Dua Puluh Tiga

31.4K 4.3K 266
                                    

Sepuluh menit berlalu, Hani belum juga buka suara. Masih lebih memilih diam sembari melayangkan tatapan tajamnya pada Andin. Andin sendiri ikut memilih bungkam sembari menundukkan kepala. Tidak berani beradu pandang dengan sang ibu.

"Nggak ada yang mau coba kamu jelaskan ke Ibu, Din?" Hani memecah keheningan dengan melontarkan sebuah pertanyaan yang sedikit menyudutkan.

Andin tidak menjawab. Justru sibuk meremas jemarinya yang mulai terasa dingin. "Andina Prameswari?" Panggilan Hani berikutnya sukses membuat Andin menelan ludah cukup kasar.

Sudah dipastikan bahwa Hani mendengar pembicaraan antara Andin dan Aryani.

"A-apa yang harus Andin jelaskan?" Andin bertanya, berpura-pura tidak mengerti.

"Jangan pura-pura," Hani memperingatkan. "Kamu jelas tahu apa yang Ibu maksud. Sekarang, Ibu mau mendengar penjelasan kamu. Apa maksud dari pembatalan rencana pernikahan Aryani, sekaligus mengenai Gilang yang berpura-pura menjadi pacar kamu?" todong Hani tepat sasaran.

Bibir Andin terbungkam rapat. Perempuan itu masih menunduk takut. Tidak berani mengucapkan sepatah kata pun untuk membela diri.

"Din?"

"Maaf," sesal Andin lirih. "Maaf karena udah bohong sama Ibu dan yang lainnya soal hubungan Andin sama Gilang," lanjutnya masih dengan suara yang lirih seakan tertahan di tenggorokan.

Hani menghela napas panjang. Memalingkan muka, enggan menatap sang putri sulung. "Kamu pikir kalian pemain sinetron, kenapa pakai sandiwara segala? Apa untungnya buat kamu Andin?"

Andin mengigit bibir bagian dalamnya. Ia menyadari kekonyolannya meminta Gilang menjadi kekasih gadungannya. Namun, Andin sendiri tidak memiliki pilihan lain. Hanya itu yang mampu dia lakukan untuk menyelamatkan hubungan Aryani dan Dimas.

"Kenapa nggak jawab pertanyaan Ibu?" kejar Hani, menuntut penjelasan lebih dari Andin. Ia butuh mendengar alasan Andin hingga melakukan tindakan konyol seperti berpura-pura berpacaran dengan Gilang, agar tidak asal menuduh putri sulungnya tersebut dan bisa mengambil keputusan bijaksana atas kesalahan yang diperbuat Andin.

"Karena Aryani?" tanya Hani karena tak kunjung mendapat jawaban dari Andin. "Karena Aryani nggak mau menikah sebelum kamu, iya?"

Andin mengangguk pelan. "Andin cuma nggak mau dia menyesal karena kehilangan kesempatan bersanding dengan lelaki yang baik, Bu. Andin nggak mau Ani senasib dengan Andin."

"Ya Allah, Andin!" Hani mendesis gemas. "Kalau cuma ingin membuat adik kamu nggak mengalami nasib yang sama, kenapa harus pacaran bohongan?"

"Andin udah coba bicara sama Ani, Bu. Tapi, dia tetep bertahan sama prinsipnya. Nggak ada cara lain lagi," jawab Andin secara otomatis membela dirinya sendiri.

"Kalau dengan dibicarakan baik-baik pun Aryani nggak mau, ya udah. Biarkan dia bertahan sama keputusannya. Dia udah dewasa. Dia udah bisa memilih mana yang baik untuknya, kamu nggak perlu sampai membuat kebohongan konyol semacam ini," tukas sang ibu, membuat Andin terdiam. Tidak mampu lagi membalas.

"Sekarang Ibu tanya sama kamu," Hani menyilangkan tangan di depan dada. Menatap putri sulungnya dengan tajam. "Kamu rela pacaran bohongan sama Gilang untuk apa? Agar Aryani dan Dimas bisa bersatu, kan?"

Andin mengangguk, membenarkan. Hani menarik napas dalam, sebelum kembali melanjutkan perkataannya. "Dan sekarang apa yang terjadi? Pernikahan mereka nyaris batal. Kamu tahu apa artinya?"

Kepala Andin mendongak. Bertemu pandang dengan sang ibu sebentar, lantas kembali menunduk sembari menggelengkan kepala.

"Sebenarnya, apa yang kamu lakukan tidak terlalu banyak berpengaruh dengan hubungan mereka, Andin," Hani menerangkan. "Kalau memang mereka takdirnya tidak berjodoh, maka tidak akan berjodoh. Apa yang kamu lakukan hanya memperlambat proses takdir itu sendiri."

PretendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang