0.9 - Girls Talk

89 7 0
                                    

Selesai sholat isya, Milka berniat untuk belajar. Menyicil materi yang sudah ia lewatkan. Dan juga mengerjakan beberapa tugas yang menjadi tanggungannya. Namun, semua itu tak sesuai dengan rencana, saat Monika memberitahu bahwa ada Shasa yang sedang menunggu dirinya di ruang keluarga. Untuk apa Shasa datang ke rumahnya malam-malam seperti ini?

Daripada menerka-nerka tidak jelas, Milka lebih memilih untuk menemuinya langsung.

"Iya, Ma. Sebentar lagi Milka turun ke bawah," ucap Milka sedikit berteriak. Karena Monika berada di luar kamar ini.

Sebelum turun ke bawah, Milka membereskan beberapa buku yang berserakan di hadapannya. Baru setelah itu, ia ke luar dari kamar untuk menemui Shasa.

Milka menuruni anak tangga dengan santai. Di sana, sudah terlihat Shasa yang sibuk mengganti-ganti chanel televisi.

"Hai, Kak Acha! Lama nunggu, ya?" tanya Milka basa-basi. Ia pun duduk di samping Shasa.

Shasa sedikit menggeser posisinya supaya Milka dapat duduk di sofa itu pula. "Nggak kok, santai aja."

"Kakak tahu alamat rumah ini dari siapa?"

"Tadi gue tanya ke nyokap. Gue emang mau main ke rumah lo, sekalian ketemu sama Tante Monika."

"Tadi udah ketemu sama Mama, kan?"

"Udah kok."

"Mau minum apa, Kak? Biar gue yang buatin," tanya Milka seraya hendak berdiri.

"Nggak usah. Sebenarnya gue ke sini, karena gue mau ngajak lo jalan-jalan sekitaran sini," jelas Shasa menahan Milka untuk tidak pergi ke dapur.

"Tapi, gue apa dibol––"

"Boleh, kok," ucap Monika memotong ucapan Milka.

Keduanya menoleh ke arah Monika yang datang dengan nampan berisi teh hangat dan beberapa camilan ringan.

"Serius, Ma?" tanya Milka dengan senang.

"Iya, kalau perginya sama Shasa gak pa-pa deh. Lagian kamu juga belum pernah jalan-jalan sekitaran sini kan," tutur Monika dengan lembutnya. Ia meletakkan nampan itu di atas meja. Mempersilahkan Shasa untuk mencicipinya. Setelahnya, ia duduk di samping kanan Shasa.

"Kalo gitu, gue ganti baju dulu, ya, Kak. Gak lama kok," ucap Milka dengan semangat. Ia segera berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

"Lihat kelakuan Milka, Sha. Masih kayak anak kecil, ya. Padahal sudah kelas sebelas," kata Monika sedikit tertawa.

"Milka memang masih imut, Tan. Masih pantes disebut anak kecil." Shasa menimpali ucapan Monika dengan sedikit senyum.

"Sampai sekarang, dia masih suka makan permen kapas loh, Sha. Dulu kan, belinya selalu sama kamu, waktu kamu masih di Jakarta."

"Hehe, iya Tan. Tapi, Shasa sekarang nggak pernah makan permen kapas lagi. Semenjak Shasa sakit gigi, dan itu sembuhnya lama banget. Shasa jadi kapok gitu," balas Shasa mengingat masa-masa yang lalu. Saat ia masih terlalu polos dan tidak mengerti apa-apa.

"Kalau Milka gak pernah kapok, padahal dia juga sering sakit gigi," ungkap Monika setelah meminum teh di hadapannya.

"Mendingan juga sering sakit gigi, daripada keseringan sakit hati, Tan."

Monika tertawa mendengar jawaban Shasa. "Kamu lagi curhat atau gimana nih? Kayaknya dari hati banget."

"Tante peka banget. Nggak kayak doi, yang selalu pura-pura bego waktu di kasi kode," timpal Shasa tertawa.

"Ah, masa cewek secantik kamu belum punya pacar, Sha?"

"Shasa jomblo bahagia, Tan. Yang penting banyak gebetan aja. Shasa udah seneng." lagi-lagi Shasa terkekeh karena ucapannya sendiri. Apakah dia terlalu jujur?

"Kamu ini ada-ada aja. Yang paling penting, jangan pernah mainin hati laki-laki, ya, Sha. Sekuatnya laki-laki, mereka juga bisa nangis karena terluka. Hukum karma itu ada, Sha." Monika memperingati Shasa dengan lembut.

"Kalo itu, tergantung cowoknya aja, Tan. Gak semua cowok pantes kita baikin. Kadang juga ada yang brengsek, Tan." Shasa tersenyum penuh arti saat ia mengucapkan kata brengsek.

"Ah, iya. Kamu bener juga, Sha. Makanya, yang pinter kalau milih cowok. Jangan yang berandalan, apalagi suka kebut-kebutan di jalanan. Biasanya mereka liar." Monika berucap berdasarkan pendapatnya.

"Udah kayak hewan aja, Tan. Dibilang liar." Shasa sedikit tertawa. Jika seperti ini, Shasa menemukan kehangatan dalam obrolan kecil kali ini. Setidaknya, ia bisa tertawa tanpa beban. Tanpa paksaan. Ataupun bukan tawa yang buat-buat.

Monika tersenyum tipis. "Kamu sekarang kelas dua belas, ya, Sha? Mau ngelanjutin study di mana?"

"Shasa belum tahu, Tan. Belum kepikiran ke sana," balas Shasa sedikit bingung. Karena sebelumnya, ia belum pernah kepikiran akan kuliah di mana. Padahal, waktu menempuh kelas dua belas itu sangat singkat.

"Kamu belum punya plan sama sekali, Sha? Milka aja udah bilang ke Tante, dia katanya mau kuliah di Melbourne."

"Shasa sama sekali belum kepikiran hal itu, Tan. Gak tahu ini, otak Shasa mikiran apaan," jawabnya dengan tawa lirih. Kemudian, ia mengambil minumnya dan mulai meminumnya sedikit demi sedikit.

"Kak Acha! Milka udah siap," ucap Milka penuh semangat. Ia berdiri di depan televisi dengan senyum mengembang. Ia menggunakan jaket bergambar ayam yang pantatnya semok.

Lucu sekali.

"Kita berdua pergi dulu, ya, Tan."

Milka dan Shasa bergantian salam kepada Monika.

"Hati-hati, ya!"








🐥🐤🐥🐤🐥🐤🐥






Semoga ada yang baca cerita ini😅

Oh, iya.
Jangan lupa vote dan komen, ya!

See u baby💋

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


Ambulu, 28 Desember 2017

A N T I D O T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang