.Oedipus - 05.

388 40 7
                                    

Kata orang, 'My home sweet home'. Namun bagi Arjuna, rumah tidak lebih dari kandang yang mengekangnya. Tetapi Arjuna punya seseorang yang membuatnya untuk tetap tinggal di rumah dingin dan kaku ini. Siapa lagi kalau bukan Widya, ibunya yang sangat ia cintai itu.

"Mama.. Juna pulang," teriak Arjuna.

Widya selalu menyukai kata 'pulang'. Ia merasa bahwa dirinya adalah rumah bagi Arjuna untuk menyerukan kata pulang. Arjunanya kembali, ia pulang dengan selamat.

"Mandi dulu, Jun, baru peluk mama!" omel Widya yang semakin membuat Arjuna mempererat pelukannya.

"Kangen mama."

"Iya, mama tau. Tapi badan kamu bau keringat."

Arjuna mengecup singkat pipi Widya lalu terkekeh, "Yaudah, Juna mandi dulu. Dahh mama sayangku!"

Widya tersenyum menatap kepergian Arjuna. Namun hatinya sedikit teriris melihat Arjuna, anak tunggalnya itu. Bagaimana tidak? Seharusnya Arjuna sudah memiliki pacar di masa pubernya. Seharusnya Arjuna tengah asik bermain dengan teman - temanya. Namun anaknya ini berbeda. Arjuna lebih memilihnya dari apapun itu.

Ada ketakutan dalam diri Widya mengenai kesembuhan jiwa Arjuna. Apakah anaknya itu belum sembuh sepenuhnya? Widya takut jika Arjuna terus menerus seperti ini karena ia mengkhawatirkan masa depan Arjuna.

"Jangan terlalu terbiasa bersama dengan anakmu. Bawa dia pergi menjauh darimu sekali duakali agar terbiasa. Arjuna bisa sembuh asal kamu mendukung."

Widya selalu memikirkan perkataan psikolog pribadi Arjuna yang kebetulan adalah sahabatnya sendiri. Sudah sepuluh tahun ia berjuang bersama Arjuna melawan Oedipus complex. Ia ingin menuruti saran temannya itu, namun sangat susah rasanya untuk berjauhan dengan anaknya sendiri.

"Ma, kok melamun?" tanya Arjuna tiba - tiba. Lelaki itu memeluk Widya dan menenggelamkan kepalanya di cerukan leher Widya.

Arjuna ini sering sekali bermanja - manja dengan Widya. Tidak ada yang boleh bermanja - manja dengan Widya kecuali dirinya. Arjuna akan sangat cemburu jika mengetahui hal itu.

Iya, Arjuna terlalu mencintai Widya.

"Mama lagi mikir aja," ujar Widya.

"Mikir apa, ma? Tumben."

"Mikir kenapa sampai sekarang kamu belum punya pacar."

Arjuna menegang. Ia tersenyum kecut, "Arjuna kan punya mama. Memang mama ikhlas lihat Arjuna memprioritaskan perempuan lain dari pada mama? Biasanya nih ya, ma.. Ibu sama anak laki - lakinya itu possesif loh. Kok mama aneh suruh Arjuna main pacar - pacaran. Sekolah aja Arjuna belum tamat."

"Ya kan nggak selamanya kamu seperti ini, nak. Nggak apa - apa, kok kalau Juna mau main. Kan memang waktunya Juna main, tapi tahu batas juga. Kalau masalah prioritas, kamu tempatkan saja pada porsinya. Toh mama juga ada papa kamu--"

"Ini bukan masalah oedipus, kan, ma? Kenapa? Mama pikirin itu lagi? Takut Juna belum sembuh sepenuhnya?"

Rahang Arjuna mengeras. Ia ingin sekali menyumpah serapahi sesuatu yang ada didalam dirinya. Dia tidak gila, hanya saja dia berbeda.

"Bukan gitu, sayang.. Mama cuma nggak mau kamu terus - terusan terjebak dalam posisi ini. Kamu cari pacar sana! Pasti banyak yang suka sama anak mama ini," Widya tersenyum lembut lalu mengusap punggung tangan Arjuna agar amarah anaknya itu reda.

Oedipus [#wattys2018]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang