"Hello, Wilda!" pekikku merangkul sahabatku ini dari belakang. Wilda, yang sedang makan dengan santainya kaget.
Ia menoleh marah kepadaku, "Louis! Kalau aku tersedak bagaimana!"
"Nasib." candaku sambil menarik kursi dan duduk di sebelahnya. "Minta dong, aku lapar."
"No, thanks. Aku lebih lapar darimu."
"Ini piringmu yang ke berapa!"
Wilda mengerutkan keningnya, "entahlah. Mungkin yang ketiga, atau keempat."
"Astaga." gerutuku. "Perhatikan berat badanmu. Kau kan perempuan."
Ia menatapku malas, "kau pikir aku suka dengan badan besarku ini? Tapi apa daya, aku lapar."
Ia melahap sendok mienya yang terakhir dengan sedap sehingga mangkoknya kosong. "Lagipula, kalau mau diet hanya menyiksa. Biarlah, nanti akhirnya mati juga."
"Hey, jangan bicara seperti itu."
"Sudahlah, aku mau main futsal. Kau mau ikut tidak?" tanyanya sambil bangkit.
Aku menggeleng saja. Aku baru main futsal, makanya aku lelah dan lapar. Wilda meninggalkan anak kelaparan ini sendirian di cafe, sedangkan ia berlari ke lapangan.
*
Wilda. Ia sahabatku dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas seperti sekarang. Ia baik, tomboy, tetapi pesimis. Ia juga cantik, sebenarnya, tetapi ia tidak mau memperlihatkan itu. Coba saja kalau ia mau memperbaiki bentuk tubuhnya sedikit dan agak feminim, ku jamin ia menjadi ratu di sekolah ini.
Aku sayang dengannya, ia sudah aku anggap adikku. Aku suka dengannya, karena dia sahabat baikku. Aku cinta padanya, lebih dari seorang sahabat, sebenarnya.
Entah dapat perasaan darimana, sejak beberapa bulan yang lalu, semakin hari berganti aku makin yakin dengan perasaan sukaku padanya. Seorang raja di sekolah jatuh cinta pada sahabatnya sendiri.
Itu memang tidak aneh, tetapi akan aneh jika mengetahui jumlah gadis cantik dan modis yang telah menyatakan perasaannua padaku dan kutolak mentah-mentah demi sahabatku yang tomboy dan sepertinya tidak mempunyai talenta selain makan dan olahraga.
Aneh? Yasudah. Tetapi itu bukan masalah untukku. Aku tidak melihat seseorang dari penampilannya, tetapi dari hatinya.
Sebenarnya ada satu yang kubingungkan. Wilda itu tomboy dan suka olahraga, mengapa badannya tidak menyusut tetapi malah makin lebar ya? Apa karena ia terlalu banyak makan dalam sehari? Ha, tetapi aku tidak peduli.
Ia sempurna di mataku. Memang orang yang sedang jatuh cinta akan dibutakan oleh suatu hal yang bernama cinta.
* * *
"Wil, pinjam tanganmu, dong."
"Untuk apa?"
Aku menggenggam tangannya di genggamanku, "lihat. Tanganmu cocok sekali di tanganku seperti itu terbuat hanya untukku."
* * *
"Wil, kau terlalu banyak berolah raga. Lihat bintik merah di pipimu membanyak. Kau kan perempuan."
"Kau bawel, Lou."
"Sini, biar semakin banyak aku gambar pakai pensil di wajahmu."
* * *
"Smile, Wil!"
"Tidak, aku tidak suka kerutan di mataku saat aku tersenyum, Lou."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot [by request]
FanficIm taking a request for this One Shot! Go request in the comments column :) "You can make anything by writing." [ FINISHED ]