Pikiran Milka masih saja terbayang-bayang pada laki-laki tadi. Bagaimana bisa ia memeluk lelaki itu? Padahal sebelumnya ia sudah menjelek-jelekkan dia dan marah-marah kepadanya. Ahh, itu sangat memalukan. Ya, meskipun itu juga tidak sengaja. Milka hanya refleks karena ketakuan. Tapi, tetap saja itu memalukan. Terlebih lagi lelaki itu hanya diam tanpa memberontak saat Milka memeluknya dari belakang, sepertinya dia memang sengaja. Mencari kesempatan dalam kesempitan.
Milka terus saja mendumel tidak jelas saat kembali berjalan menuju rumahnya. Baru saja ia tinggal di Bandung, ia sudah bertemu dengan lelaki menyebalkan. Dia juga tidak mau mengganti permen kapas yang sudah dilindesnya.
Untung saja sekarang cuaca sudah tampak lebih cerah. Jadi, Milka tidak perlu terlalu takut untuk pulang sendirian.
Milka berjalan mundur. Kembali menghampiri sebuah motor besar yang baru saja ia lewati. Sepertinya ia tidak asing dengan motor itu. Tetapi, kenapa dia ada di sini? Bukan kah dia sudah pergi?
Milka masih mengamati motor itu. Selang beberapa waktu, ia mendengarkan deheman seseorang. Dia berdiri di samping motor itu dengan helm yang diapit oleh tangan kananya.
Helm-nya juga sama kayak tadi, batin Milka.
"Halo? Ada yang salah dengan penampilan saya?" tanyanya dengan mengibaskan tangan di depan wajah Milka.
"Ng-nggak, kok." Milka menggaruk pelipisnya yang sama sekali tidak gatal. Kenapa dia bisa berubah seratus delapanpuluh derajat? Tadi saja dia sangat galak dan sombong. Sekarang, jadi kalem dan lebih ramah. Apa dia berkepribadian ganda?
"Kenapa kayak orang bingung ketika melihat saya?" dia bertanya dengan bingung pula. Karena sepertinya ia baru saja bertemu gadis ini.
"Tadi, lo itu marah-marah sama gue. Sekarang kenapa lo jadi kalem gini? Atau jangan-jangan lo itu punya kepribadian ganda yang bisa berubah-ubah gitu, ya?"
Lelaki itu tertawa. "Mana mungkin saya memiliki kepribadian ganda. Ada-ada saja kamu ini."
"Lo aneh!"
"Perkenalkan, nama saya Daniel. Saya baru pertama kali bertemu dengan kamu, mana mungkin saya bisa marah-marah sama kamu." lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Daniel itu mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan Milka.
Milka masih berusaha mencerna kejadian yang ia alami sampai detik ini. Dengan lamban Milka menjabat tangan Daniel. "Gue Milka."
"Nama yang cantik. Seperti orangnya."
"Tadi lo belum ganti rugi soal permen kapas gue," ucap Milka yang masih saja teringat soal permen kapas.
Daniel terdiam sejenak. Kemudian ia tersenyum menampakkan lesung pipi pada pipi kanannya. Itu sangat manis. Milka menyetujui pernyataan itu.
"Oke. Kalau gitu, saya akan ganti rugi. Tapi, bukan kah itu sudah cukup banyak? Jangan keseringan makan yang manis-manis. Karena kamu sudah manis."
"Dari tadi kek. Kalau gitu sekarang kita nyari pedagang yang jual permen kapas!" tegas Milka yang tak menggubris sedikit gombalan dari Daniel.
"Memang zaman sekarang masih ada yang jualan permen kapas?" tanya Daniel dengan bodohnya.
"Kalo nggak ada, mana mungkin gue bisa beli permen kapas ini ogeb."
"Kamu kalau lagi marah semakin cantik."
"Apaan, sih! Gak usah gombal-gombal. Bisanya modus doang! Tadi aja marah-marah, sekarang sok baik. Aneh lo!"
"Mau beli permen kapas gak?" tanya Daniel dengan senyuman.
Oh, Tuhan. Milka meleleh melihat keindahan ciptaan-Mu. "Y-ya, mau lah."
"Ya, udah. Nih dipakai helmnya. Kebetulan saya bawa dua helm." Daniel memberikan helm itu kepada Milka.
Milka dengan asal memakai helm itu. Daniel tersenyum melihatnya. Tangannya tergerak membetulkan tali helm yang seharusnya dikaitkan. "Kalau pakai helm, jangan lupa talinya dikaitkan. Supaya lebih aman. Nah, sudah selesai. Sekarang kamu boleh naik ke atas motor saya."
Kenapa dia sangat manis? Dia benar-benar aneh. Milka semakin bingung melihat perlakuan manis Daniel ini. Dengan ragu, Milka beranjak naik ke motor besar milik Daniel.
"Kita cari permen kapas di mana?"
"Di mana aja. Asal harus dapat," jawab Milka.
"Milka," panggil Daniel dengan lembutnya.
"Ya, kenapa? Bensin motor lo abis? Atau motor lo mogok?"
Daniel menggeleng. "Enggak kok. Saya cuma mau lihat pelangi sebentar. Gak pa-pa, kan?"
"Pelangi? Mana-mana?" tanya Milka dengan antusias. Milka salah satu dari jutaan orang yang menyukai pelangi. Dan sepertinya, Daniel juga sama. Ia juga menyukai pelangi.
"Itu. Lihat ke atas!" jari telunjuk Daniel mengarahkan di mana pelangi itu berada.
Milka menatap pelangi itu beberapa saat. Kemudian beralih ke Daniel. "Lo suka lihat pelangi?"
"Iya. Kamu juga suka?" Daniel berbalik tanya.
"Iya, gue suka banget sama pelangi. Gue juga suka hujan," jawab Milka menerawang ke atas sana. Memperhatikan pelangi itu. "Eh, lihat deh! Pelanginya udah mau pulang," lanjut Milka seraya menunjuk-nunjuk ke atas.
Jika seperti itu, Milka persis sekali seperti anak kecil. Sangat menggemaskan.
"Tapi, untuk sekarang. Saya lebih suka kamu, daripada pelangi."
🐥🐤🐥🐤🐥🐤🐥
Eaaa 👅
Aku pelangimu🎤
Cerahkan hatimu, terangi harimu
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Ambulu, 4 Desember 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
A N T I D O T E
JugendliteraturMilka baru saja menyadari. Ternyata, ada yang lebih manis dari permen kapas yang biasa ia beli setiap hari. Milka paham betul, resiko apa saat ia terus-terusan mengonsumsi permen berasa manis itu setiap hari. Pasti suatu saat ia akan sakit gigi. Dan...