2.2 - Sepercik Rasa

91 7 0
                                    

Untuk sekedar memastikan, berulang kali Dariel sedikit memutar tubuhnya menghadap ke belakang. Dia hanya takut Milka tak mengikuti langkahnya. Dariel tidak ingin terkena masalah, jika gadis itu tiba-tiba menghilang. Mengajak gadis itu ke pasar malam, di luar skenario yang Dariel buat. Entah mengapa, secara naluriah ia ingin mengajak Milka pergi ke tempat ini.

Semakin lama, langkah Milka semakin pelan. Dariel rasa, langkah Milka lebih pelan daripada langkah siput. Dengan gemas ia menarik lengan Milka, membuat langkah mereka berdua sejajar. Usaha Milka untuk melepaskan cekalan Dariel, hanya sia-sia. Tenaga Dariel lebih kuat. Pada akhirnya, ia hanya bisa pasrah, mengikuti ke mana langkah Dariel pergi. Langkah berjalan Dariel, membuat Milka seperti berlari kecil.

"Pelan-pelan kenapa, sih?!"

Tanpa menjawab ucapan Milka, Dariel tetap melanjutkan langkahnya berjalan. Tentu saja dengan langkah yang lebih pendek. Menyesuaikan dengan langkah Milka. Genggaman tangan Milka, menurut Dariel terasa sangat nyaman. Rasanya, ia tak ingin melepaskan genggaman itu.

Setelah cukup lama berkeliling di pasar malam ini, fokus mata Milka tertuju pada sebuah pedagang permen kapas di ujung sana. Jika ia sekarang tidak berada di samping Dariel, pasti ia akan berlari menghampiri pedagang tersebut. Milka berusaha menahan rasa dalam dirinya, rasa ingin memiliki permen kapas tersebut.

"Lo ngeliatin apa, sih?" tanya Dariel, dia mengikuti arah pandang Milka. Sesaat kemudian, ia tersenyum tipis.

"Permen kapas," jawab Milka bergumam, terdengar tidak jelas. Milka menjadi menunduk, ia sekarang takut Dariel akan marah-marah di tempat umum. Ia tidak ingin menjadi tontonan gratis seluruh pengunjung pasar malam. Pasalnya, ia masuk ke dalam pasar malam bergandengan tangan dengan Dariel saja, sudah menjadi sorotan banyak orang. Entah apa yang salah, yang jelas hal itu membuat Milka risih.

"Kalo gitu, gue beliin lo permen kapas. Anggap aja sebagai ganti permen kapas yang pernah gue lindes," ucap Dariel lebih terdengar sedikit lembut. Daripada waktu sebelum-sebelumnya ia bertemu. Pertemuan yang selalu menimbulkan pertengkaran.

"Serius lo?" tanya Milka sangat excited. Lantas, Dariel terkekeh melihat tingkah Milka yang seperti anak kecil. Apalagi saat Dariel mengangguk, mengiyakan pertanyaan Milka tadi. Gadis itu langsung berlari menuju ke pedagang permen kapas.

Dariel menggeleng melihat tingkah Milka. Ia segera menyusul Milka, dengan sedikit berlari. Sesampainya di samping Milka, gadis itu sudah membawa sekitar lima permen kapas di tangannya. Dengan deretan gigi putih yang ditampakkan, wajah Milka dibuat seimut mungkin. Dariel gemas melihatnya.

Setelah mengambil beberapa lembar uang dari saku jaketnya, Dariel memberikan uang tersebut kepada penjualnya untuk membayar permen kapas yang telah berada di tangan Milka. Kemudian, mereka kembali berjalan beriringan. Mencari tempat duduk untuk makan permen kapaa yang baru saja dibelinya.

"Duduk di situ aja, ya?" tanya Milka, suaranya terdengar lebih santai. Tidak segalak dulu, tidak sejutek dulu. Pada pendengaran Dariel, terdengar seperti itu.

"Oke, boleh."

Dariel menatap ribuan bintang di langit sana, semburat sinar rembulan, membuat Dariel merasa lebih tenang.

"Riel, mau nyoba?" Milka menyodorkan permen kapas tersebut kepada Dariel, dengan rasa gugup. Misalkan Dariel menolak, yang terpenting Milka sudah mencoba untuk menawari Dariel untuk ikut makan permen kapas itu.

"Emang enak, ya? Kayaknya lo suka banget," ujar Dariel sembari mencopot permen kapas tersebut. Saat Dariel hendak memasukkan permen kapas ke dalam mulutnya, Milka menatapnya tanpa kedip.

"Enak kok. Cobain aja," jawab Milka dengan senyum manisnya. Dia terus menatap Dariel yang sedari tadi tidak segera melahap permen kapas tersebut. Dia gemas melihatnya.

Hingga pada menit kesekian, Dariel melahap permen kapas itu. Ia terdiam sesaat, membuat Milka semakin antusias menunggu reaksi Dariel.

Dariel tersenyum sembari memakan permen kapas tersebut. Rasanya, mata Milka tak dapat berkedip, melihat senyum Dariel yang sangat manis. Apalagi ditambah dua lesung pipinya. Milka benar-benar tak ingin berkedip, secara refleks, ia pun tersenyum manis ke arah Dariel.

"Boleh juga. Sini, gue minta," kata Dariel seraya mengambil sebuah permen kapas yang ada di dekatnya. Ia membuka bungkus permen kapas tersebut dengan cepat. Perlahan, permen kapas tersebut mulai berkurang sebab dimakan oleh Dariel.

Mulut Milka sudah tidak tahan untuk bertanya, saat keadaan hening, ia pun membuka suara. Dengan volume yang sangat rendah. Tetapi, Dariel masih bisa mendengarnya.

"Kenapa wajah lo sama Daniel mirip? Dulu, gue kira Daniel itu lo. Sampe gue sering marah-marah sama dia," ucap Milka dengan menatap ke langit, ia terdengar curhat kepada Dariel.

Dariel hanya tertawa pelan mendengar penuturan Milka. Tanpa menoleh ke arah Milka, ia menyahuti ucapan Milka tadi. "Emang mirip banget, ya? Kayaknya dia fotokopi wajah gue, deh."

Milka memukul lengan Dariel pelan. "Gue serius, ih! Gue bener-bener gak bisa bedain wajah kalian berdua," ucap Milka membayangkan wajah Daniel, lalu beralih menatap Dariel.

"Liat gue!" seru Dariel dengan pelan. Dia tersenyum ke arah Milka. Kedua lesung pipinya semakin terlihat dengan jelas.

Milka dengan susah payah menelan air ludahnya sendiri. Karena melihat senyum manis Dariel, Milka menjadi susah untuk bernafas.

"Udah, jangan ditahan-tahan nafasnya. Ntar lo kentut lagi," ucap Dariel dengan wajah seriusnya. Sedetik kemudian, ia tertawa terbahak-bahak, sebab melihat wajah Milka yang cemberut.

"Lo mah nyebelin!" Milka mengalihkan pandangannya dari Dariel. Ia kembali melahap permen kapas di tangannya.

Milka merasa lebih aman di samping Dariel. Ini juga kali pertamanya ia keluar malam bersama seorang lelaki. Dan, cukup menyenangkan.

"Gue tau, lo deket sama Daniel."

Milka menoleh sebab kaget. Apakah dia tak salah mendengar? Sepertinya ada kesalahan, "Siapa bilang gue deket sama Daniel?"

"Gue tau, kemarin lo sama Daniel makan malam di kafe."

"Nggak berdua kok, ada Clara juga. By the way, lo tau dari mana?"

Dariel lagi-lagi terkekeh pelan. "Lo nggak perlu tau. Yang jelas, gue tau semuanya tentang lo."

Milka hanya tersenyum tipis. Dariel benar-benar misterius. Masih banyak hal yang harus Milka ketahui tentang kehidupan Dariel. Apa perlu ia mencari tahu?
















🐥🐤🐥🐤🐥🐤🐥

A N T I D O T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang