Dua Puluh Sembilan

39.6K 4.9K 284
                                    

Sudah 5 kali jatuh cinta, 4 kali patah hati, 4 kali move on, nyatanya berpisah dengan Andin sementara waktu adalah hal tersulit yang pernah Gilang alami. Terlalu terbiasa bersama serta memandang paras perempuan itu membuat Gilang begitu rindu. Baru satu hari saja dirinya menginjakkan kaki di kota terbesar di Kepulauan Riau—Batam—Gilang sudah merindukan Andin. Bagaimana jika memendam rindu selama 3 bulan nanti? Gilang hanya berharap dia sanggup bertahan untuk tidak menghubungi Andin lebih dulu, setidaknya sampai hari pernikahan Dimas dan Aryani nanti.

Gilang memang sudah memutuskan dan memantapkan hati untuk tidak menghubungi Andin selama bertugas di Batam. Ia benar-benar melakukan saran ibu Andin, memberi Andin waktu untuk berpikir dan merenungi bagaimana perasaan perempuan itu pada dirinya. Lain halnya jika perempuan itu menghubunginya lebih dulu, Gilang akan dengan senang hati membalas. Apalagi jika Andin mengatakan 3 kata keramat : aku kangen kamu, Gilang pastikan dirinya akan mengambil penerbangan pertama ke Jakarta hari itu juga. Tentunya atas seijin Reno dan Bian. Kalau mereka tidak mengijinkan, Gilang akan mengupayakan sampai mereka memberi izin. Kecuali, jika ancaman dipecat menghampiri, Gilang tidak berani. Ia masih membutuhkan pekerjaannya untuk menghidupi Andin dan anak-anaknya nanti.

Duh, mimpi Gilang kejauhan.

Namun, sudah hampir sebulan ini menunggu, Andin tak kunjung menghubunginya. Mengirim pesan singkat saja tidak pernah. Yang Gilang dengar terakhir kali adalah kabar dari Galih. Rekan kerja Gilang itu mengatakan kalau Andin kedapatan melamun di depan mesin fotokopi. Belum lagi ekspresi salah tingkah Andin ketika Galih memanggilnya Mbak Mantan Pacarnya Gilang. Kata Galih, wajah perempuan itu memerah karena malu.

Duh, Gilang semakin ingin pulang ketika membayangkan bagaimana ekspresi Andin. Gemas. Gilang ingin mencubit pipinya. Memeluk. Cium kalau perlu. Sayang, belum halal.

"Bang Gilang!"

Gilang berjengit kaget ketika merasa lengannya diapit erat oleh seseorang. Lelaki itu menghela napas berat begitu menyadari siapa pelakunya. Jelita, salah seorang perwakilan klien yang bekerja dengan Gilang selama di Batam. Kebetulan, perempuan itu adalah sepupu dari istri Juna—kakak Dimas—yang pernah dikenal Gilang di acara pernikahan sepupunya itu. Juna pun sempat menjodohkan Gilang dengan Jelita, tetapi perempuan itu segera menolak karena sudah memiliki kekasih.

"Le—pas!" Merasa risih, Gilang menyingkirkan kepala Jelita yang hendak bersandar di bahunya dengan jari telunjuk.

"Ih, gitu banget Bang Gilang," perempuan itu terkekeh. Bukannya melepaskan, Jelita justru mengeratkan apitannya pada lengan Gilang. "Dilarang nolak rezeki, tahu."

"Rezeki apaan?"

"Rezeki dipeluk sama cewek cantik kayak aku," Jelita tertawa puas, berbanding terbalik dengan Gilang yang mendengus kesal.

"Masih bisa bilang rezeki kalau cowok lo ngomel-ngomel ke gue kayak kemarin?"

Tawa Jelita semakin keras. Terlalu keras, hingga perempuan itu melepas apitannya di lengan Gilang, berganti memukuli bahu lelaki itu. "Ih, manis banget kan pacar aku, Bang Gilang?" goda perempuan itu yang hanya dibalas dengan cebikan oleh Gilang.

Bagi Jelita yang kekasihnya, Alan mungkin terlihat manis dengan sifat cemburuannya. Namun, tidak bagi Gilang yang nyaris saja menerima pukulan Alan yang bersabuk hitam karate. Semua berkat Jelita yang memanfaatkan Gilang. Pantas saja perempuan itu terus saja meng-upload fotonya di instagram, juga diam-diam meng-upload foto dirinya sendiri di akun instagram Gilang. Ternyata Jelita hanya ingin membuat kekasihnya cemburu. Alhasil, kekasih Jelita segera terbang ke Batam hanya untuk membuat perhitungan dengan Gilang.

"Tapi, makasih lho Bang Gilang buat bantuannya," ucap Jelita tersenyum begitu lebar. Perempuan itu mengulurkan tangan kirinya, membuat Gilang dapat melihat dengan jelas sebuah cincin melingkari jari manisnya. "Akhirnya aku dilamaaaaar!" serunya girang.

PretendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang