Dua Puluh Tujuh

37K 4.3K 385
                                    

Rasa penasaran Andin akhirnya terbayarkan. Berkat pertemuan tanpa sengaja dengan Reno di dalam lift, Andin mengetahui ke mana mantan kekasih gadungannya itu akan pergi.

"Gimana perasaannya mau ditinggal sama Gilang, Din?" tanya Reno sesaat setelah melirik Andin. Andin yang baru beberapa detik yang lalu memasuki lift hendak turun ke lantai dasar untuk makan siang, mengernyit bingung.

"Ditinggal?" Bukannya menjawab, Andin justru balik bertanya.

Kening Reno lah yang kini mengerut. Butuh setengah menit lamanya, hingga akhirnya lelaki dua anak itu melebarkan matanya dan menanggapi pertanyaan Andin dengan cukup heboh. "Kamu belum dikasih tahu Gilang?"

Andin menggeleng. Tepat saat itu pintu lift terbuka. Bersama-sama keduanya meninggalkan lift, berjalan menuju kantin kantor diikuti beberapa karyawan lain. "Memang Gilang mau pergi ke mana?" Andin bertanya kembali.

"Ke Batam, ngurus proyek di sana selama 3 bulan," jawab Reno. Tidak menunggu reaksi Andin terlebih dulu, lelaki itu memesan nasi rames untuk makan siangnya. Ia juga tidak lupa menawari Andin, yang dibalas anggukan segera oleh perempuan itu.

Andin memang sedang malas berpikir mengenai menu yang harus dia pesan. Kabar penugasan Gilang ke Batam sudah membuat napsu makannya menguap. Jika tidak memikirkan rasa hormat pada Reno, mungkin Andin tidak akan mengiyakan tawaran lelaki itu untuk sama-sama memesan nasi rames.

Sambil menunggu Reno dan urusannya dengan pesanan mereka, Andin mencerna kembali seluruh informasi yang didapatnya.

Gilang akan pergi ke Batam.

Catat.

Gilang ditugaskan ke Batam selama 3 bulan penuh.

Itu bukan urusan Andin lagi, sebenarnya. Mengingat dirinya dan Gilang sudah tidak memiliki ikatan apa pun. Namun, tetap saja penugasan Gilang membuatnya resah. Masalahnya Andin mempunyai trauma khusus dengan penugasan ke luar kota. Walau itu hanya alasan sampingan, tetap saja Farel—sang mantan— berhasil menemukan perempuan lain dan memutuskan berpaling selama penugasannya di Balikpapan. Bagaimana kalau hal serupa terjadi juga pada Gilang?

Andin memang seharusnya bersyukur, karena tidak perlu bekerja keras lagi untuk membuat Gilang menyerah mendekatinya. Namun, membayangkan Gilang tertarik dengan perempuan lain saat di Batam nanti, membuat hatinya tercubit. Rasanya ada sekelumit ketidakrelaan yang terbit. Dan itu jelas sangat mengganggunya.

"Din?" Reno mengibaskan telapak tangannya di depan wajah Andin, meminta perhatian penuh dari perempuan itu. "Kenapa?"

Andin menggeleng. Pandangannya kemudian dialihkan pada sepiring nasi rames yang sudah tersaji di depannya. Perempuan itu mulai menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya yang terasa begitu hambar di lidahnya. Ia tidak menyangka jika kabar penugasan Gilang memberi efek yang luar biasa seperti ini.

"Takut kalau Gilang kepincut cewek lain seperti mantan kamu itu?" tanya Reno, membuat Andin tersedak. Buru-buru Reno menyodorkan botol air mineral milik Andin. "Cks, kirain urusan kamu sama si Farel sudah diselesaikan di Surabaya waktu itu," Reno berkomentar, memperhatikan Andin yang tengah meneguk air mineralnya.

Dari semua rekan sekantornya, memang hanya Reno dan Bian yang mengetahui masa lalu Andin. Karena merekalah yang Andin mintai pendapat kala ingin mengajukan resign agar nantinya bisa mengikuti Farel—selaku calon suaminya saat itu—yang kebetulan dipindah tugaskan ke Balikpapan. Kedua lelaki itu jugalah yang ikut menguatkan Andin ketika Farel memutuskan hubungan mereka dengan memilih perempuan lain untuk dinikahi.

"Gilang bukan Farel, Din," kata Reno, memberikan penilaiannya. "Dari bagaimana dia bersikap ke kamu selama ini, saya pastikan kalau Gilang sangat menyayangi kamu," tambahnya.

PretendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang