Part 18

5.4K 402 24
                                    

berhubung, "AKU YANG TIDAK DIINGINKAN," sedang di ketik, dan baru dapat dua halaman, aku update yang ini dulu ya.. Sabar, semoga malam ini bisa update, telat-telat bessok ya.. InshaaAllah, doakan saja aku selalu sehat dan bisa mikir untuk melanjutkan cerita-cerita yang disini.

Jangan lupa, tinggalkan jejak-jejak cinta untukku ya pemirsah. Kiss-Kiss-Kiss. 

Vote-nya bertambah sampai 300 aku double update ya... Kalau nggak sesuai target. Yaaa maaf update selanjutnya sesuai jadwal, Minggu depan 😄.

****

Lana

Seminggu setelah aku kehilangan janinku.

Sore ini Rangga tampak duduk di balkon kamar apartemen kami menatap bayangan yang semakin memanjang. Dan matahari yang hampir tenggelam di ufuk barat. Ini sudah mulai memasuki musim semi, dimana rumput-rumput mulai tumbuh kembali, daun-daun menampakan hijaunya, dan bunga menampakan eloknya. Tapi tidak dengan perasaanku.

Kamar kami tampak gelap dan penuh bayang-bayang. Hanya lampu dinding kecil yang dibiarkan menyala.

Mendengar suara langkahku, Rangga membalikan kepalanya menatapku, senyum lembutnya menghias bibir bagusnya, sebelum mengangkat tubuhnya dari kursi dan berjalan menghampiriku.

Rangga memelukku erat dan menghadiahi puncak kepalaku dengan beberapa ciuman hangatnya. Aku menatap Rangga. "Bagaimana rasanya sekarang sayang?"

"Hampa."

Suaraku yang terdengar datar tampaknya mengubah suasana hati Rangga. Ia tampak khawatir. Seakan segalanya sudah mati, dan itu termasuk senyum dan rasa humorku. Rangga menggenggam tanganku dan menggenggamnya erat-erat, tapi aku tidak memperdulikannya. Aku tidak membalas genggaman tangan Rangga.

"Sayang, apakah kamu merasa sakit?"

"Tidak. Dokter sudah memberikanku obat supaya aku bisa beristirahat dengan cepat. Karena itulah aku merasa ngantuk sekarang."

"Tidak apa-apa. Dokter bilang kamu butuh istirahat yang banyak,"

"Dokter juga bilang, bahwa tidak ada alasan untukku, bila aku menginginkan punya bayi lagi." Tenggorokanku tercekat, hingga aku tidak bisa berkata-kata.

Rangga memeluk tubuhku semakin erat. Satu tangannya ia gunakan untuk menggenggam erat tanganku. "Sudahlah sayang. Jangan menangis lagi. Tidurlah."

"Aku tidak bisa tidak memikirkan bayi itu Ga." suaraku bergetar sarat emosi, "Bayiku sudah tidak ada lagi....."

Rangga memelukku erat, dan menciumi puncak kepalaku hangat. "Sabar sayang. Inshaa Allah, Allah akan mengganti yang telah hilang dengan yang baru dengan lebih baik lagi." Bisiknya bijak.

Aku menganggukan kepalaku.

* * *

Rangga

Aku berbaring nyalang diatas tempat tidurku. Lana sudah terlelap sejak tadi. Mungkin karena pengaruh anastesi atau juga obat yang diberikan dokter masih bekerja, hingga yang ia lakukan hanya tidur dan tertidur. Tapi itu bagus sekali untuknya, karena dengan tertidur aku berharap Lana bisa melupakan sakitnya kehilangan anak kami tercinta.

Aku menghela napas berat. Entah sampai kapan Lana masih akan ada di sampingku dan tidur dalam pelukanku. Dan aku tidak mau hal itu terjadi. Aku ingin Lana tetap menjadi bagian dari hidupku ibu dari anak-anak kami, yang akan kami dapatkan lagi. Dan aku berharap segera bisa membuat Lana hamil lagi anak kami.

Tidak tahukan Lana, bahwa bagiku sekarang ini, Lana adalah segalanya, aku rela dan akan menghalangi dengan sengit setiap rencana yang dibuat Lana dengan laki-laki lain, kalau ada yang mau melawanku, akan aku ajak mereka, laki-laki yang mendekati istriku itu berkelahi, dan itu akan aku lakukan setiap ada laki-laki yang berniat mendekati Lana, aku juga tidak akan pasrah begitu saja menyerahkan istriku kepada laki-laki mana pun, karena Lana milikku.

Aku tidak akan menyerahkannya kepada laki-laki mana pun baik itu laki-laki dari masa lalunya maupun mungkin laki-laki dimasa depannya kecuali aku, tidak sekarang, dan tidak juga nanti. Janjiku dalam hati.

Cinta, cinta. Cinta memang tidak berbatas tegas, tetapi dalam proses memaknainya kita harus memiliki orientasi yang jelas. Setiap mahluk layak untuk dicintai. Namun ingat ada Yang Maha Layak senantiasa menanti. Jadikanlah semua cinta dalam hidup ini sebagai anak tangga yang dititi untuk mencapai hakikat cinta yang sejati. Aku mendesah teringat kata-kata yang diucapkan salah satu klienku saat kami sedang membicarakan tender di kantornya beberapa tahun yang lalu.

Aku mendesah.

Gea, aku sudah melupakannya, melupakan keinginannya yang ingin bercerai dariku, dan aku hampir melupakan kisah cinta yang telah aku rajut bersama Gea, yang aku pikirkan kali ini hanya Lana, aku tidak akan pernah bisa untuk hidup berjauhan dengan Lana, karena Lana sadar atau tidak sudah menempati posisi penting di hatiku.

09 Juni 2017

The Right MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang