Empat Belas

39K 4.5K 366
                                    

Selamat menikmati...

~Fee

.
.
.
.

Sejak setengah jam yang lalu Aryani terus memandangi jari tangannya. Bayangan cincin emas putih dengan ukiran minimalis terpantul di kedua bola matanya yang berbinar. Mulanya Aryani memang ragu dengan keputusan untuk melangkah lebih jauh bersama Dimas. Nyatanya, hatinya yang paling berbunga ketika cincin tersebut tersemat manis di jarinya.

Ponsel yang diletakkan di meja rias bergetar, sebuah notifikasi diterima. Begitu melihat nama sang calon suami tertera di sana, senyum Aryani pun melebar.

Dimas : Udah tidur, calon istriku?

Aryani menggigit bibirnya gemas. Baru dipanggil calon istri saja sudah membuatnya ingin berteriak kegirangan, bagaimana kalau dipanggil istri nanti? Aryani tidak sabar menantikan panggilan itu resmi menjadi miliknya.

Aryani : Belum 😊

Dimas : Tidur, gih.
Dimas : Lusa kan ujian skripsi. Jangan sampai nggak fit karena kurang istirahat.

Aryani : Oke ...

Dimas : Selamat tidur my queen 😚

Setelah mengakhiri percakapannya dengan Dimas, Aryani beranjak ke tempat tidurnya. Menyingkap selimut tebalnya dan berbaring di dalamnya. Baru hendak memejamkan mata, suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Aryani. Tidak lama kemudian, kenop pintunya bergerak. Membuka daun pintu hingga menyajikan sosok Andin yang melongok ke dalam kamarnya.

"Ani ..." panggil Andin setengah berbisik. "Kakak boleh tidur di sini nggak?"

Mendapat izin dari Aryani yang berupa anggukan kepala, Andin buru-buru memasuki kamar adiknya. Setelah memastikan kalau pintu kamar sang adik benar-benar sudah tertutup, Andin segera bergabung dengan Aryani di tempat tidur.

"Tumben Kakak minta tidur bareng," komentar Aryani sembari menggeser tubuhnya agar Andin bisa berbaring di sebelahnya.

"Pengen aja," jawab Andin singkat tanpa mengungkapkan alasan sebenarnya.

Sebenarnya, Andin berakhir di kamar Aryani karena mengalami insomnia akut. Perempuan itu sudah memejamkan mata berkali-kali, tetapi tidak kunjung berada di alam mimpi. Yang berputar di kepalanya justru Gilang dan semua ucapan lelaki itu di acara lamaran sekaligus pertunangan Dimas dan Aryani tadi. Belum lagi wajah Gilang yang tengah tersenyum tiba-tiba saja muncul. Mengganggu waktu yang seharusnya digunakan Andin untuk tidur.

Karena itulah Andin memutuskan untuk tidur bersama Aryani. Siapa tahu dengan tidur di kamar sang adik, pikiran Andin kembali ke jalan yang benar. Serta bayangan Gilang tidak lagi mengganggunya.

"Kak ...."

"Hum?" Andin menggumam dengan mata yang sudah terpejam.

"Kak Gilang kayaknya sayang banget sama Kakak," celetuk sang adik, sukses membuat mata Andin kembali terbuka.

Andin mengerjapkan kelopak matanya perlahan. Melirik ke arah Aryani sebentar, lantas menatap langit-langit kamar sang adik. "Sayang lah. Kan dia pacar Kakak," ujar Andin menanggapi. Entah mengapa ada desiran aneh yang hadir ketika mengucapkan hal itu. Karena Andin sendiri tidak yakin.

Mana mungkin Gilang menyayanginya seperti yang disebut oleh Aryani? Pacaran saja mereka pura-pura.

"Kakak nggak ada niat buat melanjutkan hubungan kalian kayak Ani sama Kak Dimas, gitu?" Aryani segera membungkam mulutnya begitu selesai melontarkan sebuah pertanyaan yang begitu sensitif untuk Andin. Menyadari perubahan rona wajah sang kakak, Aryani buru-buru menambahkan. "Bukannya Ani mau ngejar-ngejar biar Kakak buruan nikah sama Kak Gilang. Lagian Ani juga udah tunangan sama Kak Dimas, bentar lagi kami menikah. Ani cuma kasihan aja sama Kak Gilang kalau terus digantungin sama Kakak."

PretendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang