Jika Andin mengira bahwa Gilang akan menyerah karena penolakannya, maka Andin salah besar.
Nyatanya, Gilang selalu berusaha mendekatinya. Muncul di hadapannya, meski Andin berulang kali membuat hati lelaki itu terluka akibat perkataannya. Mungkin bisa dibilang, Gilang menerapkan prinsip 'masuk kuping kanan, keluar kuping kiri.' Mau Andin bilang seperti apa juga, lelaki itu akan mengabaikannya dan terus berjuang maju.
"Pagi, Mbak Mantan," sapa Gilang di depan pintu rumah Andin pagi-pagi sekali. Lelaki itu melambaikan tangannya seraya tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit.
"Ngapain kamu?" tanya Andin yang baru saja akan keluar rumah. Biasanya di Minggu pagi, Andin akan ber-jogging sebentar untuk melemaskan ototnya sekaligus melepaskan kepenatan dari rutinitasnya selama seminggu.
Gilang menggedikkan bahunya. Meminta Andin menilai sendiri penampilan Gilang saat ini. Lelaki itu mengenakan kaos putih tanpa lengan dipadu dengan celana selutut, lengkap dengan sepatu kets di kakinya, dipermanis topi hitam yang dikenakannya secara terbalik. "Mau nemenin kamu jogging," jelas Gilang pada akhirnya karena Andin tidak lekas mengerti maksudnya meski dirinya sudah berpenampilan seperti ini.
Andin mendengus. "Kamu pulang aja sana!" usir perempuan itu seraya mengibaskan tangannya. "Aku biasa jogging sendiri. Nggak usah kamu temenin segala," lanjutnya.
"Ya udah kalau nggak mau ditemenin," balas Gilang dengan santainya. Padahal Andin mengira lelaki itu akan ngotot seperti biasanya, tetapi apa yang dilakukannya? Hanya sampai di sini usaha Gilang?
Andin menggelengkan kepalanya dengan cepat. Berusaha mengusir segala rasa yang ingin sedikit lebih diperjuangkan oleh seorang Gilang Galia Gamadi. Ia tidak berhak meminta lelaki itu berjuang untuk mendapatkan hatinya. Tidak, setelah semua penolakan yang Andin lakukan.
Mengabaikan Gilang, Andin mulai berlari kecil meninggalkan teras rumahnya, hendak menuju taman dekat perumahannya. Baru beberapa langkah dia meninggalkan rumah, Andin merasakan pergerakan Gilang. Ternyata benar, Gilang mengikutinya. Berlari kecil dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya.
"Lang ...." Andin menghentikan langkahnya. Berbalik, menatap Gilang sembari berkacak pinggang. "Kan udah aku bilang, aku nggak mau ditemenin kamu!"
Tawa Gilang pecah. Lelaki itu menyeringai ketika tawanya reda. "Ih, ge-er. Siapa yang mau nemenin kamu?"
Bola mata Andin terputar, kesal. "Terus, ini maksudnya ngapain ikut lari-lari?"
"Yah, mau jogging."
"Tuh, kan!"
"Emang kalau aku mau jogging, artinya ngikutin kamu?" balas Gilang membuat bibir Andin yang sempat terbuka terkatup kembali. "Aku cuma mau lanjut jogging, soalnya sayang aja udah dandan kece begini malah nggak jadi."
"Ya—ya udah," ucap Andin salah tingkah karena terlalu percaya diri. "Kalau gitu jogging di tempat lain aja sana. Nggak usah di sini!"
"Lho, mau jogging di mana itu kan hakku. Lagian ada larangannya gitu buat jogging di sini selain kamu?" lagi-lagi Gilang membuat Andin tidak bisa membalas kata-katanya.
Perempuan itu menarik napas dalam, kemudian mengembuskannya pelan-pelan. Merasa frustasi sendiri menghadapi Gilang. Tidak tahu saja, kalau Gilang sudah bersorak senang dalam hati karena bisa membuat Andin terdiam seribu bahasa seperti ini.
"Ya udahlah. Terserah kamu," ucap Andin pada akhirnya. Perempuan itu memilih melanjutkan larinya. Meninggalkan Gilang yang menyusul sembari mengulum bibir, menahan tawa yang nyaris diloloskannya semenjak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend
General FictionAndina Prameswari bersandiwara menjadi kekasih Gilang Galia Gamadi, jodoh yang disiapkan oleh calon adik iparnya. Setidaknya Andin harus berpura-pura menjadi kekasih Gilang sampai pernikahan adiknya terlaksana. Andin dan Gilang berperan sebagai sep...