Duduk seorang gadis berpenampilan superb tomboy di sofa ruang keluarga dengan wajah kusut. Kerutan di keningnya sudah tercipta lama, sejak detik dimana Sang Ayah yang dipanggilnya papa itu mengakui sesuatu. Suatu hal yang besar dan penting. Namun dirinya malah tidak tahu sama sekali. Saat tahu, si gadis tomboy itu malah tidak bisa protes untuk menolak.Althaf terlihat gusar, tangannya saling menggenggam satu sama lain. Matanya tidak berpindah dari sosok anak bungsunya itu. Althaf lebih suka mendengar gadisnya mengoceh panjang lebar daripada diam seperti saat ini.
"Papa butuh pendamping,nak." Suara Althaf terdengar pelan namun tegas.
Si gadis makin membuang muka, emosinya seperti sedang diuji sang papa.
"Papa tahu, kamu pasti ngeresponnya kayak gini. Sebab itu papa gak ngasih tahu kamu duluan.Papa gak bisa dengar penolakan dari kamu,tha." Althaf kembali berbicara. Kali ini si bungsu semakin emosi, giginya gemeretakan sangking kesalnya.
"Dia akan kesini nanti."
Si gadis langsung menoleh , memandang bingung ke arah papanya. "Dia siapa?" Tanyanya ketus.
"Mama baru kamu."
Kesabaran si gadis lenyap, menguap begitu saja saat Althaf dengan yakinnya menyebut mama baru didepan anak bungsunya itu. Bahkan si bungsu dengan beraninya menggeprak meja , suaranya keras hingga mengejutkan Althaf dan kedua pria berstatus mahasiswa yang juga ikut rapat keluarga malam ini.
Althaf melotot murka, namun tak dihiraukan si gadis bungsu itu.
"Sejak kapan aku mau punya mama lagi?Kapan,pa?!"
Althaf menghela napas, mencoba untuk sabar menghadapi anak bungsunya ini.
"Papa butuh istri,dek." Adam, anak sulung Althaf itu menimpali. "Mikirlah!Kamu juga udah gede,kan?" Tambahnya.
"Gue gak mau,bang! Gak ada yang bisa dan gak ada yang boleh gantiin posisi mama dirumah ini!" Suara si bungsu makin tinggi dengan bahu yang naik turun sesudah berbicara. Ia kehabisan sabar.
Althaf dan Adam sama-sama dibuat pusing oleh si bungsu. Mereka juga bisa terpancing emosinya kalau si bungsu bertingkah berang seperti itu.
"Tha,elo jangan egoislah! Masalahnya apa? Elo gak dikasih tahu duluan,kan? Kita juga baru tahu kok. Emang si papa ini kurang asem, curang!" Agam berhasil mendapati tatapan tajam dari sang papa. Anak nomor dua itu langsung nyengir sambil menunjukkan tanda damai dengan jari tengah dan telunjuknya pada sang papa.
Si gadis menutup mata ditengah emosinya.Ia berharap emosinya itu bisa redup secepat mungkin agar dia dapat berfikir jernih.Namun nyatanya semakin sesak hati si bungsu. Bayangan wajah sang mama terlintas begitu saja. Ia merindu setengah mati sekarang.
Adam dan Agam saling melirik, mereka sama-sama melihat adiknya menangis sekarang. Meskipun tidak sesegukan, air mata itu jatuh begitu saja menuruni pipi si bungsu.
"Jangan nangis kamu! Malu sama tingkah preman mu itu!"
Si gadis bungsu itu langsung menghapus kasr air mata dipipinya dengan tangannya sendiri. Ia juga tidak mau terlihat menyedihkan, cengeng,dan lemah dihadapan papanya. Ia sedang marah sekarang, tidak ingin terlihat rapuh meski dia seorang perempuan.
"Mama kamu bakal datang jam sembilan. Tapi papa gak akan maksa kamu menyambut kedatangan dia."
Sekali lagi kata mama yang keluar dari mulut Atlhaf membuat anak bungsunya tersulut emosi.
"Bukan!"
Althaf mengernyit bingung.
Si bungsu mendongak , memandang papa nya dengan tatapan berani.
"Dia bukan mama aku! Gak akan ada yang layak aku sebut dengan mama,pa!" Katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atha,That's Her Name (gxg)
RomanceGadis itu berkepribadian tenang, namun bisa jadi monster jika emosinya memuncak.Gadis itu tertawa ketika ada hal lucu didepan matanya, namun tidak banyak bicara. Senyumnya meneduhkan. Tawanya enak didengar. Tangisnya menyayat hati. Gadis itu p...