8

5.5K 423 7
                                    

TIK
TOK

Bunyi jam memecah keheningan di ruangan kerja Awan..

"Upss,,gue salah" ucap Jingga menutup mulutnya.

"..."

"Ehhhmmm... silahkan dilanjutin lagi ya" Jingga tersenyum simpul kemudian menutup pintu tersebut, tepat ketika Awan menarik pintu dan Jingga yang terhuyung ke pelukan pria tersebut.

"..."

"Keluar" ucapnya menatap Nadine, gadis itu lari keluar tak ingin mencari masalah, beda halnya dengan Rain yang masih bersikukuh berdiri menatap Awan.

Tangan pria itu menarik tangan Jingga, tetapi Awan sudah merangkul pinggang Jingga dengan erat.

"Ke-lu-ar" ucap Awan pada Rain.

"Tidak, sebelum kamu lepaskan Jingga"

"Urusanmu apa huh? Dia calon istriku" ucap Awan kemudian membanting pintu nya, dan memutar kunci.

Dia menyandarkan punggung Jingga yang sedari tadi diam ke daun pintu dan mengunci gadis itu.

Jingga menatap Awan dengan tatapan heran

DEG
DEG
DEG

wangi pria ini membuat Jingga gila

Aku tak ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu

Maaf Awan...

"Calon istri?" Gumam Jingga memecah keheningan. Gadis itu mengangkat alisnya. Deru nafas Awan semakin kencang terdengar oleh telinganya.

"Setelah hampir nidurin itu perek, kamu bilang aku calon istri kamu?" Ucap Jingga tertawa.

"Waaahh... sinting kamu udah kelewatan" Jingga mengalihkan pandangannya dari Awan. Gadis itu meronta melepaskan dirinya dari cengkraman Awan. Tapi pria itu tak berkutik.

"Kamu mau kemana?" Tanya Awan mendesis.

"Kamu yang mau ngapain aku? Kiloan kamu berapa sih?berat tau" ujar Jingga yang menggeliat.

"..."

"Kamu gak bisa lari Jingga"

"Kamu itu ngira aku bakalan lari gitu? Enggak... aku enggak berniat lari Awan. Silahkan berhubungan dengan wanita lain, dan berbuatlah sesuka hatimu"

"Marah?" Tebak Awan.

"Enggak, untuk apa aku marah? Ngelihat keadaanmu tadi aku enggak marah. Karena kita bukan sepasang kekasih Awan" Jingga tersenyum sembari mengangkat sebelah alisnya.

Jingga menyembunyikan sejuta cinta teruntuk pria yang membencinya itu.

"..."

"Permisi, aku mau pulang dan mencari kerja. Walau kamu udah nyokong hidup aku, aku terap harus bekerja" ucap Jingga.

"..."

Awan melepaskan pelukannya.

"Apa aku bisa bertanya sesuatu?"

"Apa?" Sahut Awan menatap Jingga.

"Kenapa dari tadi pagi, kerjaan kamu itu marah2 aja?"

"Kamu" jawab Awan datar.

"Aku? Kenapa aku?"

"Kamu tidur dengan nyenyak, sedangkan aku tidak"

"Kamu yang gak tidur, kenapa aku yang disalahin." Ujar Jingga heran tak ingin disalahkan

Kebisuan membuat mereka berdua berdiam.

"kamu bisa dengan nyeknya tidur, sedangkan saya mati2an harus menahannya"

Jingga di langit ber-AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang