"Welcome home, Zayn." aku membuka pintu dan langsung disambut oleh wanita yang bisa dibilang istriku ini. Aku mendengus dan membanting pintu keras, kepalaku masih berat dan pusing sekali akibat bir dan alkohol tadi.
"Z—"
"Diam!"
Aku mencapai pintu kamar kami dan mendorongnya asal sampai terbuka dan membantingnya untuk yang kesekian kalinya. Pusing, aku pun melemparkan diriku ke tempat tidur dengan pakaian acak-acakan ini. Aku tidak peduli. Tidur. Lebih tepatnya tidak sadarkan diri akibat pengaruh wine yang banyak kuminum tadi.
*****
Pagi-pagi, aku mendapati diriku tidur rapi di tempat tidur dengan memakai baju tidur, bukan baju yang kemarin. Kepalaku masih agak pusing, kemarin aku mabuk terlalu tinggi, tetapi aku mencoba bangun dan duduk di atas tempat tidur.
Ku lihat satu tubuh tidur di sebelahku sambil meringkuk. Aku akui aku memakan banyak sekali tempat untuk tidur, sehingga aku yakin tidurnya tidak enak. Aku menyipitkan mataku dan tersenyum melihat dia.
Dia. Grace. Wanita yang terpaksa kunikahi sebulan yang lalu. Terpaksa. Kami dijodohkan sejak lahir oleh kedua orang tua kami. Dan akhirnya aku jadi dengannya.
Bukan. Aku bukan tidak menyukai atau tidak menerimanya sebagai istriku. Sebenarnya, aku mencintanya sejak dulu. Karena satu hal, aku memutuskan untuk mengasarinya. Satu hal itu adalah aku merasa aku sangat tidak pantas untuknya.
Sungguh. Lihat dirinya. Ia cantik, feminim, lembut dan sabar. Aku? Perokok, pemabuk, kasar dan selalu tidak sabaran. Lihat kan, aku sama sekali tidak pantas untuknya.
Menatap wajahnya, membuatku ingin memeluknya dan mengatakan yang sebenarnya kepadanya. Melihat senyumnya, membuat hatiku bergetar nyaring di tempatnya. Melihatnya kecewa setiap malam karenaku, membuatku sesak dan pusing. Tapi aku tidak bisa apa-apa, ia layak mendapatkan yang jauh lebih baik daripada aku.
Aku menatapnya bergerak berubah posisi tidurnya. Lalu ia membuka matanya, dan mendudukan tubuhnya. Mengucek matanya, "hm, hi Zayn."
Aku tidak menjawab dan mengacuhkannya. Aku menutup mataku dan mengatupkan mulutku berusaha untuk tidak menjawabnya. Err, aku kesal pada diriku sendiri.
Selimut yang menutupi tubuhku aku buang ke lantai dan beranjak turun dari tempat tidur, "beraninya kau mengganti pakaianku!"
"M-maaf, aku hanya tidak mau kau tidur tidak nyenyak, Zayn."
Dalam hati aku tersenyum, tetapi wajahku tetap menampakkan ketidak sukaanku padanya. "Sialan."
Ia menunduk. Ah, aku memang tidak pantas mengatakan itu padanya. Lihat sekarang, paginya sudah kubuat rusak dan hari ini pun akan bernasib sama. "M-maaf.."
"Berisik! Buatkan aku makanan!" sergahku. Ia menatapku lemah,
"Tetapi, aku sedang sak—"
Aku menghela nafas dan menarik kasar tangannya sehingga ia merintih kesakitan, "tanpa alasan!"
★★★
"Ini, Zayn"
Aku menarik kasar piring yang dipegangnya dan cepat memakan makanan yang ada di atasnya, "tidak ada racunnya kan?"
Ia menatapku kecewa, "aku tidak sejahat itu."
Bolehkah aku membunuh diriku sendiri, jika aku adalah alasannya bersedih seperti ini? Itu lebih baik.
"Hm, siapa tau."
Grace duduk di kursi sebelahku dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Dari samping, aku melihat telinganya lebih merah dari seharusnya. Apa yang terjadi dengannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot [by request]
ФанфикIm taking a request for this One Shot! Go request in the comments column :) "You can make anything by writing." [ FINISHED ]