2.1 - He is Dariel, not Daniel

76 5 0
                                    

Kali ini, Milka merasa sangat gugup. Entah apa yang menjadi penyebabnya. Dia bahkan hendak mengurungkan niatnya untuk menemui Dariel. Ia menjadi tak percaya diri untuk menemui orang yang selama ini susah payah ia cari. Dia berdiri di ambang pintu, penuh keraguan untuk melangkah ke luar rumahnya. Kakinya terasa tercekat di atas ubin, tak bisa ia melangkah.

Tapi, jika pertemuan ia batalkan secara sepihak, ia sendiri yang akan rugi. Ia juga yang akan kebingungan untuk mencari Dariel. Sosok lelaki yang sampai saat ini belum ia ketahui seperti apa orangnya.

Sebelum malam semakin larut, Milka akhirnya bergegas mengambil sepedanya di garasi. Dikayuhnya sepeda itu hingga ia sampai ke Taman Cemara. Langit cerah penuh dengan taburan bintang, mengiringi setiap langkah Milka.

Setelah meletakkan sepeda biru itu di antara jejeran motor-motor, Milka melanjutkan langkah kakinya masuk ke dalam taman. Pandangan Milka menangkap banyak pasangan remaja di tempat ini. Tidak heran, karena sabtu malam di taman selalu dipenuhi para remaja yang dimabuk asmara. Milka sudah salah dalam memilih hari.

Milka terus berjalan, mencari tempat untuk ia duduk. Meskipun memakan waktu yang cukup lama, akhirnya Milka menemukan ada sebuah bangku yang baru saja ditinggalkan oleh sepasang kekasih. Dengan segera Milka duduk di tempat itu, sebelum kursi itu diduduki oleh orang lain.

Sebenarnya, banyak laki-laki yang ia temui di taman ini. Namun, ia tak yakin salah satu di antara mereka ada yang bernama Dariel. Milka berinisiatif untuk mengabari Dariel lewat pesan, namun sudah kesekian kalinya ia mengetik, lalu dihapus sebab ragu.

Tetapi, bagaimana mereka berdua bisa bertemu jika tak saling mengetahui satu sama lain? Pasti hal itu akan terasa sulit. Akhirnya, Milka mengalah, ia memilih untuk mengirim pesan kepada Dariel.

For: Dariel

Kaos warna putih, jelana jeans selutut. Duduk di dekat lampu taman.

Setelah pesan itu benar-benar terkirim, Milka kembali mengedarkan pandangan pada tempat-tempat di sekelilingnya. Menunggu kedatangan Dariel saja, membuat jantungnya berdegub lebih kencang. Milka kesal dengan dirinya sendiri. Yang sering kali gerogi ataupun gugup dalam bertemu orang baru. Padahal Milka rasa, Dariel tak terlalu buruk.

Dia juga tak mungkin berani macam-macam, karena di taman ini sangat ramai orang berlalu lalang. Seharusnya Milka tak perlu setakut itu, pemikirannya sudah terlalu jauh.

Ponsel Milka berdering, menampakkan sebuah pesan dari Dariel.

From: Dariel
Jaket warna cokelat.

Milka mengubah pandangannya, yang semula menatap layar ponsel menjadi memandang lurus ke depan. Di dekat sebuah pohon yang tak terlalu besar, Milka dapat melihat ada seorang lelaki dengan jaket cokelat, celingukan mencari sesuatu. Milka rasa, itu Dariel. Ia pun berjalan ke arah orang itu, menepuk pundaknya pelan. Agar dia menoleh.

"Lo Dariel?" tanya Milka setelah itu.

Dia berbalik badan menatap ke arah Milka, dia terlihat sangat santai. Tidak unsur kekagetan yang menyelimuti wajahnya. Berbeda halnya dengan Milka. Otaknya masih bekerja keras untuk menerjemahkan kejadian yang ia alamai saat ini.

Mulut Milka kembali menutup dengan rapat ketika Dariel membuka suara, menyorobot suara. Sehingga Milka menjadi diam seperti patung.

"I'm Dariel, not Daniel. Oke?"

Milka mengangguk dengan sangat lambat, menatap Dariel penuh dengan tanda tanya. Dariel justru terkekeh melihat ekspresi Milka yang seperti orang linglung.

Dariel menarik lengan Milka, mengajak dia pergi dari tempat itu. Milka menurut saja, tak ada pemberontakan sedikit pun.

"Gue bakal jelasin semuanya, tapi lo harus ikut gue," ucap Dariel setelah mereka berdua sampai di parkiran.

"Mau ke mana?" tanya Milka dengan setengah kesadarannya, ia masih berusaha memahami hal yang kini ia alami.

"Ke mana aja boleh," jawab Dariel sembari naik ke atas motor besarnya.

Fokus mata Milka berlangsung pada plat nomor motor Dariel. Keningnya berkerut, berusaha mengingat sebuah kejadian dari deretan nomor itu.

"Sebentar, lo yang waktu nggak mau ganti rugi permen kapas gue, kan?!"

Dariel terkekeh pelan, ia menatap Milka dengan santai. "Baru inget sekarang? Itu emang gue."

"Tapi, dulu lo ngaku sama gue, kalo lo itu Daniel," keukeuh Milka pada pemikirannya. Milka menatap Dariel penuh dengan tanda tanya. Tetapi, respons Dariel hanya tersenyum.

"Ih, lo kok malah senyum-senyum? Jangan macem-macem deh," ucap Milka kesal. Dia menatap tajam Dariel, berupaya agar tidak terlihat seperti orang ketakutan.

"Kalo mau tau, makanya naik ke motor gue."

"Gak, ah. Entar lo culik gue lagi," balas Milka dengan juteknya.

"Ge-er banget sih, emang daging lo laku dijual? Orang kecil begini," ujar Dariel dengan santainya.

"Dasar nyebelin!"

Setelah dua kata yang dilontarkan oleh Milka, tak lagi terdengar obrolan dari keduanya. Di telinga mereka masing-masing, hanya terdengar suara deru knalpot motor yang melintas di dekat mereka.

Milka mengalihkan pandangan dari Dariel, ia tetap berdiri di samping motor Dariel. Sedangkan Dariel, sibuk memainkan ponsel, setelah beberapa saat lalu terdengar dering dari ponselnya.

Milka berjalan menuju ke sepedanya, yang terparkir tak jauh dari keberadaan motor Dariel. Sialnya, ban sepeda Milka kempes. Lebih sialnya lagi, di dekat taman ini tak ada tukang tambal ban. Dariel yang melihat Milka gelisah dengan sepedanya, hanya melirik sekilas. Tampak senyum miring di wajahnya.

Sebentar lagi pasti balik ke sini. Satu... dua... ti...

"Dariel!" panggil Milka.

Nah, kan, bener, tawa Dariel dalam hati.

"Eh, lo denger nggak, sih?!" ulang Milka dengan kesal. Ia menabok lengan Dariel.

"Ah, iya. Kenapa?" tanya Dariel dengan polosnya.

"Ban sepeda gue kempes."

"Ya udah, naik!"

Dengan terpaksa Milka naik ke atas motor Dariel. Entah Dariel akan membawa Milka pergi ke mana. Yang jelas, saat ini mereka sudah cukup jauh meninggalkan area taman.

Di bawah sinar rembulan, motor Dariel melaju dengan kecepatan di atas standar. Secara refleks, Milka memeluk Dariel. Ia tak ingin mati konyol karena jatuh dari motor.

Tanpa Milka tahu, ada rasa kehangatan yang mengalir dalam tubuh Dariel. Kehangatan yang sudah lama tak pernah dirasakan oleh Dariel.










🐥🐤🐥🐤🐥🐤🐥

A N T I D O T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang