Atha sedang memainkan rubik milik Endang, sambil melamun juga sebenarnya. Sepulang sekolah bukannya langsung pulang ke rumah, Atha malah mampir ke rumah Endang. Alasannya pada Endang sekaligus mengerjakan tugas kelompok matematika. Padahal nyatanya mereka nggak satu kelompok.
"Atha bullshit - Atha bullshit..." Endang berkoar layaknya burung beo yang mengulang kalimatnya.
Reflek Atha menoleh pada gadis berkaca mata yang tengah duduk dikursi belajarnya seraya mengerjakan tugas itu. "Apaan sih, cel?!" sahutnya tak lupa panggilan kesayangan buat si Endang.
Endang mendengus seraya memutar tubuhnya agar menghadap Atha yang tengah asik bersantai diranjangnya.
"Elo tuh kenapa tiba-tiba mau mampir ke rumah gue nggak pake ancang-ancang dulu?" ocehnya membingungkan.Atha yang bingung, begitu maksudnya. Satu alisnya naik.
"Emang lo kata lomba lari pake ancang-ancang dulu?" tanyanya retorik, "atau... elo keberatan gue main ke rumah elo?" lanjut Atha."Nah ini,nih!" Endang menunjuk Atha dengan pulpennya, "yang gini ni perlu ditanya sampe keakar!"
"Maksud lo?" kening Atha semakin mengernyit bingung. "Mabuk micin lo?" -Sret .. untung Atha pandai mengelak. Kalau tidak, pulpen ditangan Endang bakal sukses mendarat mengenai kepalanya.
"Elo tuh kalo udah baperan gini, alias mudah kesinggung-- pasti ada yang elo sembunyiin," tuturnya menjelaskan, "atau enggak, ada unek-unek dihati elo yang nggak bisa elo keluarin secara gamblang. Mau elo ceritain tapi elonya malu. Iya,kan?!"
Atha gelagapan. Tadinya ingin membantah malah jadi salah tingkah. Matanya bergerak mencari pemandangan lain , lari dari tatapan Endang yang mengintimidasinya.
"Nah,kan!!" ujar Endang sembari menggeret kursi belajarnya lebih dekat ke Atha. "Gaya boleh sok cool ngalahin batu es, tapi elo nggak bisa bohongin gue! Inget, gue ini calon psikolog." Endang membanggakan diri.
Atha mencebik, lalu detik kemudian ia menghela napas. Endang yang tadinya sok keren membanggakan dirinya kembali berubah serius. Dia siap mendengarkan sepanjang apapun curhatan Atha sekarang.
"Gue nggak apa,cel." Atha tersenyum. Endang langsung cengo, sesudahnya dia menggeleng. Dia pikir Atha akan cerita panjang lebar. Tahunya... nihil.
"Udahlah," Endang kembali menggeret kursi belajarnya ketempat semula. Dia kembali pada tugasnya. "Kalo nggak mau cerita juga nggak apa. Gue tahu, gue bukan siapa-siapa buat elo." katanya seraya tangan sibuk menulis. "Apalah arti gue buat seorang Atha Dewi Anggara yang jadi idolanya para cecabean sekolah,kan. Ibarat-"
"Iya-iya!" Atha mendengus. Dia tahu itu hanyalah siasat Endang. Lihat sekarang, gadis berkacamata itu tersenyum menang. Digeretnya lagi kursi belajar yang ia duduki. Kembali mendekati Atha. Gadis tomboi itu menghela napas. "Gue bingung," katanya membuat kening Endang berlipat. "Gini, misalkan elo deket sama orang, terus orang itu kayaknya sebel mulu sama lo, tapi elo malah suka lihat dia sebel,kesel,marah nggak jelas-"
"Maksudnya elo 'orang' itu kelihatan lebih imut kalo lagi marah-marah, gitu kan?"
Atha diam, mencerna maksud dari ucapan Endang barusan. Dia mengusap tengkuknya tanpa sadar. Memangnya dia bilang imut?
"Hallo Atha??" Endang melambaikan tangannya didepan wajah Atha.
"Gue nggak bengong,kok. Gue cuma bingung sama ucapan elo."
Huff.. Endang merasa tugasnya kali ini lumayan berat. Kalau pasien-nya saja bingung, bagaimana dia bisa tahu. Ya sudah, Endang akan menanyakan apa yang penting untuk ia tanyakan saja. "Coba lo lanjutin cerita elo tadi!" katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atha,That's Her Name (gxg)
Любовные романыGadis itu berkepribadian tenang, namun bisa jadi monster jika emosinya memuncak.Gadis itu tertawa ketika ada hal lucu didepan matanya, namun tidak banyak bicara. Senyumnya meneduhkan. Tawanya enak didengar. Tangisnya menyayat hati. Gadis itu p...