Part 21

7.1K 374 49
                                        

Ramadhan tak datang secara tiba – tiba, namun kedatangannya sama dengan bulan yang lainnya. Mengikuti arus revolusi bumi yang sangat cantik dalam kendali Rabb. Ramadhan yang selalu membawa kerinduan. Bulan yang dihadirkan dengan segala keindahan penuh ladang amal.

Dan Ramadhan akan segera beranjak pergi, dan akan segera berganti dengan fajar Syawal. Taqobalallahu Minna Wa Minkum. Syiamanaa Wa Syiamakum. Kullu Aamiin Wa Antum Bikhoir. Selamat Idul Fitri, mohon dimaafkan dari segala khilaf.

****

Lana

Dua bulan kemudian,

Aku sedang kembali disibukan dengan aktivitasku di tempat penitipan anak.

Saat ini waktu hampir menunjukan pukul 7 malam, dan aku belum pulang ke apartemen kami, karena sudah dua hari Rangga menghadiri pertemuan dengan mitra bisnisnya di Atlanta, Rangga mengajakku ikut serta dalam pertemuan itu, memaksa malah, tapi aku menolaknya, tidak enak menghadiri sebuah pertemuan yang aku sendiri tidak mengerti.

Telepon disebelahku berdering, dan karena Lusia gadis resepsionis sedang ke kamar kecil, terpaksa aku yang mengangkatnya, "Pamela Days Care. Bisa dibantu?"

Belakangan ini aku merasa sedikit gugup saat harus menerima telepon, mungkin karena selama dua hari ini Rangga tidak menghubungiku, walaupun sudah berpuluh kali aku mengirimkan pesan teks dan tapi tidak pernah dibalasnya, dan aku juga meneleponnya tapi belum pernah diangkat, dan jujur aku mengkhawatirkannya.

Dan selama Rangga tidak meneleponku, aku merasa seperti masa lalu untuk Rangga, entahlah sejak kapan perasaan itu ada padaku.

"Dengan siapa saya berbicara?" Suara laki-laki yang sangat maskulin dan dalam terdengar, suara yang sangat enak untuk didengar.

"Saya dengan Lana. Bisa saya bantu?"

"Lana, syukurlah, aku Mark teman sekolah kamu dulu. Danielle bilang kamu sekarang menetap di California, tepatnya ada di Berkeley. Kalau kamu ada waktu aku ingin bertemu denganmu."

Sesaat aku terdiam. Karena aku tidak bisa menemui Mark, saat Rangga sedang tidak ada didekatku.

Mark seorang laki-laki pada masa itu yang sangat tergila-gila padaku, dan sampai saat ini Rangga masih mencemburuinya. Rangga sangat marah saat tahu aku masih menyimpan surat cinta yang dikirim Mark bertahun-tahun yang lalu, yang ia temukan di rumah mama. Walaupun aku sudah berkali-kali menjelaskan kepada Rangga, bahwa saat ini hubunganku dengan Mark hanya pertemanan, tapi Rangga masih tidak mempercayainya, hingga akhirnya aku malas berurusan dengan Mark, apapun alasannya, karena aku tidak ingin pernikahananku bermasalah karena ini.

Aku hanya menanyakan sampai kapan ia ada di Berkeley, dan saat Mark bilang ia baru sampai dan akan ada disini dalam beberapa hari, aku janji untuk menemuinya saat pekerjaanku sudah selesai dan Rangga kembali dari perjalanan bisnisnya di Atlanta.

Dan Mark mengerti dengan penjelasanku, dan menyudahi pembicaraan kami, saat Lusia kembali dari toilet.

* * *

RANGGA

Pertemuan dengan mitra bisnisku selesai dalam satu hari, dan kontrak sudah ditanda tangan, jutaan dolar akan segera meluncur dengan lancar masuk ke rekening perusahaan. Aku melirik rolex yang melingkar di tangan kiriku, waktu sudah menunjukan jam 7, dan pertemuan akan segera berakhir, sebelum akhirnya aku harus mengikuti jamuan makan malam, dan menikmati perayaan khas para pembisnis yang sudah berhasil memenangkan tender besar.

Aku membukan handphone yang sudah hampir 24 jam aku matikan, dan saat tombol power menyala, nampak berbagai pemberitahuan masuk, baik dari media sosial yang aku ikuti, maupun dari email, dan pesan-pesan yang belum aku baca. Aku langsung mencari pesan yang dikirimkan Lana, istri cantikku itu dalam 2 hari ini mengirimkan aku pesan sebanyak 46 pesan, dan telepon hampir 50 kali.

The Right MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang