"Lang?"
"Hem?"
"Kenapa sih kamu ngelamar aku di acara pernikahannya Aryani dan Dimas?"
"Kamu mau tahu?"
"Iya."
"Biar banyak yang nonton, jadi kamu nggak bisa nolak aku."
.
.
.Andin tersenyum mengingat obrolannya dengan Gilang sekitar setahun yang lalu. Ia cukup penasaran mengapa Gilang memilih mempermalukan dirinya dengan melamar Andin di acara pernikahan Aryani dan Dimas. Ternyata jawaban 'agar diterima' itulah yang keluar dari bibir Gilang. Meski kesal karena merasa dicurangi, Andin tidak bisa marah pada Gilang. Ia menghargai setiap perjuangan Gilang, termasuk keberanian untuk berterus terang kepada orang tua Andin mengenai perjanjian mereka sebelum ini.
Lagi pula, ide gila Gilang tersebut membuktikan banyak hal. Membuktikan bahwa lelaki itu memang serius padanya. Membuktikan kalau perasaan Gilang memang sedalam itu padanya. Membuktikan kalau dirinya begitu istimewa untuk seorang Gilang Galia Gamadi.
Perempuan mana yang menolak jika diperlakukan begitu istimewa?
"Kak Andin," panggilan Aryani, menghentikan lamunan panjang Andin. "Ayo siap-siap. Bentar lagi keluar," ajak Aryani menyentuh pelan lengan Andin, membimbing kakaknya itu untuk bangkit dari bangkunya.
Berhati-hati Aryani mengiringi Andin untuk melangkah keluar dari kamar. Dengan perut sedikit buncit, Aryani mengapit lengan Andin. Menuntun sang kakak hingga batas ambang pintu. Bertepatan dengan itu, suara yang dinantikan Andin sedari tadi terdengar. Suara Gilang, calon suaminya—atau suami sebentar lagi.
"Saya terima nikah dan kawinnya Andina Prameswari Binti Ridwan Permadi dengan maskawin tersebut tunai."
"Sah?"
"Sah!"
"Alhamdulillah," ucap Aryani lirih. Begitu pun Andin, meski tidak terucap oleh bibir, benaknya tetap memanjatkan syukur atas kelancaran pelaksanaan akad nikahnya.
"Keluar, Kak. Siap?"
Andin memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam sebelum akhirnya mengangguk. "Ayo ..."
O0O
Gelombang kelegaan akhirnya dapat dirasakan Gilang setelah prosesi ijab qobul dilalui. Batinnya terus mengucap syukur pada Sang Pencipta. Benar kata pepatah, tidak ada hasil yang mengkhianati usaha. Dan Gilang baru saja membuktikannya.
Setelah berupaya meyakinkan Andin, ditolak berulang kali, belum lagi selama setahun belakangan Gilang harus menghadapi Ridwan yang terus mengibarkan bendera peperangan meski sudah memberi restu, akhirnya dirinya mendapatkan hasil yang sepadan. Kebahagiaannya bersama Andina Prameswari.
Tersenyum, Gilang mengangkat kepalanya yang semula menunduk. Ia berencana menyambut Andin dengan wajah cerah dan senyuman menawan. Berharap sang istri akan terpesona pada dirinya yang menggunakan setelan jas berwarna putih tulang.
Namun, apa mau dikata. Bukannya membuat Andin terpesona, justru Gilang lah yang dibuat terpana. Andin dan kebaya berwarna senada dengan setelan jasnya terlihat luar biasa. Paras ayu perempuan itu dipoles tidak berlebihan, tetapi terlihat begitu sempurna di mata Gilang. Belum lagi dengan bibir merah delimanya yang melengkung, mengulas senyum manis yang begitu menawan.
Gilang tidak sabar untuk mengecup bibir itu. Menyesapnya lembut, dan menikmati betapa ranum dan manisnya.
"Mas?"
Lamunan Gilang buyar. Ketika Gilang memperoleh seluruh kesadarannya, ternyata Andin telah tiba di hadapannya. Senyum perempuan itu tidak terlalu lebar, tetapi tetap terlihat cantik.
"Jangan dilihatin mulu," Dimas selaku saksi menyikut Gilang. "Sambut tuh istrinya," tambah Dimas tersenyum penuh arti.
Gilang ingin sekali mendengus, tetapi urung dilakukan mengingat Andin berdiri di hadapannya. Kalau nanti Andin berpikir Gilang mendengus untuknya, bisa kacau. Alamat malam pertama Gilang berantakan, Gilang tidak mau itu terjadi.
"Mas Gilang ...." Letupan-letupan kecil itu menambah euforia pada diri Gilang. Entahlah, Gilang suka saja ketika Andin menyematkan embel-embel Mas pada namanya. Belum lagi ketika perempuan itu berinisiatif meraih tangan Gilang, mengecup punggung tangan suaminya sebagai bentuk bakti. Rasanya ... Gilang ingin menangis.
"Hai, istriku ..." balas Gilang dengan suara bergetar. Lelaki itu meraih sebelah sisi wajah Andin. Menuntun perempuan itu mendekat, kemudian mengecup kening istrinya cukup lama.
Andin memejamkan mata. Menikmati sengatan yang mengalir melalui kecupan Gilang di keningnya. Ketika Gilang menjauhkan bibirnya dari kening Andin, tatapan keduanya pun bertemu. Kedua pasang manik itu terkunci dengan senyum mengiringi, seolah itu adalah suatu pengikatan janji. Bukan lagi perjanjian hitam di atas putih yang penuh kepura-puraan, melainkan perjanjian sehidup semati penuh kejujuran atas ridho Yang Kuasa.
.
.
.End
Resmi selesai ...
Terima kasih pada para pembaca yang budiman atas semua dukungannya selama ini. Mohon maaf juga kalau selama berjalannya cerita ini, ada salah atau banyak hal yang tidak berkenan di hati kalian. Ceritanya beneran selesai. Yah, selesai ... hehehe... masih ada satu segmen lagi... cuap2 sama para tokoh di Pretend. Jadi, silakan aja bagi yang mau tanya-tanya, di segmen berikutnya bakal dijawab 😀
Daaaan ... aku nggak tahu kalian bisa memiliki kecintaan yang sama dengan cerita ini atau nggak, tapi pelan-pelan ayo ku ajak move on ke sebelah... kalau di sini kalian dibuat gemes sama tokoh ceweknya ... di sebelah dibuat gemes sama tokoh cowoknya ... ahahahaha *ketawa jahat* Silakan nikmati kisah Bang Rey dan Nilam di (Un) Pretend 💃💃💃
Buat terakhir kali .... bisa minta review ... kesan dan pesannya teman2?
Makasih sekali lagi,
—Fee
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend
General FictionAndina Prameswari bersandiwara menjadi kekasih Gilang Galia Gamadi, jodoh yang disiapkan oleh calon adik iparnya. Setidaknya Andin harus berpura-pura menjadi kekasih Gilang sampai pernikahan adiknya terlaksana. Andin dan Gilang berperan sebagai sep...