"Elo mau tahu minus-nya elo apa?"
Atha mengernyit. "Elo sering lari dari masalah." Endang melanjutkan. Gadis berkaca mata itu berdiri lalu mendekati temannya yang duduk bersandar pada dinding kamar Endang. "Gue nggak tahu kali ini apa yang udah elo buat sampe bikin elo ke rumah gue tanpa ancang-ancang, lagi. Tapi gue tahu elo lagi ngehindar dari sesuatu." Endang menatap Atha serius. Sampai gadis berpenampilan tomboi itu mau tidak mau memalingkan pandangannya kearah lain.Terdengar Endang menghela napas panjang, "Jam sepuluh malem , hampir setengah sebelas ngetuk rumah orang keras-keras. Sampe seisi rumah gue kebangun semua," katanya. Ditatapnya lagi Atha dengan serius , "Serius tha, elo ada masalah apa,sih?"
Atha masih diam. Dia menunduk seraya berpikir keras. Haruskah permasalahan ini ia ceritakan dengan Endang?
Memang Atha tahu diri. Dia datang hampir larut malam bertamu ke rumah Endang tanpa memberitahu sebelumnya , harusnya dia menceritakan semua hal yang mengganggunya belakangan ini. Hal yang terjadi beberapa jam yang lalu. Harusnya begitu. Namun, keraguan melanda Atha saat ia menatap teman dihadapannya ini. Bukan karena Atha menganggap Endang sekadar kawan biasa, Endang adalah sahabatnya. Namun, Atha ragu Endang akan mendengar dengan baik. Dia malah takut Endang akan membencinya.
"Tha??"
Seperti baru saja ditarik seseorang dari laut dalam, Atha mengerjap. Dia kembali pada realita. Diliriknya jam dinding yang terpaku di dinding kamar Endang , sudah pukul sebelas lewat. Ditatapnya lagi Endang, "Elo nggak ngantuk,En?" katanya malah bertanya.
Endang menghela napas panjang, mau tidak mau dia mengangguk lalu mengambil tempat disebelah Atha untuk berbaring. Gadis itu segera tertidur setelah menarik guling dari pelukan Atha. Cepat sekali tidurnya, batin Atha seraya menggeleng tak percaya. Atha pun ikut berbaring, menatap langit-langit kamar bercat putih setelah mendapat posisi nyaman.
Ahh... harus bagaimana ia esok?
***
Bukan tak tahu, bukan tak menyadari, Bella sangat tahu dan menyadari sang kakak menyelinap pergi semalam. Paginya pun ia tak mendapati sosok itu, malah Papa bertanya padanya yang ia jawab tidak tahu. Mampuslah Atha kena marah. Bella tidak perduli. Dia sedang dilanda gelisah bukan main. Dia galau. Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah pun, Bella hanya melamun seraya menyentuh bibirnya. Membuat Adam bertanya perihal keadaannya yang langsung ia jawab dengan kalimat 'tidak apa-apa' seraya tersenyum.
Di sekolah dia bersikap biasa meski matanya tak dapat berbohong bahwa ada yang dicarinya. Namun, Bella sama sekali tak menemukan sosok tersebut. Berpapasan pun tidak.
Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Kalau tidak sekarang, bisa jadi tidak sama sekali. Maka dari itu Bella nekat menunggu didepan gerbang. Tak ada. Nihil. Ia langsung mencegat Nando saat berpapasan dengannya didepan gerbang."Atha nggak masuk,Bell. Elo nggak nanya Endang aja? Soalnya tadi dia yang nulis surat izin buat Atha."
"Kakak beneran nggak tahu kak Atha dimana?"
Nando mengendikan bahu, "Kata Endang semalem nginep di rumah dia, paginya langsung pamit. Nah, habis itu gue maupun Endang nggak tahu itu anak kemana rimbanya." Nando sempat cengengesan diakhir kalimatnya.
Bella tersenyum, "Makasih infonya,kak. Maaf jadi ganggu. " ucapnya.
"Alah... kayak sama siapa aja lo,Bell," kata Nando seraya mengibaskan tangannya, "kalo gitu gue balik duluan,ya?"
Bella mengangguk, melambaikan tangan pada Nando yang berlalu pergi dengan motor bebeknya.
Seperginya kakak kelas sekaligus teman kakaknya itu, Bella menghela napas panjang. Kenapa jadi rumit seperti ini? Batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atha,That's Her Name (gxg)
Storie d'amoreGadis itu berkepribadian tenang, namun bisa jadi monster jika emosinya memuncak.Gadis itu tertawa ketika ada hal lucu didepan matanya, namun tidak banyak bicara. Senyumnya meneduhkan. Tawanya enak didengar. Tangisnya menyayat hati. Gadis itu p...