Senja sudah benar-benar tenggelam. Matahari pun telah tergantikan oleh sinar sang rembulan bersama bintang. Dinginnya angin malam, menenangkan pikiran. Milka merasakan hal itu. Ia mendongak ke arah langit, melihat ribuan bintang di balik jendela kamarnya yang terbuka lebar. Mencerna setiap kejadian yang ia alami.
Deringan ponsel, membuyarkan lamunan Milka. Ia melangkah dengan pelan, mengambil ponselnya di atas nakas. Tampak pada layar, ada sebuah panggilan dari Clara.
"Halo?"
"Eh, Mil! Tadi kan, lo di suruh ke Cafeteria. Lo dateng nggak? Perlu gue jemput?"
Milka menepuk jidatnya. Ia lupa akan hal itu. Daripada penasaran, lebih baik Milka datang ke sana. Tetapi, sebelumnya ia tak pernah keluar rumah jika tak memiliki izin dari Monika. Lagipula, apa ia diperbolehkan untuk keluar malam-malam seperti ini?
"Mil ... halo? Lo masih hidup, kan?"
"Ya, masih lah. Emang gue harus dateng ya, Clar? Gimana kalo orang itu ternyata cuma iseng?"
"Tapi, kalo nggak dateng, bisa-bisa lo penasaran terus sama tuh orang. Lagian, gue bakal temenin lo kok. Makanya gue jemput, ya?"
"Ya udah, deh. Terserah lo aja."
"Share location rumah lo."
"Yaaa."
Sambungan diputuskan sebelah pihak oleh Clara. Milka hanya mendengus sebal.
Langkah selanjutnya, ia segera mengetik pesan kepada Monika. Memberitahu, bahwa ia akan keluar dengan Clara. Somoga saja diizinkan.
Milka tidak ingin ribet. Ia hanya mengambil jaketnya, untuk mempermanis penampilannya. Tak apa walaupun sederhana, ia hanya bertemu dengan orang biasa saja, kan. Kenal juga tidak.
Seusai menata rambut agar lebih rapi, ponsel Milka kembali berdering pelan. Ada sebuah notif dari Monika. Milka membaca pesan tersebut dengan kelegaan hati, Monika ternyata mengizinkannya. Maka ia pun tak perlu risau.
Secepat kilat, Milka mendengar klakson mobil. Ia pun segera keluar dari kamarnya. Menemui Clara yang sudah menunggunya di bawah sana. Ketika membuka pintu, kenapa rambut Clara jadi pendek? Dia mengacungkan jempol ke arah mobil yang berlalu. Oh, tidak. Dia bukan Clara. Tapi ....
Mendengar suara pintu yang terbuka, dia menoleh. Tersenyum ke arah Milka. "Halo, Milka. Saya boleh kan, main ke rumah kamu?"
Itu Daniel.
"Yang bunyiin klakson mobil itu lo?"
"Bukan, tadi temen saya. Saya ke sini diantar sama dia." Daniel memperhatikan penampilan Milka. Setelahnya ia berkata, "Kamu mau keluar, ya? Ke mana?"
"Kepo banget, sih."
"Saya cuma tanya aja. Gak dikasi tahu juga tidak apa-apa," jawabnya tersenyum tipis.
Sembari menatap Daniel, Milka menarik nafas panjang. Menghembuskan secara perlahan.
Kedatangan Clara, membuat dua insan ini menaruh fokus padanya. Daniel mengernyit menatap mobil Clara yang memasuki pelataran rumah Milka. Sedangkan Milka, ia dapat bernafas dengan lega. Tak lagi terjebak dalam suasana yang tidak mengenakkan.
Selepas turun dari mobil, Clara mengernyit menatap ke arah Daniel. Mungkin, ia masih berusaha melihat dengan jelas, siapa orang yang berdiri di hadapan Milka.
"Berangkat sekarang, yuk!" seru Milka saat Clara baru saja berdiri di hadapannya. Dia tidak fokus ke Milka, justru sedang menebar senyum ke Daniel.
"Lo mau keluar sama Kak Daniel, ya? Kenapa nggak bilang? Gue jadi ganggu, kan."
"Eh, enggak Clar. Dia tuh tamu tak diundang. Sekarang kita pergi aja," ucap Milka tak mempedulikan kehadiran Daniel.
"Kalian mau pergi ke mana?" tanya Daniel lebih kepada Clara. Karena gadis itu terlihat lebih merespons keberadaannya.
Dengan senyum tipisnya, Clara menjawab dengan sepenuh hati. "Kita mau ke Cafeteria, Kak."
"Ada acara apa di sana?"
Milka mendengus mendengarkan pertanyaan Daniel. Seharusnya dia tak perlu tahu hal itu. Juga tak perlu banyak tanya.
"Nggak ada acara apa-apa sih, Kak. Cuma mau makan aja," balas Clara sekenanya.
Daniel hanya mengangguk, tersenyum tipis ke arah Clara. Membuat gadis itu tersipu, bersemu merah pipinya. Milka menatapnya malas.
"Kak Daniel mau ikut? Kalo rame-rame kan seru, Kak."
"Kalau boleh, saya mau ikut kalian. Tapi, saya tadi ke sini tidak bawa mobil," jawab Daniel.
"Naik mobil saya aja, Kak. Kak Daniel yang nyetir, ya. Saya duduk di belakang aja. Nanti Milka di depan sama Kakak."
Milka melotot mendengar perkataan Clara. Dia benar-benar menyebalkan. "Eh, apaan, sih? Kenapa ngajak dia?"
"Udah lah, Mil. Nggak pa-pa," balas Clara dengan santainya. Dia terlihat sangat baik, bahkan lengkungan seperti bulan sabit, tak lepas dari pandangan.
"Ya udah. Terserah." Milka berucap seraya berjalan menuju mobil Clara. Membuat Daniel dan Clara geli melihatnya, ingin tertawa, tapi tidak lucu.
Belum sampai pada mobil milik Clara, Milka kembali berjalan ke tempatnya semula. Membuat Clara mengernyit bingung.
"Kenapa balik lagi?"
"Pintunya belum dikunci. Ntar rumah gue dimaling orang berabe," balas Milka acuh tak acuh.
Sejurus kemudian, mereka bertiga berjalan beriringan menuju mobil. Milka diapit oleh Daniel dan Clara. Meskipun sempat berdebat beberapa saat, akhirnya Milka duduk di depan, menemani Daniel.
Di belakang, Clara tersenyum geli. Membayangkan Milka dengan wajah masamnya. Pasti besok, dia akan marah-marah. Tetapi, Clara tidak peduli.
Selagi masih ada orang ganteng, jangan disia-siakan. Manfaatkan lah dengan baik. Misalnya, menjadi supir.
Seperti, Daniel.
🐥🐤🐥🐤🐥
KAMU SEDANG MEMBACA
A N T I D O T E
Teen FictionMilka baru saja menyadari. Ternyata, ada yang lebih manis dari permen kapas yang biasa ia beli setiap hari. Milka paham betul, resiko apa saat ia terus-terusan mengonsumsi permen berasa manis itu setiap hari. Pasti suatu saat ia akan sakit gigi. Dan...