"Aha? Lagi-lagi kau cemberut melihat anak baru dibelai-belai oleh gadis-gadis itu." ujar Harry menyadarkanku. Mataku beralih kepada pacarku ini dan menatap mata hijaunya.
"Im not, Haz." elakku. "Im absolutely not."
Harry mengelus rambutku dari pangkal sampai ujung, "I see it with my own eyes, you are."
Aku bangkit dengan kesal dan berlari meninggalkan Harry. Kenapa sih ia tidak percaya padaku? Kenapa ia selalu mencurigaiku? Kenapa ia selalu membuatku kesal padanya?
Jelas-jelas aku pacarnya. Seharusnya ia percaya padaku, tidak mencurigaiku dan selalu membuatku senang.
Aku berhenti berlari di bawah rumah pohon yang dulu Harry gunakan untuk menyatakan perasaannya padaku. Aku bersandar pada batang kayunya yang besar.
Memang, setiap aku bertengkar dengan Harry, aku selalu ke sini. Aku selalu berusaha menenangkan diri dan mencoba mengingat momen-momenku dengan Harry. Memang setiap masalah sepele saja bisa membuatku kesal padanya.
Biasanya, sesaat setelah kami bertengkar, Harry akan mengejarku dan meminta maaf kepadaku disini. Padahal biasanya aku yang salah, tetapi tetap saja ia yang meminta maaf.
Aku menyayangi Harry, sepenuh hatiku. Harry kadang kekanakan, kadang dewasa sekali. Kadang cuek sekali, kadang perhatian berlebihan. Anak remaja, labil.
Mataku beralih ke arah lain. Aku melihat seekor binatang terbang mengerikan berlenggang diudara menuju kearahku. Mataku melebar dan sontak aku kabur. Kemana? Rumah pohon adalah yang paling efektif.
Aku memanjat potongan-potongan batang kayu yang sudah dipotong kecil satu per satu dengan cepat. Aku melihat binatang itu terbang lagi mendekat ke arahku dan akhirnya aku sampai di atas. Aku menutup pintunya yang ternyata agak terbuka dengan keras. Aneh, biasanya pintu ini terkunci.
Aku mengintip melalui kaca jendela sambil berlutut dan melihat ternyata binatang terbang mengerikan itu sudah pergi. Kau tau binatang apa itu? Kupu-kupu. Aneh? Memang. Tetapi mau bagaimana lagi memang itu adalah phobiaku.
Aku menyenderkan tubuhku dan bernafas lega.
"Hey?"
Aku terlonjak. Aku seperti mendengar suara orang di dalam sini. Aku menoleh
"Kau!" kagetku.
Ia, anak baru itu. Yang sering kali membuatku bertengkar dengan Harry sejak ia masuk sekolahku. Ia yang sering berhasil mengalihkan pandanganku.
Niall Horan.
(A/N: Ceritanya Niall gak phobia ruangan tertutup.)
"Sedang apa kau disini?!" ujarku. Niall menoleh ke luar jendela dan bernafas lega.
"Aku bersembunyi dari gadis-gadis gila itu." jawabnya. Aku menaikan satu alisku.
"Siapa?"
"Para penggemar." ujarnya dengan nada bangga. Aku mencibir.
"Anak baru saja sudah belagu."
"Itu memang kenyataan, tau. Memang ya, orang yang baby face sepertiku selalu disukai banyak orang." ia membusungkan dadanya dan menggembungkan pipinya. Lalu ia mengempeskan pipinya perlahan-lahan dan tertawa.
"What a weirdos" gumamku. Kurasa ia mendengar, ia menatapku dengan scowl face nya.
"Aku tidak mau bertengkar denganmu, sebaiknya kau perkenalkan dirimu saja. Aku Niall Horan dari kelas 3-3." ia menjulurkan tangannya.
Aku menerimanya dan mengayunnya pelan, "Panggil saja Elena, ketua kelas 3-1."
"A class leader, wow."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot [by request]
FanfictionIm taking a request for this One Shot! Go request in the comments column :) "You can make anything by writing." [ FINISHED ]