nilai lu berapa?

1.7K 301 52
                                    

Angka 35 tertulis besar-besar dengan tinta merah pada lembar ulangan Furihata. Ia berdecak kesal, pasalnya ia sudah belajar, tapi kenapa tuhan tidak menjawab kerja kerasnya.

Di sudut ruangan wajah Akashi tampak murung. Ada apa gerangan? Tanpak ekspresi kesal sekaligus menyesal dalam air mukanya.

"Akashi, dapet nilai berapa?" tanya Furihata.

Dengan mata sendu (yang tak biasanya), Akashi menoleh lalu menggeleng. "Nggak ah. Nilai gua jelek. Ini sampah. Gak pantes dipublikasi."

Furihata menepuk bahu Akashi simpatik. Ternyata bukan hanya dirinya yang mendapat nilai buruk rupa, di sisi lain Furihata merasa lega.

"Gak selamanya kita dapet nilai bagus, kok. Gua juga dapet jelek. Coba liat kertas lu."

Delapan puluh delapan.

Diulang lagi, delapan puluh delapan. Delapan puluh ditambah delapan. Dua lagi dapat sembilan puluh, dua belas lagi dapat seratus.

"Jangan diliat lama-lama." Akashi merebut kertasnya, nada suaranya terdengar malu-malu. "Di bawah sembilan puluh itu sampah."

Oh, jadi sembilan puluh itu sampah? Apa kabar tiga puluh lima?

Besok Senin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang