Dengan semangat 45, Milka mulai berjalan meninggalkan halaman rumahnya. Tak ada sesuatu hal yang menyebalkan pagi ini, sehingga suasana hati Milka sedang berbahagia tingkat atas. Hingga lengkungan dari bibir Milka senantiasa terangkat ke atas dengan sempurna.
Langkah Milka yang hendak menyebrang jalan harus terhenti, karena ada sebuah motor besar yang melaju ke arahnya. Dipikiran Milka, yang mengendarai motor itu ... Dariel.
Tetapi, realita berkata lain.
Setelah dia melepaskan helm, Milka baru tahu, bahwa dia ternyata ... Daniel. Sebab saat dia tersenyum, hanya tampak sebuah lesung pipi di pipi kanannya. Tidak salah lagi, memang itu Daniel.
Milka tersenyum manis, seperti biasanya. Dia pun menghampiri Daniel, berdiri di samping lelaki itu.
"Selamat pagi, Milka."
"Selamat pagi juga."
"Kamu mau berangkat ke sekolah, kan?"
"Iya. Kenapa?"
"Naik motor sama saya, gimana? Daripada desak-desakan di bis," ucap Daniel terlihat sangat tulus.
"Eh, kamu Daniel kan, ya? Takut salah orang," balas Milka, ia terkekeh pelan. Sebisa mungkin membuat suasana lebih cair. Ia masih takut salah dalam menyebut nama, sebab Daniel dan Dariel memang sangat mirip.
Daniel terkekeh pelan. Dia mengangguk. "Iya, saya Daniel."
"Untuk kemarin-kemarin, gue minta maaf, ya. Gue udah marah-marah sama lo, karena gue kira lo itu Dariel," jelas Milka dengan menunduk. Ia kini sangat merasa bersalah, Daniel tak memiliki salah sama sekali. Tetapi, Milka sering kali bersikap jutek dan selalu marah-marah.
"Santai saja, Mil. Saya paham kok," jawab Daniel. Dia hanya tersenyum tipis ke arah Milka. Membuat hati Milka merasa lebih tenang. Sekarang, ia tak terbebani hal apapun.
"Beneran dimaafin, kan?" ulang Milka dengan wajah memohon, ia terlihat lebih imut.
"Iya saya maafin, kok. Tenang saja."
Milka pun naik ke atas motor Daniel. Tak lupa ia memakai helm yang baru saja diberikan oleh Daniel. Helm dengan gambar kucing di bagian belakang. Setelah duduknya terasa nyaman, ia menepuk pundak Daniel agar motor itu kembali melaju. Sudah seperti tukang ojek.
"Mil, kamu memang sudah dekat sekali sama Dariel?" tanya Daniel, dengan volume suara yang lebih keras. Daniel melirik keberadaan Milka dari kaca spionnya. Milka terlihat dengan ekspresi yang bingung.
"Deket gimana maksudnya?" tanya Milka, tentunya dengan suara yang lumayan keras. Banyak motor yang berlalu lalang di sekitarnya, membuat kebisingan sehingga suara lirihnya tak terdengar jika tidak dinaikkan beberapa oktaf.
"Lebih dari teman, mungkin," jawab Daniel. Laju motornya berhenti saat rambu-rambu lalu lintas berwarna merah, ia pun sedikit menoleh ke arah Milka. Menatapnya sekilas.
"Eh, apaan, sih? Gak lah, kita cuma temen aja. Kenal juga baru kemarin," balas Milka, terlihat santai. "Gue sama Dariel lebih kayak kucing sama tikus," lanjutnya terkekeh pelan.
"Tetapi, kemarin kalian kelihatan dekat sekali. Apalagi waktu Dariel gendong kamu," ucap Daniel dengan sedikit jeda, pada kalimat yang kedua. Daniel hanya berusaha mengikhlaskan hatinya, membiarkan Dariel bahagia.
Milka menepuk pundak Daniel, memberitahukan bahwa rambu-rambu lalu lintas sudah berwarna hijau. Baru setelah itu, ia membalas ucapan Daniel tadi.
"Lo suka ngarang deh, Dan. Kemarin gue cuma kecapekan aja, gak kuat jalan. Makanya digendong, kayak anak kecil, ya?"
Bibir Daniel menerbitkan senyum tipis, mendengarkan penuturan Milka. "Kamu kan, sebelas-dua belas sama anak TK," kekeh Daniel pelan.
"Gue masih imut, dong? Tapi, emang iya, sih. Udah banyak yang bilang," balas Milka dengan percaya diri.
Sedetik kemudian, mereka berdua tertawa bersamaan. Suara mereka lama-kelamaan teredam oleh hembusan angin pagi yang masih terhindar dari polusi.
Tak berapa lama kemudian, motor yang dikendarai oleh Milka dan Daniel, sudah melewati gerbang sekolah. Motor itu terus melaju hingga mereka berdua sampai di parkiran.
Sesampainya di parkiran, Milka pun turun dari motor Daniel. Ia segera melepaskan helm yang ia gunakan, lalu diberikannya helm itu kepada Daniel.
Daniel tersenyum manis saat menerima helm tersebut.
"Milkaa!" teriak Clara cukup keras. Sehingga membuat Milka dan Daniel menoleh ke arah sumber suara.
Clara berlari kecil menghampiri Milka, ia pun berdiri di samping Milka. Clara tersenyum tipis ke arah Daniel, yang kini sedang sibuk menaruh helm di atas motornya.
Daniel pun tersenyum tipis ke arah dua gadis yang berada di hadapannya ini.
"Kalau begitu, saya pergi ke kelas dulu, ya," ucap Daniel.
"By the way, makasih udah jadi ojek gue pagi ini, gratis pula," balas Milka, ia menampakkan deretan gigi putihnya.
Daniel mengangguk. Kemudian, ia berlalu meninggalkan area parkiran. Berjalan menghampiri Kevin yang berada di dekat pintu masuk parkiran, dia juga baru saja memakirkan motornya.
Clara menyenggol lengan Milka. Kemudian menatap Milka dengan tawa pelan, "Masa adik-kakak mau lo jadiin gebetan semua, Mil? Serakah amat, bagi-bagi kek."
"Gebetan apa? Kan cuma temanan," balas Milka.
"Sebelum jadi gebetan, awalnya juga temenan dulu, Mil. Tapi, lo kayaknya lebih anu sama Dariel, ya?" goda Clara.
Pipi Milka sedikit bersemu merah, Clara menjadi yakin dengan ucapannya.
"Anu apaan? Udah ah, yuk masuk kelas," ucap Milka, ia merangkul Clara sembari berjalan menuju ke kelas.
"Ciee, yang salting," jawab Clara seraya menoel pipi Milka.
Milka hanya mendengus sebal. Ia tak lagi menjawab. Karena pada realita, ucapan Clara tidak salah. Sepertinya.
🐥🐤🐥🐤🐥🐤🐥🐤🐥
KAMU SEDANG MEMBACA
A N T I D O T E
Teen FictionMilka baru saja menyadari. Ternyata, ada yang lebih manis dari permen kapas yang biasa ia beli setiap hari. Milka paham betul, resiko apa saat ia terus-terusan mengonsumsi permen berasa manis itu setiap hari. Pasti suatu saat ia akan sakit gigi. Dan...