1.4 - Anonim

82 6 0
                                    

From: 0852217*****
Gue udah sejam nunggu lo di sini. Sebelum kesabaran gue abis, lo ke sini sekarang! Karena gue butuh jaket itu sekarang juga.

Dengan dahi mengernyit, Milka membaca lamat-lamat deretan kata yang sudah tersusun menjadi kalimat. Ia sama sekali tidak mengenal nomor ini. Ia juga tak merasa meminjam jaket kepada orang lain. Lantas, orang ini siapa? Mungkin kah ini bagian dari kesalahan?

Belum selesai ia mencerna deretan kalimat itu. Ponselnya kembali bergetar, menampilkan satu pesan baru di layar. Dan, pesan itu berasal dari nomor yang sama.

From: 0852217*****
Tadi lo yang nyuruh gue ke tempat ini. Dan sekarang lo gak mau dateng? Lo siapa sih? Jangan coba-coba ngerjain gue! Atau lo kena masalah berkepanjangan!

Milka semakin tidak mengerti arah pembicaraan orang ini. Ia terus membaca pesan itu berulang-ulang. Seingatnya, ia tidak pernah menyuruh orang lain untuk menunggu. Karena Milka tahu, menunggu itu membosankan.

Ia beralih ke depan laptopnya lagi. Meletakkan ponselnya di atas bantal. Sebuah drama komedi di hadapannya baru ia tonton setengah jalan. Tetapi, getaran ponsel itu mengganggu dirinya.

Ia beberapa kali sedikit tertawa saat drama tersebut mengeluarkan leluconnya. Namun, tak lama setelah itu, ponselnya kembali bergetar. Menampilkan nomor yang masih sama. Ia menjeda drama di hadapannya, sebelum akhirnya ia mengambil benda pipih yang ada di dekatnya.

"Mau apa sih, orang ini? Sok kenal banget sama gue," gerutu Milka saat melihat layar ponselnya. Ada satu panggilan tak terjawab dari orang itu. Padahal, baru saja Milka hendak mengangkat telepon itu.

Sebelum ia tidak bisa tidur karena penasaran, ia mencoba untuk membalas peaan dari orang tanpa nama tersebut.

For: 0852217*****

Lo siapa, ya? Jangan sok kenal sama gue, deh. Lagian siapa yang minjem jaket lo? Gue gak pernah minjem jaket ke siapa pun. Ngerti lo?

Ia kembali meletakkan ponsel itu. Dia juga menutup layar laptopnya. Seleranya untuk menonton sudah hilang. Semua gara-gara nomor tanpa nama itu.

Selang lima menit, tetap tidak ada balasan dari orang itu. Padahal Milka berharap orang itu membalas pesannya yang tadi. Ia menjadi penasaran sekarang. Ia melihat kolom pesan dengan orang itu, ia membaca lagi dari atas. Tetap saja ia tidak paham dengan maksud pesan itu.

Ketika mendengar ketukan dari pintu kamarnya, Milka beranjak turun dari keranjang tempat tidurnya. Secara perlahan Milka membuka knop pintu untuk melihat siapa orang yang ada di luar kamarnya.

"Ada apa, Ma?" tanya Milka setelah berhadapan dengan Monika. Ia bersender di pintu kamarnya seraya menatap ke arah Monika yang terlihat dari pakaiannya, baru saja pulang dari toko.

"Di depan ada temen kamu. Samperin gih! Kasian entar kedinginan kalo nungguin kelamaan," ucapnya memberitahu.

"Temen aku siapa, Ma? Clara?"

"Gak tau. Dia cowok, masa namanya Clara?" tanya Monika bingung. Sebelumnya, Monika tidak pernah bertemu dengan Clara.

"Ya udah, Milka turun ke bawah, ya, Ma. Mama istirahat aja, pasti capek seharian kerja," ucap Milka dengan senyum tulusnya. Ia sempat mendapat sebuah pelukan hangat sebelum tidur dari Monika. Lalu, Monika beralih pergi ke kamarnya yang hanya berjarak satu ruangan dari kamar Milka.

Dalam hati, ia bertanya-tanya. Siapa yang dimaksud Monika sebagai temannya. Karena ia tidak terlalu akrab dengan teman laki-laki sekelasnya. Lagian, jika itu teman sekalasnya, Milka rasa sekarang tidak ada tugas kelompok.

Ketika pintu utama ia buka lebar-lebar, ia dapat melihat dengan jelas punggung seorang lekaki yant terbalut jaket hitam. Milka berdehem agar orang tersebut menoleh ke arahnya.

Setelah berbalik badan, Milka menatapnya tak percaya. Mengapa orang ini bisa datang ke rumahnya? Dari mana ia tahu alamat rumahnya? Ini mengerikan.

"Selamat malam, Milka. Boleh saya mampir sebentar?" tanya Daniel dengan senyuman yang cerah. Dengan begitu, lesung pipinya semakin terlihat dengan jelas.

"Mau apa lo ke sini? Gue nggak ada utang sama lo," balas Milka yang terlihat tidak suka dengan kehadirannya. Tetapi, ulah Milka justru mendapatkan senyum paling manis dari Daniel.

"Saya ke sini bawain kamu bakpao langganan saya. Enak deh, kamu cobain, ya."

"Kan gue gak minta lo beliin bakpao."

"Saya memang sengaja membelikannya untuk kamu."

"Terus sekarang gue harus nerima pemberian dari lo? Jangan-jangan lo kasi sianida lagi tuh bakpao."

Milka masih saja tidak bersahabat dengan kebaikan Daniel. Mungkin, ini semua gara-gara kejadian tadi siang. Di mana Daniel hampir menyerempet dirinya. Itu terlalu mengejutkan.

"Gak harus, sih. Saya gak maksa kamu buat terima pemberian saya. Tapi, kalau gak kamu terima, makanan ini akan mubadzir. Mubadzir itu dosa," jelas Daniel dengan santainya. Justru sekarang, Daniel terlihat sangat paham dengan sifat Milka. Ia terihat baik-baik saja, meskipun tingkah Milka sedikit menyebalkan.

"Ya udah, sekarang gue terima bakpao dari lo. Tapi, bukan berarti gue udah maafin kelakuan lo tadi siang," ucapnya seraya meraih kantung kresek berisi lima bakpao tersebut. Kemudian, ia langsung menutup pintu rumah. Meninggalkan Daniel seorang diri di teras rumahnya.

Melihat perlakuan Milka yang tidak terlalu bersahabat, Daniel semakin merasa tertantang. Dalam hati ia berseru;

Sepertinya saya harus berjuang.






🐤🐥🐤🐥🐤🐥🐤🐥



A/N;

Gue lagi pengin makan bakpao. 😞

A N T I D O T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang