Lana
Keesokan harinya, setelah sarapan bersama di restoran hotel, Rangga mengantarkanku ke National Mal karena melalui e-mail yang di kirim Danielle tadi malam, kami janjian untuk bertemu disini, National Mal itu bukan merupakan mall tempat belanja, tapi itu adalah sebuah kawasan di Washington DC yaitu antara gedung Lincoln Memorial dan gedung US Capitol. Museum ini memiliki ribuan koleksi pesawat terbang dan pesawat luar angkasa. Pengunjung tidak dipungut biaya untuk masuk ke museum ini, bahkan disediakan pemandu yang akan menjelaskan koleksi di museum ini, bila kita mendaftar lebih dulu di visitor centre.
Dan yang disebut dengan National Mal adalah sebuah wilayah taman terbuka yang besar di tengah-tengah kota. Karena ketenarannya, wilayah ini sering dijadikan lokasi protes dan unjuk rasa politik berskala besar.
Rangga menjejali telingaku dengan segudang nasihat yang membuatku tertawa geli, Rangga memperlakukanku seolah-olah aku gadis kecil yang belum pernah berkunjung kemanapun.
Danielle sudah menungguku saat aku memasuki Washington Monument, ia tertawa riang memelukku, dan kulihat Danielle masih secantik yang kuingat dulu saat masa SMA, tinggi, langsing, rambut pirang, mata biru aquamarine. Saat SMA aku sudah bilang berkali-kali padanya kalau aku sangat iri dengan tampilan fisiknya, tapi Danielle akan tertawa, dan bilang kalau ia juga iri dengan tampilan fisikku, dengan kulit kuning, mata hitam, rambut hitam bergelombang.
Dan kami tertawa mengenang kenangan itu. "Anak kamu berapa Mrs. Yunarzat?" Tanyanya saat obrolan kami sampai ke urusan pribadi. Danielle meledekku dengan menyebut nama belakang Rangga.
Aku hanya tertawa, mengacungkan jari telunjukku keatas, dan mengusap perutku. Ini lebih ke isyarat bahwa aku masih menunggu hadirnya, tapi tampaknya Danielle menyangka aku sedang mengandung anakku.
Ia berteriak girang, memelukku, dan mengucapkan selamat atas kehamilanku. "Aku pikir juga kamu lagi hamil, karena saat ini tubuh kamu tampak lebih berisi daripada poto yang aku lihat di facebook beberapa waktu yang lalu," jelasnya, "selamat sayang, kamu sangat baik kepada anak-anak, memang sudah sepantasnya untuk segera memiliki anak dan keluarga sendiri," sambungnya kemudian.
Aku tertawa, "dan kamu Mrs. Robinson, anakmu sudah berapa?" tanyaku penasaran.
Danielle tertawa riang mengacungkan 4 jari tangan kanannya, dan mengusap perutnya. Melihat isyarat itu, sesaat aku terperangah. "Anak kamu mau 5?"
Danielle menganggukan kepalanya, "program anak ke 5."
Mendengar jawabannya aku mengerang dan membulatkan mataku. Ya Tuhan, aku sungguh tak menyangka Danielle akan memiliki anak sebanyak itu, dulu saat kami sama-sama sekolah, Danielle termasuk gadis yang tidak terlalu menyukai anak kecil, beda banget denganku, yang memang dari dulu sudah menyukai anak kecil.
"Kalau suamimu tidak sibuk menghadiri pertemuan dan rapat-rapat penting, kamu harus datang ke rumahku untuk makan malam, dan bermain dengan anak-anakku." Undang Danielle. Dan aku menyanggupinya dengan antusias, aku ingin melihat anak-anak Danielle jelmaan versi kecil dari Danielle Jaferson, dan Frank Robinson yang tampan, pasti anak-anaknya mengagumkan.
Obrolan kami masih berlanjut.
Danielle mengajakku mengelilingi Washington, D.C. mengenang setiap jalan yang pernah dilalui sambil tertawa-tawa persis anak baru gede yang baru merasakan melancong ke luar negeri.
Berjalan-jalan kembali ke DC mau tak mau aku harus mempelajari sejarahnya, dan Danielle menjelaskan dengan terperinci, bangga dengan tempatnya ia tinggal, yang merupakan sebuah kota terencana. Desain kota Washington adalah hasil karya Piere (Peter) Charles L'Enfant, seorang arsitek, insinyur, dan penata kota kelahiran Perancis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Right Mistake
RomanceRangga keterlaluan, membawaku melintasi belahan dunia hanya untuk menjadi ibu anaknya, yang akan lahir dari wanita lain. -Lana- Melihat wajah terluka milik Lana karena perbuatanku, membuat rasa bersalahku semakin menumpuk berkali lipat. Aku s...