“Niall, bisa tidak kau sekali saja tidak mengambil makananku?” omelku sambil menjambak-jambak pelan rambut anak gila disampingku yang sedang makan dengan nikmatnya.
“Sayangnya tidak bisa, sih. Inikan hobiku dan kau tau itu.” Ia menjulurkan lidahnya ke arahku dan mengunyah makanannya lagi, maksudku makananku yang ia curi.
Aku menghela nafas dalam, “kenapa aku bisa bertemu monster sepertimu, ya?”
“Jadi kau menyesal bertemu denganku? Ya sudah kita jangan pernah bertemu lagi!” ucapnya dengan wajah marah, yang dibuat-buat, sambil berdiri. Aku terkekeh.
“Sebaiknya memang begitu, jadi kau tidak bisa mengambil makananku lagi dan aku bisa bebas kemana-mana tanpa diikuti olehmu, tanpa direngeki untuk mentraktirmu, tanpa-“
“Stop! Tidak jadi!”
Aku tertawa dan menggelitiki Niall. Ini sudah biasa. Setiap hari kejadian ini terulang dan selalu berakhir seperti ini. Aku saja sampai sudah hafal dialognya.
“Berhenti dong!” elak Niall sambil mengikat tanganku menggunakan kedua tangannya. Aku merintih.
“Sakit tau, Niall, lepaskan!” aku menarik tanganku kembali. Lalu tiba-tiba Niall memelukku.
“Aku menyayangimu” ucapnya pelan. Bisa kurasakan rona merah dipipiku muncul. “Aku mau terus bersamamu selamanya.”
“Jangan berfikir seperti itu, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Jadi suatu saat pasti ada sesuatu yang memisahkan kita. Entah itu apa.” balasku. Aku balas memeluknya.
Aku menyayanginya. Aku menyukainya. Aku mencintainya. Aku ingin terus bersamanya, walau tidak akan bisa. Aku tidak mau berpisah darinya, sebenarnya. Aku menganggapnya lebih dari sahabat, sebenarnya. Tetapi sifatnya yang kekanak-kanakkan membuatnya susah menyadari itu. Hah. Dan asal kau tau saja, ia sudah menyukai orang lain, tetapi ia merahasiakannya dariku.
“Bagaimana, ya caranya agar aku bisa selalu bersamamu?” ucapnya. Aku tersenyum.
“Kau harus sembuh dulu, melawan penyakitmu.” Jawabku sambil melepas pelukannya. Niall mengangguk seperti anak kecil dan itu sangat lucu. Aku mencubit pipinya.
“Boleh tidak bagi baby face mu untukku?” candaku. Niall tertawa.
“Boleh saja kalau itu bisa membuatku bisa bersamamu selamanya.” balasnya. Hatiku berdegup di tempatnya.
Niall Horan.
Ia sahabatku dari kecil, saat umur tujuh tahun aku mengenalnya karena ia baru pindah rumah tepat ke sebelah rumahku. Ia mengetuk pintu rumahku bersama ibunya dengan senyum manisnya itu. Ia mengajakku berkenalan ketika ibuku dan ibunya bercengkrama di dalam rumah. Momen ini masih kuingat sampai sekarang.
Ia bisa disebut pahlawanku. Ia selalu melindungi dan membelaku saat aku di sekolah. Sampai sekarang, umur kami 17 tahun ia masih sahabatku. Dan tahun lalu, entah kenapa Niall menjadi raja di hatiku alias aku mulai menyukainya. Tetapi, seperti yang kubilang, ia tidak menyadarinya, sepertinya.
Ia mempunyai seseorang yang disukai juga, sama sepertiku. Saat aku menanyakannya, ia langsung berlari kabur atau mengalihkan pembicaraan. Menurutku, itu sama saja dengan ia tidak mau membaginya denganku alias merahasiakannya. Siapapun gadis itu ia sangat beruntung. Dan aku sekarang sedang mencurigai perempuan itu adalah Barbara, seorang perempuan cantik yang tinggal di sebrang rumah Niall. Sebulan belakangan ini, Niall selalu berkunjung ke rumah Barbara seminggu sekali. Ketika pulang ia terlihat senang sekali. Dan itu membuatku sakit hati.
“Pulang, yuk.” Ia menarik tanganku dan membawaku masuk ke halaman rumahnya.
“Ini kan rumahmu, rumahku di sebelah.” Ujarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot [by request]
Fiksi PenggemarIm taking a request for this One Shot! Go request in the comments column :) "You can make anything by writing." [ FINISHED ]