Part 19

6K 383 33
                                    

Lana

Aku sangka, setelah kejadian itu sikap Rangga akan berubah kepadaku, tapi sampai hari inipun Rangga masih tidur dengan memelukku, dan menyiapkan keperluanku, dan Rangga juga sepertinya sudah tidak segan menunjukan rasa sayangnya kepadaku.

Setiap hari sebelum ia berangkat untuk melakukan risetnya atau mengurus bisnisnya, Rangga masih mengangguku dengan keisengan-keisengannya, yang kadang membuatku ingin menangis sekaligus tertawa, mengomelinya saat ia teledor melakukan sesuatu, atau segala hal yang bisa dilakukan untuk menunjukan bahwa hubungan kami baik-baik saja.

Dan aku sudah mengingatkan Rangga berkali-kali untuk lebih menjaga Gea, karena kehamilannya sudah menginjak 9 bulan, dan bisa melahirkan kapan saja. Aku memintanya untuk menjadi suami siaga, tapi yang dilakukannya saat itu hanya memelukku, "kalau nanti kita diberikan anak lagi, kamu mau anak laki-laki atau perempuan sayang?" tanyanya, dan saat ini kepalanya ada di pangkuanku, Rangga tengah berbaring manja, saat itu kami sedang duduk santai di sofa ruang tengah, setelah beberapa saat yang lalu selesai makan malam. Aku menunduk untuk melihat wajahnya.

"Aku ingin anak perempuan, yang banyak..."

"Banyak?" Potong Rangga, "berapa banyak yang kamu maksudkan sayang?"

Untuk menganggunya, aku pura-pura tidak mendengar, dan berhasil, ia menarik kepalaku turun ke wajahnya, dan menciumi aku. Dan aku melepaskannya dengan paksa dan tertawa dengan ulah isengnya. Dengan menghitung dengan jari, aku menjawab, "tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki," jawabku.

"Ya Tuhan, lima orang anak?"

Aku menganggukan kepalaku pasti.

Ada tatapan kagum dan hormat dikedua matanya.

"Kamu mau melahirkan lima orang anak sayang?"

Aku menganggukan kepalaku pasti, dan yang dilakukan Rangga ia menarik tubuhku kedalam belitan tangannya yang kuat, seolah enggan melepaskanku. "Ini proyek besar sayang, kita harus segera memulainya.." ia meregangkan tubuhnya dari tubuhku menatapku dengan matanya yang hitam, matanya yang sudah sering kali membuatku tenggelam dalam pengharapan.

"Enak aja, dokter memintaku untuk memeriksakan diriku beberapa minggu lagi." Potongku.

Rangga mengerang. "Berapa minggu lagi sayang? Aku sudah tidak sabar."

Aku terdiam lama, mengenang kematian calon anakku, yang pergi sebelum aku melihat wajahnya, "dua atau hingga minggu lagi." Jelasku.

Terdengar Rangga kembali mengerang, "tiga minggu lagi? Ya Tuhan..." dan dengan gayanya yang dramatis ia menutup wajahnya, dan mau tidak mau aku tertawa. Rangga berbalik menatapku, "kamu tidak tahu apa yang aku rasakan sayang..."

Aku menggelengkan kepalaku dan tertawa pelan, "emang apa yang kamu rasakan?"

"Puasa bagi laki-laki itu sungguh luar biasa rasanya sayang..."

Aku menarik kepalanya untuk menghadapku, "tapi kamu kan masih bisa tidur memelukku, menciumi aku, apapun yang bisa kamu lakukan, kecuali itu."

Rangga tertawa. Dan memelukku, setelah sebelumnya menciumi wajahku.

Terjadi keheningan yang menenangkan.

"Bila anak pertama kita perempuan, kamu mau beri nama siapa sayang?"

"Aliqa, aku suka nama itu.." jawabku cepat, "anak kedua bila perempuan lagi aku akan memberinya nama Aqila, dan anak ketiga bila perempuan lagi aku beri nama Ayana," sambungku, "kecuali anak laki-laki, Ayahnya yang harus mencarinya.." aku menatapnya. "Kenapa kamu membicarakan anak bersamaku? Kamu tidak menginginkan anak dariku..."

The Right MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang