Bagian 24

4.8K 290 0
                                    

"Jadi Leo sakit?, kenapa dia gak pernah bilang sama papa" tanya Rey

"Leo Cuma gak ingin kalian sedih, Ali udah coba untuk mencegah Pah, tapi Ali bisa apa, ini udah kemauan Leo"

"Sabar Rey, kita doakan yang terbaik untuk Leo, sebaiknya sekarang kita mengurus pemakaman Leo" Rizal menenangkan hati Rey, jujur Ia pun sedih mendengar ini, Leo sudah Ia anggap seperti anaknya sendiri, sekarang yang Ia pikirkan adalah Prilly, bagaimana jika Prilly tahu jika Leo sudah meninggal, apa yang akan dilakukan oleh anaknya itu.

...
Prosesi pemakaman Leo berjalan dengan lancer, Hujan yang jatuh rintik rintik seakan mengiringi Leo menuju peristirahatan terakhirnya.

"Leo maafkan papa yang telah gagal menjagamu, bodohnya papa sampai sampai papa tidak tahu kalau kamu sedang sakit, maafkan papa Leo" Rey mengusap pelan batu nisan bertuliskan Leonard Arnoldi bin Reynad Gio Arnoldi.

"Pah, sabar ya, kita doakan semoga Leo mendapatkan tempat terbaik disisi Tuhan"

"Amin, ya udah kita pulang mah" Risma menganggukan kepalanya. "Leo papa pulang ya, kamu disana pasti sudah bertemu mamah kamu, papa titip pesan untuknya, terima kasih karena telah melahirkan putra yang kuat seperti kamu, papa menyayangimu nak, I miss you Son" ucap Rey, mereka lalu pergi menuju rumah sakit menyusul, Ali, Kaia, Fira dan Rizal yang sudah lebih dulu pergi.

..
"Kamu siap?" tanya dokter itu, Prilly menganggukan kepalanya, dokter yang dibantu dengan suster mulai membuka perban dimata prilly.

"Sekarang kamu buka mata kamu perlahan lahan, jangan dipaksa ya, biarkan mata kamu menyesuaikan diri dengan cahaya dulu" Prilly menganggukan kepalanya sebagai tanda dia mengerti.
Perlahan tapi pasti Ia mulai mebuka sedikit demi sedikit matanya, awal awal tampak buram, lama kelamaan semuanya terlihat jelas.

Ali melambaikan tangannya kearah Prilly.

"Ini aku Ali!, kamu liat aku kan" Prilly tersenyum lantas mengangguk. "Ali!!, aku bisa lihat lagi" Prilly meneteskan air matanya terharu.

"Bun, Ily bisa lihat kalian lagi, Tuhan terima kasih" Prilly tidak henti hentinya mengucapkan syukur.
Mereka pun hanyut dalam kebahagiaan itu. Dan melupakan sejenak kesedihan yang sedang mereka alami.

Namun Prilly menyadari sesuatu, kenapa keluarganya memakai pakaian hitam hitam semua, bahkan keluarga Ali pun memakainya.
"Tunggu dulu!, kenapa kalian pakek baju hitam hitam gitu, kalian habis dari mana?" tanya Prilly.

"Gak kemana mana kok Ly" ucap Fira.

"Nggak mungkin. Ali? Kamu habis dari mana, kenapa mereka pakai baju hitam hitam" tanya Prilly merasa belum puas dengan jawaban Fira.

"Kita habis datang ke pemakaman orang yang telah mendonorkan matanya untuk kamu" ucap Ali, yang lain hanya diam, mungkin tindakan Ali memang ada benarnya, tetap memberitahukan kebenarannya pada prilly, namun gadis itu harus tahu kenyataannya nanti.

"O ya? Ily mau kesana ya? Ily pengen tahu siapa orang yang berbesar hati mendonorkan matanya untuk Prilly"

"Jangan sekarang ya sayang, aku janji deh, setelah kamu sembuh aku akan bawa kamu ke tempat dia" bujuk Ali

"Kamu janji kan?" tanya Prilly memastikan

"Iya aku janji!" Prilly tersenyum senang, semuanya pun ikut tersenyum melihat senyuman Prilly, namun siapa yang tahu dibalik senyuman mereka itu tersimpan sejuta luka dan penyesalan.

...

"Sekarang kamu makan dulu ya, biar cepet sembuh" ucap Ali

"Gak mau! Aku maunya makan sendiri" Prilly menaik turunkan alisnya. Ali menghelas nafas kasar, tampaknya Prilly ingin berperang dengannya.

"Eh Prill, tangan lo itu patah! Bukan kecengklak, jalankan mau makan sendiri, buat meluk gue aja lo kesusahan" ucap Ali

"Lah yang bilang tangan gue kecengklak siapa, kan gue cewek mandiri bisa ngelakuin apa sendiri"

"Owh gitu ya? Lo bisa sendiri, oke nih buburnya coba lo makan sendiri, gue pengen liat gaya lo makan" Prilly menelen ludahnya, bagaimana caranya dia makan, memegang mangkuk saja tidak bisa.
Dengan gemetar Prilly mencoba mengambil mangkuk bubur itu. Ali yang melihat itu terkekeh pelan, lalu Ia menarik mangkuk itu kembali.

"Udah ya bercandanya segitu aja, kamu makan dulu, katanya pengen cepet pulang?" Akhirnya Prilly menurut.

"Nah pintel ya kamu, makanan udah habis, pacal ciapa cih kok pintel gini?" ucap Ali dengan nada menggemaskan.

"Emangnya kita kapan pacaran?" tanya Prilly polos, ali berdecak kesal.

"Ckk,, ngerusak suasana. Ya udah mulai hari ini kamu tunangan aku" Prilly memelototkan matanya.

"Tunangan?, lah kita pacaran aja gak pernah" Ali tersenyum, lalu Ia mengeluarkan kotak kecil berbentuk hati, Ali membukanya dan menunjukannya pada Prilly.

"Will You Marry Me?"

"Kam..kamu lamar aku" tanya Prilly
"Ya iyalah sayang, disini yang cewek kan Cuma kamu doang, ya kali aku lamar tembok" Prilly menyengir menunjukan deretan giginya.

"Sayang, kamu gak ada niat jawab nih. Ck.. tangan aku pegel loh" Ali berdesak kesal, pasalnya Prilly hanya diam menatap kotak itu tanpa menjawab apapun.

"Eh iya, emangnya aku belum jawab ya?" tanya Prilly yang membuat ekspresinya semakin masam. "Menurut lo?" tanya Ali kesal, Prilly terkekeh geli melihat ekspresi Ali.

"Yes, I will"

"Serius nih?"

"Ck.. bawel ih entar aku tarik lagi loh jawabannya"

"Eh jangan dong. Yeiii akhirnya gue kawin, eh.. nikah deng baru kawin" Pletak!! Satu jitakan mendarat mulut dikepala Ali.

"Pikiran kamu udah kawin kawin aja, nikah aja belom udah kawin" Ali menyengir menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf v.

Together with you✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang