, namun ia hanya melihat ada sebuah gudang di sisi kanannya. Ada juga beberapa toilet di sisi kirinya.
Saat sebuah tangan menepuk pundaknya, Milka menoleh dengan ragu.
"Ngapain lo di sini?"
"Gak ada. Gue kesasar," jawab Milka seadanya. Memang ia tidak tahu seluk beluk jalan sekolah ini, hingga ia harus berhenti di depan tembok itu.
"Lo murid baru, ya?" tanya perempuan itu dengan menatap Milka dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.
"Iya, gue pindahan dari Jakarta."
"Kenalin, gue Clara," ucap Clara dengan mengulurkan tangan. Dia tersenyum manis ke arah Milka. Sepertinya, Clara bisa berteman baik dengan Milka.
Dengan senang hati Milka membalas uluran tangan dari Clara. "Gue Milka. Lo temen pertama gue di sekolah ini."
"Sebagai temen pertama lo, gue dapat apa, nih?"
Milka sedikit tersenyum simpul. Clara terlihat sangat friendly. "Emang lo minta apa?"
"Gak, kok. Gue gak minta apa-apa." Clara sedikit terkekeh. "Lo jangan terlalu serius kalo ngobrol sama gue," lanjutnya.
Milka mengangguk. "Ruang kepala sekolah di sebelah mana, ya?"
"Ada di lantai dua. Deketnya kelas duabelas IPS."
"Kalo gitu gue tinggal ke ruang kepsek dulu, ya, Clar," kata Milka hendak melangkahkan kakinya.
"Eh, Mil! Perlu gue antar gak? Takutnya lo nyasar lagi," balas Clara dengan yang sekarang berdiri di samping Milka.
"Nggak usah, nanti ngerepotin. Gue duluan, ya, Clar." Milka melangkah pergi meninggalkan Clara yang sedang melambaikan tangan dari tempatnya berdiri.
"Lantai dua, lantai dua," ucap Milka bergumam seperti menghafalkan sebuah rumus.
Saat Milka melihat sebuah kertas yang menunjukkan petunjuk ke lantai dua, Milka langsung naik melalui anak tangga. Setelah mencapai puncaknya, langkah Mika terhenti karena di depannya banyak sekali anak kelas duabelas yang sedang berkeliaran di depan kelas.
"Serem juga harus lewat sini," ucap Milka lirih.
Dibayangan Milka, saat ia melewati para kakak kelasnya itu, pasti semua mata tertuju padanya. Apalagi Milka masih mengenakan seragam dari sekolahnya yang dulu, mereka akan dengan mudah mengetahui bahwa Milka adalah seorang murid baru di sekolah ini. Maka dari itu, bagaimana kalau mereka membully Milka? Jangan! Milka takut akan hal itu.
Di saat pikiran Milka masih saja melayang tidak jelas. Seseorang yang lewat di sisi kanan, menyenggol bahu Milka cukup keras. Milka sedikit terhuyung ke depan karena hal tersebut.
Bukannya merasa bersalah dan meminta maaf kepada Milka, orang itu justru marah kepada Milka. "Minggir dong! Jangan ngalangin jalan orang. Badan lo tuh lebar!" ucapnya lumayan keras. Tetapi, pandangannya tetap lurus ke depan. Dia berbicara tanpa melihat ke arah Milka.
Awalnya, Milka biasa saja dengan sikap orang itu. Namun, saat dibilang badannya lebar. Milka merasa tidak terima. Matanya hampir jatuh saat mendengar kata laknat itu terucap.
"Gue nggak gendut, ya!" balas Milka tidak terima. Melihat tidak ada respon, Milka geram sendiri dengan orang itu.
Tanpa pemikiran yang matang, Milka segera melapas sepatunya dan melemparkan ke arah orang yang tadi.
Sial! Lemparan sepatu Milka tepat pada sasaran.
"Siapa yang udah ngelempar sepatu butut ini?" tanyanya dengan geram.
"Mampus gue!" Milka menepuk jidatnya sendiri. Dengan langkah seribu, ia segera berbalik badan dan meninggalkan tempat menyeramkan itu.
🐥🐤🐥🐤🐥🐤🐥
A/N:
To be continue ...
Milka sial mulu, ya😂Jangan lupa tinggalkan jejak, jika kalian suka dengan bagian ini. /kayak ada yg baca aja/
Oke, see u next chapter ...
Muah💋
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Published on Desember 15 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
A N T I D O T E
Teen FictionMilka baru saja menyadari. Ternyata, ada yang lebih manis dari permen kapas yang biasa ia beli setiap hari. Milka paham betul, resiko apa saat ia terus-terusan mengonsumsi permen berasa manis itu setiap hari. Pasti suatu saat ia akan sakit gigi. Dan...